29 March 2024 - 05:13 5:13

Bagaimana Tentara Muslim Ikut Bertempur di Perang Dunia I

WartaPenaNews, Jakarta – Alunan suara The Last Post berkumandang di pinggir Gerbang Menin di Kota Ypres, Belgia, saat grup musik dari pemadam kebakaran lokal turut menghantar prosesi peringatan prajurit yang gugur di Perang Dunia I. Seremoni itu diulangi setiap tahun pada pukul 8 pagi sejak 1928.

Dinding Gerbang Menin dihiasi nama punya 54,607 serdadu yang meninggal, termasuk salah satunya 412 prajurit asal India yang menyertakan tentara Muslim seperti Bahadur Khan yang meninggal pada Perang Ypres I pada Oktober 1914, atau Nur Alam yang dibunuh pada Perang Ypres II pada April 1915.

Tertera sekitar 2,5 juta serdadu Muslim turut berperang dibawah bendera Inggris, Prancis dan Rusia. Mereka mengusung senjata untuk orang lain bukan bangsa sendiri. Cerita hidup para serdadu hijau itu termasuk yang sedikitnya ditelaah, terutama jika dibandingkan dengan koleksi peninggalan tentara Barat berbentuk puisi, buku catatan harian atau surat.
Simak juga:Bagaimana Hitler dan Nazi Menggunakan Rumor Islam Untuk Politik Anti Yahudi

Luc Ferrier, pendiri Yayasan Forgotten Heroes 14-19, punya niat mengubah itu semua. Ia yakini sekutu Barat tidak akan dapat memenangi perang tanpa layanan serdadu Muslim. Organisasinya turut menolong membuat kesadaran publik terkait kisah hidup mereka – sebuah aksi positif ditengah-tengah ramainya sentimen anti-Muslim di Eropa.

“Awalnya sasaran yayasan ini ialah menemukan berapa banyak masyarakat muslim di bekas negara jajahan yang turut berperang bersama tentara sekutu,” katanya pada DW. “Surprise terbesar yang kami dapatkan ialah sebegitu besar rasa hormat dan kesetiaan antara para serdadu dari berbagai kepercayaan di kondisi yang paling jelek, yaitu di parit pertahanan Perang Dunia I.”

“Terhitung buku harian yang kita dapatkan ialah punya serdadu Muslim, Kristen atau Yahudi yang berperang bersama-sama, sama-sama share pengalaman dan menghormati budaya, musik, makanan dan ritual agama masing-masing, walau kondisi yang susah di parit pertahanan,” katanya.

“Beberapa rabi, pendeta atau imam antara mereka bahkan belajar bahasa Arab, Ibrani, Inggris dan Perancis supaya bisa lakoni ritual pemakaman buat serdadu yang meninggal di medan perang. Bila mereka dapat menghormati keduanya di jaman perang, apa yang hentikan kita melakukan perbuatan sama saat ini?”

Walau sebenarnya nasib para serdadu Muslim tidak seberuntung rekan seperjuangan di Barat. Di India yang mencatat kematian 70.000 serdadu di Perang Dunia I, tentara yang pulang dimusuhi karena pergi berperang untuk pemerintah kolonial Inggris. Waktu itu seisi negeri sedang memulai jalan panjang ke arah kemerdekaan.

Saat pasukan Jerman melintas ke Prancis pada Agustus 1914, pemerintah di Paris cepat-cepat memobilisasi serdadu dari wilayah jajahan di Afrika Utara yaitu Aljazair, Maroko dan Tunisia. Mereka datang di Eropa dengan sambutan semarak karena dianggap sebagai pahlawan.

Mengenai tentara yang dimobilisasi Inggris dari wilayah jajahan di India terdiri atas beragam kepercayaan. Serdadu muslim sebagai wakil sepertiga dari semua tentara India yang dikerahkan Inggris untuk berperang. Beberapa serdadu itu menguatkan pertahanan Inggris yang semakin ringkih saat hadapi tentara Jerman di selat Inggris pada 1914.
Simak juga:100 Tahun Kesepakatan Versailles: Buat Jerman Selesai Dengan Musibah

Mereka ialah relawan atau tentara yang terbiasa dan berpengalaman. Tetapi seperti tentara Barat, para serdadu Muslim itu tidak siap hadapi neraka berbentuk hujan bom, peluru dan gas beracun di medan perang.

“Seperti lobak yang terbelah, semacam itu juga badan manusia yang terkoyak jadi serpih oleh ledakan bom,” catat seorang serdadu dari utara India. “Merampas parit pertahanan selama beberapa ratus Yard kelihatan sama seperti keruntuhan dunia.”

Waktu itu keberadaan tentara muslim diakomodasi oleh militer dengan menyediakan makanan halal. Cerita heroik para koki yang bertaruh nyawa tersambar serangan bom Jerman untuk layani para serdadu di medan perang dengan roti Chapati dan Kari termasuk legendaris. Tidaklah heran tingkat kematian juru masak India pada PD I termasuk yang tertinggi.

Jerman juga memperlakukan tawanan perang beragama Islam secara baik. Dalam usaha mengubah sikap mereka supaya berkhianat pada negeri sendiri, pemerintah bahkan membuat masid pertama di kamp tawanan perang di WÃnsdorf, tidak jauh dari Ibu Kota Berlin. Tetapi sampai sekarang tertera tidak banyak serdadu muslim India yang bersedia melintas untuk Jerman. (mus)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
28 March 2024 - 12:19
Libur Paskah 29 Maret, Dishub DKI Ganjil Genap Ditiadakan

WARTAPENANEWS.COM - Dinas Perhubungan [Dishub] DKI Jakarta meniadakan aturan ganjil genap saat libur Paskah pada Jumat, 29 Maret 2024. Hal ini disampaikan Dishub DKI melalui akun X yang dilihat  pada

01
|
28 March 2024 - 11:18
Massa Demo di Patung Kuda, Tuntut Prabowo-Gibran Didiskualifikasi

WARTAPENANEWS.COM - Sekelompok massa menggelar aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024). Mereka menuntut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) capres-cawapres 02, Prabowo Subianto-Gibran

02
|
28 March 2024 - 10:12
Lebaran 2024, Jumlah Pemudik Pesawat Diprediksi 7,9 Juta Orang

WARTAPENANEWS.COM -  PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney memprediksi peningkatan jumlah penumpang pesawat pada Angkutan Mudik Lebaran 2024. Diperkirakan mencapai 7,9 juta orang. Angka itu akumulasi dari penumpang yang

03