WartaPenaNews, Jakarta – Lockdown di Panama diberlakukan dengan ketat, dengan laki-laki diizinkan keluar satu hari dan perempuan di hari berikutnya. Tetapi kebijakan ini telah digunakan oleh beberapa orang sebagai alasan untuk melecehkan sejumlah transpuan.
Monica dapat memasak dengan baik. Seperti banyak orang, selama lockdown dia telah membuat makanan-makanan yang rumit untuk mengalihkan perhatiannya selama karantina.
Pada suatu hari Rabu di bulan lalu, Monica berencana membuat ayam berbumbu dengan saus tomat pedas dan nasi.
Dia sudah memiliki sebagian besar bahan, tetapi membutuhkan ayam.
Jadi dia meninggalkan rumahnya di dekat bandara Panama City yang dia tinggali bersama keluarga besarnya untuk pergi ke toko.
Dia melewati sekelompok perempuan dalam perjalanan, beberapa dari mereka berjalan dengan anak-anak mereka.
Hari itu lebih tenang daripada biasanya karena pemerintah baru saja memperkenalkan langkah baru untuk menghentikan penyebaran virus corona, yang memungkinkan perempuan meninggalkan rumah untuk berbelanja pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dan laki-laki pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
Pada hari Minggu, setiap orang harus tinggal di rumah.
Monica berjalan ke toko itu.
Dia mengenal keluarga beretnis China yang memiliki toko itu dengan baik. Mereka mengaguminya.
Tapi saat dia masuk, suasananya berubah. Pemilik toko mendekatinya diam-diam, wajahnya tidak menyunggingkan senyum, yang biasa dilihatnya.
“Kami tidak bisa melayanimu, Monica,” katanya. “Polisi mengatakan kami hanya bisa melayani perempuan hari ini. Mereka berkata, `Bukan maricon.`”
Maricon adalah istilah transfobia, yang bermakna menghina, dan itu membuat Monica bergidik, tetapi pada saat yang sama, itu tidak mengejutkan.
Polisi di lingkungannya telah menargetkan dia sebelumnya karena ia adalah transpuan. (mus)