WartaPenaNews, Jakarta – Ombudsman RI menemukan terjadi maladministrasi yang mengakibatkan jatuhnya korban petugas Pemilu 2019. Lembaga negara pengawas pelayanan publik ini menyebut negara harus meminta maaf atas kejadian tersebut.
Dalam pers rilis yang diterima, anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala menyampaikan, ada indikasi kuat DPR dan Pemerintah selaku perancang Undang-Undang Pemilu menyebabkan terjadinya maladministrasi.
“Mengingat DPR dan Pemerintah merancang dan mengesahkan Undang-Undang yang terlalu teknis, diselesaikan secara berlarut dan ternyata tidak bisa dijalankan secara normal,†terangnya.
Dari hasil kajian singkat (Rapid Assesment) Ombudsman di lapangan, mereka menemukan beberapa fakta bahwa syarat usia dan kondisi kesehatan calon Petugas Pemilu 2019 tidak menjadi perhatian.
Selain lalai dalam aspek kesehatan, Adrianus menyebut, Ombudsman juga menemukan indikasi kuat bahwa Pemerintah melakukan maladministrasi pendanaan Pemilu.
“Petugas pemilu ad-hoc bekerja dengan pendekatan kesukarelaan, tidak menyadari resiko kesehatan dan tidak memperoleh kompensasi yang cukup,†ujarnya.
Ombudsman juga menyoroti langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melakukan maladministrasi karena tidak mengoptimalkan sumber daya yang dimiliknya dalam mencegah datangnya korban.
“Bukan hanya Badan Pengawas Pemilu juga terindikasi melakukan maladministrasi sebagai pengawasan tidak mengingatkan KPU terkait kesehatan para petugas Pemilu serta mencegah jatuhnya korban,†paparnya.
Untuk itu, Ombudsman memberikan saran agar dilakukan perbaikan peraturan terkait penyelenggaraan Pemilu karena sejauh ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terlalu rinci mengatur teknis Pemilu dan diputuskan secara terlambat.
“Sehingga menyebabkan penyusunan peraturan turunannya menjadi sulit dan berakibat pada beban kerja terlalu berat dan kaku,†imbuh Adrianus.
Ombudsman menilai harus segera dilakukan diskusi untuk mengadakan model pemilihan umum yang lebih modern berbasis digital guna mengurangi pengerahan sumber daya manusia yang amat besar.
Dalam proses pengolahan datanya, Ombudsman menggunakan metode wawancara stakeholders yang meliputi KPU/Daerah, Bawaslu/Panwaslu, Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pengamat, mantan dan keluarga korban KPPS. Pencarian data dilakukan selama sepekan.
Semua kajian ini kemudian diselaraskan lewat data yang diambil dari perwakilan Ombudsman. Meliputi Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Tengah.
Seperti diketahui, Data Kementerian Kesehatan per 15 Mei 2019 tercatat sebanyak 527 petugas KPPS meninggal dari dinas kesehatan di setiap provinsi. Selain korban jiwa sekitar 11.239 petugas KPPS mengalami sakit. (*/dbs)