WartaPenaNews, Jakarta – Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) Pemkab Bojonegoro menyebutkan, kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak selama enam bulan terakhir tahun 2020 terjadi sebanyak 14 kasus.
“Kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ini didominasi kasus persetubuhan, lalu pemerkosaan terhadap anak-anak,” ujar Kasi Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas P3AKB Pemkab Bojonegoro Suharto, Sabtu (27/6/2020).
Kasus terdekat yang mendapat pendampingan dari P3AKB adalah kasus persetubuhan yang dilakukan oknum fotografer di Bojonegoro dengan korban pelajar 15 tahun. Selain itu juga pemerkosaan bocah 15 tahun yang digilir oleh empat remaja di tepi tanggul Sungai Bengawan Solo di Desa Piyak Kecamatan Kanor.
Kasus hukum kekerasan seksual terhadap anak itu kini ditangani oleh Polres Bojonegoro. Kasus pemerkosaan yang dilakukan empat remaja berawal dari perkenalan antara salah satu tersangka dengan korban melalui media sosial facebook. Kemudian berlanjut dan tersangka meminta bertemu korban untuk disetubuhi pada Senin 8 Juni 2020, malam.
Sementara kondisi korban kini masih dalam masa pemulihan. Petugas P3AKB melakukan pendampingan dari beberapa sektor sesuai dengan karakteristik kasus. Misalnya dalam kasus kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual yang masuk dalam ranah pidana maka pendampingan yang dilakukan mulai dari mengawal dari pemberkasan BAP, proses persidangan hingga memberikan suport kepada korban dan saksi.
“Karena kadang ada korban dan saksi yang takut menghadiri sidang P3A akan selalu mendampingi sampai dengan proses akhir. Setelah putusan hukum, juga masih terus memantau perkembangan psikis korban,” jelasnya.
Selain itu, membantu penguatan mental korban juga rehabilitasi psikologis. Kebanyakan, lanjut Suharto, korban kekerasan seksual ini mengalami trauma, stres dan tertekan jiwanya pasca kejadian.
“Maka kita akan membantunya dengan menugaskas psikolog hingga pulih,” tambahnya.
Sedangkan jika kasus yang dilaporkan masuk kategori perdata P3A akan memberikan pendampingan dengan jalan mediasi untuk membantu agar permasalahan dapat dicarikan jalan keluar yang tidak merugikan korban. Juga kepada korban yang hamil, P3A akan membantu pemeriksaan kehamilan sampai dengan persalinan, termasuk status anak yang dilahirkan akan dibantu kepengurusannya.
“Jika korban anak yang masih sekolah akan didampinggi mediasi dengan pihak sekolah sehingga anak masih tetap bisa melanjutkan sekolahnya,” pungkasnya. (mus)