28 April 2024 - 12:50 12:50

Arah Politik Hukum RUU Omnibus Law

Oleh : Dr H Suhardi Somomoeljono SH. MH*

Prolog
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam periode ke 2 kekuasaannya (2019-2024) sangat agresif melakukan langkah-langkah kebijakan dalam bidang pembentukan RUU Omnibus Law yang bertujuan untuk percepatan penguatan perekonomian nasional.

Terkait dengan kebijakan tersebut pemerintah akan segera mengajukan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan kepada DPR RI. Kedua, RUU ini disiapkan guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Substansi Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja mencakup 11 klaster.

Sementara Omnibus Law Perpajakan yang telah disiapkan Kementerian Keuangan mencakup enam pilar. Hingga saat ini telah terindentifikasi sebanyak 82 UU dan 1.194 pasal yang akan diselaraskan melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (sumber : https://ekon.go.id/press/view/siaran -pers-ruu-omnibus.5182.html.12.12.2019).

Kebijakan Omnibus Law
Pertanyaan mendasarnya apakah benar UU yang sudah ada saat ini sudah tidak layak lagi digunakan untuk percepatan memperkuat perekonomian nasional, sehingga ribuan pasal yang tersebar dalam undang-undang akan dilakukan semacam sinkronisasi dalam menunjang tujuan pemerintah menghadapi ketidak pastian dan perlambatan perekonomian global. Apakah yang sebenarnya terjadi itu faktor UU yang tidak memadahi atau sebaliknya faktor manusianya yang barangkali tidak cakap dalam menterjemahkan perintah dari pembentuk UU.

Idealnya sebelum RUU Omnibus Law dibuat sudah ada kajian akademis yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah yang dapat menggambarkan bahwa UU yang sudah ada memang sudah tidak layak untuk digunakan untuk percepatan pembangunan nasional khususnya dalam bidang ekonomi. Berdasarkan kajian akademis, itulah kemudian kebijakan dalam mempersiapkan RUU Omnibus Law dilaksanakan oleh eksekutif.

Kebijakan atas RUU Omnibus Law akan tidak banyak bermanfaat jika tidak dilandasi sebelumnya oleh kajian akademis yang benar-benar akurat dan dapat dipertanggung jawabkan, berdasarkan teorisasi ilmiah setidaknya dengan mengacu kepada teori dan konsep statistik sosial dengan memanfaatkan metode baik yang bersifat kwantifikasi maupun kwalifikasi. Pihak eksekutif jangan sampai terjebak dengan metode yang bersifat praktis (pragmatisme), sehingga kehilangan standarisasi yang bersifat ilmiah. Jangan sampai terulang lagi Pemerintah import beras besar-besaran dari luar negeri, tapi pada akhirnya beras itu membusuk dan dibuang yang menimbulkan kerugian keuangan negara ratusan miliar.

Politik Hukum Pemerintah
Terkait dengan arah kebijakan politik hukum pemerintah terhadap RUU Omnibus Law. Pertanyaan mendasarnya, bukankah selama ini kebijakan legislasi nasional sudah lebih memihak kepada pemilik modal. Misalnya dalam pemberian ribuan, bahkan jutaan hektar tanah Hak Guna Usaha (HGU) dan atau Hak Pengelolaan Hutan (HPH) oleh pemerintah kepada para pemilik modal baik untuk perusahaan dalam negeri (PMDN) maupun perusahaan asing (PMA). Bukankah pemerintah dalam hal ini lebih memilih memberikan kemudahan kepada pengusaha pemilik modal dibandingkan dengan pemihakan kepada rakyat yang dalam banyak kasus telah kehilangan lahan sebagai mata pencaharian sehari-hari demi HGU dan HPH.

Dalam contoh tersebut apakah RUU Omnibus Law dalam politik hukumnya lebih memilih atau berpihak kepada pengusaha atau rakyat atau kedua-duanya. Akan lebih diuntungkan. RUU Omnibus Law secara politik hukum idealnya harus ditentukan terlebih dahulu tujuan pembangunan yang hendak dicapai oleh pemerintah, mengingat kehadiran UU Omnibus Law tidak boleh juga bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.

Tanggung Jawab Presiden
Jika RUU Omnibus Law dalam waktu singkat disetujui oleh DPR RI dan menjadi UU kemudian UU tersebut dilaksanakan. Secara hipotetis, kajian akademis atas RUU Omnibus Law tidak dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah akademis, maka yang terjadi pihak pemerintah justru sebaliknya kesulitan dalam mengejar perkembangan ekonomi, pada akhirnya bisa mengganggu pertumbuhan ekononi nasional. Namun jika kajian akademis telah dilakukan secara proporsional berdasarkan kaidah-kaidah akademik, maka yang akan berlaku malah sebaliknya.

Semoga Presiden melalui pembantu-pembantunya benar-benar secara sungguh-sungguh telah berani dan siap mempertanggung jawabkan kepada rakyat Indonesia dengan segala kemungkinan yang terjadi atas diberlakukannya UU Omnibus Law.

*Penulis adalag Praktisi Hukum yang tinggal di Jakarta

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
27 April 2024 - 13:12
Lokasi Bunuh Diri Brigadir Ridhal di Mampang Didatangi Keluarga

WARTAPENANEWS.COM – Keluarga Brigadir Ridhal, anggota Polresta Manado yang ditemukan tewas dengan luka tembak di dalam mobil Alphard di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, mendatangi lokasi kejadian peristiwa. Brigadir Ridhal diduga

01
|
27 April 2024 - 12:36
Bule Australia yang Aniaya Sopir Taksi di Bali Dibekuk

WARTAPENANEWS.COM – Maika James Folauhola (24), warga negara (WN) Australia, ditangkap terkait kasus penganiayaan terhadap sopir taksi bernama Putu Arsana. Penganiayaan tersebut terjadi di Jalan Area Central Parkir Kuta, Kuta,

02
|
27 April 2024 - 12:10
BMKG: Waspada, Potensi Cuaca Ekstrem Masih Mengintai di Peralihan Musim

WARTAPENANEWS.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini potensi cuaca ekstrem yang masih bisa mengintai di periode peralihan musim hujan ke kemarau. BMKG memonitor masih terjadinya hujan

03