WartaPenaNews, Jakarta – Jumlah penderita COVID-19 belum juga turun selama hampir satu tahun – terhitung sejak pertama kali ditemukan kasus ini pada Desember 2019 di Wuhan, China.
Para ilmuwan terus melakukan penelitian bagaimana menekan jumlah pasien terinfeksi wabah ini. Salah satunya kemampuan vitamin D menangkal COVID-19 ke dalam tubuh manusia.
Pada Mei lalu, sebuah jurnal penelitian terbitan Aging Clinical and Experimental Research menemukan 20 negara di Eropa dengan tingkat vitamin D yang rendah memiliki kasus terinfeksi COVID-19 dan jumlah kematian yang tinggi.
Namun, jurnal tersebut dibantah oleh Jama Network Open yang terbit pada Selasa, 3 September 2020. Di dalam penelitiannya justru ditemukan sebaliknya.
Menurut jurnal itu, orang yang kekurangan vitamin D risiko terinfeksi COVID-19 menjadi dua kali lebih rendah dibandingkan dengan orang dengan kadar vitamin D yang cukup.
Seperti dilansir dari laman Live Science, penelitian lainnya dari The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolisme menyebutkan bila pasien positif COVID-19 yang dirawat di rumah sakit memiliki tingkat kandungan vitamin D yang rendah dibandingkan orang yang tidak terkena COVID-19 tetapi kadar vitaminnya cukup yang diukur sebelum pandemi.
Menurut Adrian Martineau, salah satu ilmuwan yang mempelajari infeksi pernapasan dan kekebalan tubuh di Queen Mary University of London, Inggris, penelitian tersebut tidak membuktikan jika kekurangan vitamin D menjadi penyebab meningkatnya risiko terkena Virus Corona.
Oleh karena itu, ia pun mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut agar mengetahui hubungan sebab-akibatnya. Adrian mengaku ada beberapa alasan mengapa vitamin D bisa mengurangi risiko terkena COVID-19.
“Di antaranya vitamin D memang terbukti meningkatkan respons sistem kekebalan terhadap virus serta mengurangi peradangan,” jelas dia.
Adrian melanjutkan, peradangan yang berlebih menjadi ciri khusus infeksi parah pada COVID-19. Ia lalu melakukan meta analisis yang diterbitkan di Jurnal BMJ pada 2017 dan terus diperbarui hingga kini.
Studi itu berisi vitamin D mengurangi risiko infeksi saluran pernapasan akut secara umum dibandingkan dengan plasebo. Namun begitu, ia mengakui memang tidak ada penelitian soal COVID-19 di penelitiannya ini.
“Ada juga overlap (tumpang tindih) antara kelompok orang dengan risiko kekurangan vitamin D, seperti orangtua dan orang dengan kulit gelap memiliki risiko tinggi terkena COVID-19,” ungkap Adrian. (mus)