23 April 2025 - 22:21 22:21
Search

Curhat Petani Sawit Dimasa Pandemi Covid-19

WartaPenaNews, Jakarta – Penasihat Senior Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi), Rukaiyah Rafik, mengungkapkan selain harga tandan buah segar (TBS) rendah, petani merasakan kesulitan karena baik pabrik kelapa sawit dan kegiatan manufaktur berjalan lamban karena pembatasan sosial skala besar (PSBB) di masa pandemik Covid-19, namun harga pupuk tetap tinggi.

“Banyak petani swadaya tidak memiliki sarana untuk mengangkut TBS mereka ke pabrik, mereka bergantung pada “perantara” untuk menyediakan layanan ini, tetapi pembatasan dalam kegiatan dan pergerakan karena Covid -19 telah berdampak pada sumber mata pencaharian utama karena mereka tak bisa menjual atau mengangkut TBS ke pembeli,” kata Rukaiyah dalam acara diskusi virtual berjudul, “Dampak COVID-19 pada petani bersertifikat RSPO,” Kamis (18/6/2020).

Rukaiyah menambahkan petani bersertifikat RSPO memiliki lembaga dan jaringan yang kuat, serta standar akuntabilitas. Dia mengatakan, para petani ini juga memiliki beragam bisnis atau tanaman selama pandemi, yang selanjutnya mendukung mata pencaharian mereka.

Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menjelaskan bahwa pada satu titik selama pandemi, harga TBS turun di bawah Rp1.000 per kilogram (atau sekitar USD $ 0,07 per kilogram) di tingkat petani swadaya. Sementara itu, harga TBS untuk petani plasma tercatat antara Rp1.200 per kg dan Rp1.300 (USD $ 0,08- $ 0,09) per kg.

“Harga di bawah Rp1.100 sulit bagi petani yang memiliki lebih dari dua anak, dengan anak mereka mengejar pendidikan tinggi, atau mereka yang memiliki anggota keluarga lain yang bergantung pada mereka, seperti orang tua mereka. Mereka juga memiliki beban hutang kepada para tengkulak karena para petani memiliki pinjaman, yang harus dilunasi selama panen,” katanya.

Dia menambahkan banyak petani kelapa sawit tidak memiliki sumber pendapatan lain dan hanya mengandalkan minyak sawit. Sebuah studi SPKS 2018 mengungkapkan bahwa hanya 30% petani yang memiliki mata pencaharian alternatif mulai dari pengolahan, penanaman karet, dan menjadi pedagang kecil. Tanah yang disisihkan selama era Orde Baru untuk petani PIR selama periode transmigrasi, yang mencakup 0,75 hektar, telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Manajer Smallholders Program Indonesia RSPO, Guntur Cahyo Prabowo mengatakan, selama pandemi, sertifikasi membantu mendukung sekitar 6.000 anggota yang terdiri dari 26 kelompok tani, melalui penjualan minyak kelapa sawit bersertifikasi RSPO melalui Kredit RSPO. Sebanyak USD1,5 juta dicairkan untuk 30 kelompok petani kecil independen bersertifikasi RSPO dari transaksi penjualan minyak sawit bersertifikat antara Mei 2019 dan Mei 2020.

Guntur menambahkan bahwa pada saat pandemi yang tak terduga ini, sertifikasi terbukti menjadi aset besar bagi petani ketika berhadapan dengan ketidakpastian situasi. Ini termasuk persyaratan untuk sertifikasi seperti organisasi petani yang kuat dan perencanaan keuangan, membantu meningkatkan daya tawar mereka selama pandemi. (rob)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait