7 May 2024 - 20:02 20:02

Dilema Hukum Atas Perkara Pelaku Makar

Dr. H. Suhardi Somomoeljono,SH.,MH*

Prolog
Para Tersangka Tindak Pidana (Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan Soenarko) dugaan kami dari perspektif tempus delicti dan locus delicti, peristiwa dugaan tindak pidana tersebut semuanya terjadi dalam kurun waktu dan tempat dalam momentum pesta demokrasi sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat yaitu pemilihan presiden (“Pilpres”) periode 2019-2014;

Aktual dan Faktual Pilpres periode 2019-2024 hanya ada dua pasangan calon (“Paslon”) Presiden dan Wakil Presiden. Dalam realita politik, jika yang terjadi hanya ada dua Paslon, maka secara psikologis seluruh elemen pendukung baik Paslon 01 maupun Paslon 02 memiliki tujuan yang sama yaitu pencapaian suatu kemenangan, dalam istilah lain ibaratnya dalam suatu medan pertempuran dalam suatu peperangan terjadilah keadaan “To Kill or To Be Killed” yang artinya membunuh atau dibunuh;

Keadaan situasi dan kondisi sebagaimana terurai di atas dapat diambil suatu deskripsi yang bersifat hipotetis, bahwa penegakan hukum (law enforcement) nyaris sulit dilaksanakan secara normal oleh aparat penegak hukum dalam keadaan seperti itu. Namun demikian, dalam kerangka tujuan hukum yang antara lain perlunya tertib hukum untuk tujuan perlindungan kepentingan publik, maka “Kebijakan Penegekan Hukum” yang dilakukan oleh kepolisian (“Penyidik”) dalam menetapkan Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan Soenarko adalah sah secara hukum, satu dan lain hal adalah dalam kerangka edukasi kepada masyarakat;

Dalam rangka menghindari terjadinya error in subyekto dan error in obyekto, mengingat adanya potensi yang sulit terhindarkan, yaitu berupa perluasan atas perbuatan pidana dalam perspektif norma-norma dalam deelneming (Pasal 55 KUHP). Keadaan tersebut sangat dimungkinkan (possible) mengingat, motif dasar dari terjadinya perbuatan pidana tersebut, secara absolut bertujuan agar supaya Paslon yang didukung oleh Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan Soenarko yaitu dapat memenangkan kompetisi Pilpres dan berhasil menjadi Presiden Republik IndonesiaI periode 2019-2024;

Mengingat Pilpres sudah terlaksana dengan baik dan Paslon yang tidak didukung oleh Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan Soenarko sudah ditetapkan sebagai pihak pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum. Artinya, pesta demokrasi sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat yaitu pemilihan presiden periode 2019-2014 sudah selesai dilaksanakan;

Jika pihak kepolisian (penyidik), untuk selanjutnya tidak meneruskan perkara pidana (menghentikan) penyidikan kepada para Tersangka Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan Soenarko, bersamaan dengan berakhirnya pesta demokrasi, maka secara hukum pihak Penyidik Polri tidak melanggar hukum, mengingat dengan adanya tindakan menetapkan subyek hukum sebagai tersangka, menangkap dan menahan para tersangka tersebut, dari perspektif salah satu dari tujuan hukum sudah tercapai yaitu memberikan pelajaran (edukasi) kepada Kivlan Zein, Eggy Sudjana dan Soenarko untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak dalam suatu negara hukum; dan

Untuk perbuatan pidana yang dapat dikategorikan sebagai kriminal dalam tindak pidana umum yang dilakukan oleh para pelaku kriminal dalam masa pelaksanaan pesta demokrasi, penegakan hukum (law Enforcement) dapat tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Kebijakan Dalam Penegakan Hukum (legal Policy)
Pihak Kepolisian Negara RI dalam menjalankan fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh Pihak Penyidik Polri memiliki hak yang bersifat diskresioner dalam menentukan kebijakan hukum (legal policy), khususnya dalam memetakan memilih (melakukan verifikasi atas delik pidana yang sesuai dengan perbuatan).

Dalam tulisan ini penulis memiliki keyakinan jika pihak penyidik POLRI, mengangkat delik makar, maka dalam proses pengembangan perkara, akan mengalami kendala yang sangat serius dan berat, mengingat seluruh rangkaian perbuatan, yang dilakukan oleh para pelaku dugaan makar, dilakukan pada saat acara pesta demokrasi, yaitu pemilihan presiden (“PILPRES”).Tentunya seluruh rangkaian perbuatan, yang dilakukan oleh para tersangka, motifasi awal adalah, bertujuan untuk memenangkan pasangan calon presiden yang diusungnya, bukan bermotif untuk, menggulingkan kekuasaan atau pemerintahan yang sah, sehingga jika delik makar digunakan, untuk menjerat para pelaku, dari segi motifasi atau motif sulit dibuktikan dalam suatu persidangan di pengadilan.

Dari perspektif perluasan perbuatan (deelneming) sebagaimana rangkaian dalam pasal 55 KUHP, akan sangat luas jika delik makar digelar.Secara teknis juridis, rangkaian perbuatan akan mencakup subyek hukum yang sangat banyak, misalnya siapa aktor intelektualnya (aktor intelektualis), siapa aktor dilapangan yang bersifat aktif (penganjur), siapa aktor penyandang dananya (donatur), siapa saja pelaku dilapangan (eksekutor), hal tersebut akan sangat menyita waktu dan mungkin akan terjadi suatu situasi yang imposible, jika misalnya salah satu pelaku atau para pelaku asal menyebut, disuruh oleh para pembesar pimpinan partai politik, dan / atau mungkin menyebut disuruh oleh pasangan calon presiden.Disisi lain tempat kejadian perkara, locus delictie, tempus delictie, semuanya terjadi bersamaan dengan, pelaksanaan pesta demokrasi, pemilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Bagaimana misalnya, benar-benar terjadi, dimana jaringan-jaringan terkait dari pasangan calon presiden (“PASLON”), benar-benar memberikan dana kepada para pelaku, disisi lain, pada saat dana diserahkan, oleh jaringan Paslon tersebut, motifnya (motif) awal, untuk kepentingan tujuan pemenangan Paslon, bukan bermotifkan, untuk menggulingkan kekuasaan atau pemerintahan yang sah. Jika dari tujuan awal penggunaan dana, yang diserahkan oleh jaringan Paslon, untuk tujuan kemenangan dalam pemilihan presiden, kemudian terjadi pergeseran tujuan, yaitu bergeser ke tujuan makar, atau menggulingkan kekuasaan yang sah dari suatu pemerintahan, dalam pembuktiannya sangat sulit, sehingga hakim besar kemungkinan akan mengadili sesuai dengan publik opini (pendapat publik). Jika ini yang terjadi maka, aspek politisasi dalam suatu proses persidangan sampai pada pemutusan perkara, akan sulit terhindarkan.

Penutup
Dalam rangka menghindari terjadinya peradilan yang berpotensi menimbulkan politisasi, tidak ada salahnya jika Kepolisian Negara RI dalam menjalankan fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh Pihak Penyidik Polri menggunakan hak yang bersifat diskresioner dalam menentukan kebijakan hukum (legal policy), khususnya dalam memetakan memilih (melakukan verifikasi atas delik pidana yang sesuai dengan perbuatan), dengan mengesampingkan delik makar.

Untuk perbuatan pidana, yang dapat dikategorikan sebagai criminal, dalam tindak pidana umum, yang dilakukan oleh para pelaku criminal, dalam masa pelaksanaan pesta demokrasi, penegakan hukum (law Enforcement) dapat tetap dilaksanakan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. (*)

*Managing Partner SSA Advocates

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
6 May 2024 - 12:17
Rafah Diserang Israel, 19 Warga Gaza Tewas

WARTAPENANEWS.COM – Israel menyerang Rafah di selatan Gaza pada Minggu (5/5). Aksi Israel adalah tindakan balas dendam atas serangan roket sayap militer Hamas yang menewaskan tiga tentara IDF. Menurut pejabat

01
|
6 May 2024 - 11:14
Pagi Tadi, Gunung Semeru Kembali Erupsi

WARTAPENANEWS.COM – Gunung Semeru yang terletak di Lumajang "batuk" pagi ini, Senin (6/5). Gunung tersebut memuntahkan kolom abu setinggi 700 meter dari atas puncaknya. "Terjadi erupsi Gunung Semeru pada hari

02
|
6 May 2024 - 10:16
Ada Tumpahan Oli, Jalan Juanda Depok Macet Parah

WARTAPENANEWS.COM – Jalan Juanda dari arah Cisalak ke arah Margonda, Depok, macet parah tadi pagi, Senin (6/5) sekitar pukul 08.00 WIB. Ada tumpahan oli jalan dekat Pesona Square Mal. Pantauan

03