19 April 2024 - 07:22 7:22

Resmi Berakhir, Tim Satgas Kasus Novel Gagal Ungkap Pelaku

WartaPenaNews, Jakarta – Minggu (7/7) kemarin, tepat berakhirnya masa kerja tim satuan khusus (satgas) kasus penyiraman air keras penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Namun, enam bulan berlalu, tim bentukan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian itu belum juga berhasil mengungkap pelaku penyerangan.

Surat tugas tim dengan nomor Sgas/3/I/HUK6.6/2019 telah dikeluarkan. Isinya menerangkan tim resmi bekerja sejak 8 Januari 2019. Kapolri Tito bertindak langsung sebagai penanggung jawab.

Sementara, Kabareskrim Polri Irjen Pol Idham Azis dan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Nico Afinta didapuk sebagai ketua serta wakil ketua tim berisi 65 anggota yang berasal dari beberapa kalangan itu.

Surat tugas tersebut juga menyebutkan, tim memiliki masa kerja selama enam bulan. Terhitung mulai 8 Januari hingga 7 Juli 2019. Selama itu, tim ditugaskan untuk mengungkap pelaku utama kasus penyiraman air keras yang membuat mata kiri Novel cacat. Namun, hingga saat ini, kerja tim belum kunjung membuahkan hasil.

Menanggapi hal ini, Anggota Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengaku prihatin. Ia menilai, kerja tim hingga saat ini telah menunjukkan kegagalan. Pasalnya, tim tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas penyerangan tersebut.

Apalagi, menurut dia, sebagian besar anggota tim atau sedikitnya 53 orang di antaranya berasal dari kalangan Polri. Hal ini, kata dia, membuat masyarakat pesimis dengan kinerja tim lantaran dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan. Pasalnya, sejak awal kasus mencuat, diduga ada anggota kepolisian yang ikut terlibat.

“Sejak pertama kali (tim) dibentuk, masyarakat pesimis atas kinerja tim tersebut,” ujar Wana kepada wartawan, Minggu (7/7).

Harapan masyarakat pun tertuju kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka mendesak Jokowi untuk membentuk tim independen yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Namun, kata Wana, harapan itu terpaksa pupus.

“Sayangnya, presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi. Padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK,” ucap Wana.

Wana menyoroti proses penanganan perkara oleh tim yang terkesan sebatas formalitas belaka. Salah satunya, saat tim mengunjungi Kota Malang, Jawa Timur, untuk melakukan penyelidikan. Hasil kerja tim saat itu, tidak disampaikan kepada publik. Begitu pula hasil pemeriksaan terhadap Novel yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, pada 20 Juni 2019 lalu.

“Ini mengindikasikan bahwa keseriusan tim tersebut patut dipertanyakan akuntabilitasnya. Sebab sejak tim dibentuk tidak permah ada satu informasi pun yang disampaikan ke publik mengenai calon tersangka yang diduga melakukan penyerangan,” tandasnya.

Wana pun membandingkan teknis penanganan perkara Novel dengan sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Polri. Salah satunya, soal pengungkapan pelaku kasus pembunuhan di Pulomas, Jakarta Timur. Menurutnya, aparat hanya butuh waktu selama 19 jam pasca penyekapan korban untuk menangkap pelaku.

“Sedangkan untuk kasus Novel waktu penyelesaiannya lebih dari dua tahun. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan elit atas penyerangan Novel,” ungkapnya.

Karenanya, Wana mewakili ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak Presiden Jokowi untuk segera membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang independen agar menunjukkan keberpihakan pada pemberantasan korupsi. Selain itu, ia juga menuntut tim satgas supaya menyampaikan laporan penanganan kasus Novel kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas.

Sementara itu, Tim Advokasi Novel Baswedan, Haris Azhar hanya bisa pasrah terhadap proses penanganan kasus kliennya yang dilakukan tim satgas Polri. Ia menuding, negara tidak sepenuhnya serius untuk mengungkap kasus tersebut.

“Biarin saja. Sebelum ada tim itu, negara juga enggak ngurusin Novel,” ucap Haris.

Bahkan, KPK sebagai institusi yang mempekerjakan Novel ia anggap tidak peduli terhadap kasus kliennya. “Pimpinan sekarang sudah mau take off, nyari tiket semua harga mahal. Sudah mau selesai, ngapain pusing,” tandas Haris.

Seperti diketahui, Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah mantan polisi itu melaksanakan salat Subuh berjemaah di masjid dekat rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Namun, pelaku penyiraman dan aktor intelektual yang membuat mata Novel cacat tak kunjung terungkap. (*/dbs)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
17 April 2024 - 14:51
Kemhan Kembali Beli Kapal Perang

WARTAPENANEWS.COM -  Kementerian Pertahanan RI menandatangani kontak pengadaan kapal perang canggih fregat jenis FREMM (Frigate European Multi-Mission). Total ada dua unit kapal yang dibeli Kemhan. Kemhan RI menjelaskan, pengadaan kapal

01
|
17 April 2024 - 14:11
Diduga Sakit Hati, Suami Bunuh Istri dengan 17 Tusukan

WARTAPENANEWS.COM -  Sakit hati gegara orangtuanya kerap dihina, seorang suami di Kabupaten Pelalawan, Riau nekat menghabisi nyawa istrinya dengan menikam 17 tusukan di kamar mandi rumah saudaranya. Dalam hitungan jam,

02
|
17 April 2024 - 13:14
Satu Terduga Pembunuh Pria Bersimbah Darah di Sampang Ditangkap

WARTAPENANEWS.COM - Polisi berhasil mengamankan satu pelaku dugaan pembunuhan di Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Sampang Madura, Rabu (17/4/2023). Peristiwa berdarah itu menimpa korban IA (26) warga banyusokah, Kecamatan Ketapang, Sampang,

03