WartaPenaNews, Jakarta – Pandemi global COVID-19 telah berdampak negatif jauh lebih parah
dari prediksi awal terhadap kondisi perekonomian di seluruh dunia. Hal ini tercermin pada
laporan World Economic Outlook yang dikeluarkan oleh IMF pada bulan Juni lalu yang
memperkirakan pertumbuhan global akan mengalami minus 4,9% pada tahun 2020. Negara-
negara maju diprediksi akan mengalami pertumbuhan ekonomi minus 8% hingga akhir tahun
ini.
Data Grant Thornton mengungkapkan optimisme ekonomi global menurun 16 poin pada
semester 1 2020. Indonesia sendiri mengalami penurunan optimisme sebesar 22 poin,
meskipun demikian Indonesia masih memiliki prospek optimisme tinggi dan menduduki
peringkat keenam secara global walau hanya 50% dari pasar bisnis menengah di Indonesia yang
berekspektasi mengalami peningkatan pendapatan dan profitabilitas dalam 12 bulan ke depan.
Marvin E. Camangeg, Advisory Director Grant Thornton Indonesia mengungkapkan, “Jika
melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang menghadapi kesulitan dalam memulihkan
kembali perekonomian, perlu strategi yang tepat dalam menghadapinya. Kas menjadi ‘raja’
ketika pendapatan dan profitabilitas mencapai titik terendah. Saat ini memang tingkat
optimisme Indonesia lebih tinggi dibandingkan angka global dan Asia Pasifik dengan rata-rata
sebesar 32-34%. Harapannya dengan banyaknya perusahaan yang terus membangun
kapabilitasnya dan tergerak untuk go public menjadi salah satu penggerak pemulihan ekonomi
di Indonesia.â€
Hal tersebut disampaikan Grant Thornton Indonesia pada webinar dengan tema “Opsi
Pendanaan Perusahaan untuk Melewati Masa Pandemi†pada 14 Agustus 2020 lalu bersama
Bursa Efek Indonesia. Topik yang dibahas seputar bagaimana Grant Thornton Indonesia
bersama BEI melihat pentingnya manajemen keuangan/kas untuk menjaga likuiditas
perusahaan selama masa Pandemi COVID-19 ini. Karena dengan menjaga likuiditasnya,
perusahaan mendapat keuntungan dalam memilih model pendanaannya di kemudian hari,
salah satunya adalah dengan menerbitkan obligasi atau dapat juga melalui go public yang
dicanangkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pada webinar tersebut, Hanny Prasetyo, Partner & Head of Assurance Grant Thornton
Indonesia juga memberi gambaran terhadap 5 (lima) hal yang perlu dipikirkan dan dipersiapkan
oleh perusahaan sebelum menerbitkan obligasi maupun go public, yaitu:
1. Laporan keuangan
2. Transaksi yang kompleks
3. Ketepatan waktu
4. Strategi, rencana bisnis dan proyeksi, serta;
5. Uji tuntas dan valuasi
Grant Thornton Indonesia sebelumnya juga sudah mengeluarkan Business Resilience Wheel
yang menyebutkan pentingnya komunikasi yang baik dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) sebagai salah satu strategi bertahan suatu perusahaan dengan memiliki opsi
pendanaan atau investasi. Hal ini juga termasuk pertanyaan terhadap penilaian diri untuk
memungkinkan perusahaan membangun kemampuan di sekitar perkiraan dan pemantauan kas.
Saham dan obligasi masih menjadi bentuk investasi favorit yang dilirik investor. BEI mencatat
total perusahaan di Indonesia sebanyak 699 yang memiliki saham dan 121 yang memiliki
obligasi.
Hanny Prasetyo juga menyebutkan setidaknya terdapat 3 keuntungan utama dalam
menerbitkan obligasi dari sisi investor, yaitu mendapatkan pendapatan bunga secara rutin,
mendapat keuntungan atas penjualan obligasi (capital gain), dan juga memiliki risiko yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan saham.
Disinilah peran BEI sebagai sarana mempertemukan antara pihak yang membutuhkan dana
dengan pihak yang membutuhkan sarana investasi pada produk keuangan (Saham, Obligasi,
DIRE dan lain-lain). Salah satu opsi pendanaan dapat dilakukan melalui pasar modal dengan
melibatkan investor publik (go public).
I Gede Nyoman Yetna selaku Direktur Penilaian Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia
mengutarakan, “Pada webinar bersama Grant Thornton Indonesia ini juga dapat kami
informasikan bahwa sampai dengan 12 Agustus 2020 terdapat 35 perusahaan tercatat baru
saham. Minat perusahaan dan institusi di Indonesia untuk semester kedua tahun 2020 masih
tinggi. Hal ini tercermin dari jumlah pipeline yaitu sebanyak 14 perusahaan di pipeline dibanding
tahun lalu pada periode sama sebanyak 12 perusahaan. Hal ini juga merupakan suatu bentuk
kepercayaan dari para Pemilik dan manajemen perusahaan yang menjadikan Bursa sebagai
rumah pertumbuhan (house of growth) bagi perkembangan bisnis perusahaan mereka. Go
Public tidak hanya menjadi sumber pendanaan yang menjanjikan untuk mengembangkan
Perusahaan, tapi juga mengangkat citra Perusahaan menjadi lebih profesional, transparan, dan
akuntabel.†(cim)