WartaPenaNews, Jakarta -Â Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai pemilihan umum secara elektronik (e-pemilu) dapat menjadi solusi efisiensi bagi proses pemungutan suara dan penggunaan sumber daya manusia.
Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru mengatakan, e-Pemilu upaya untuk mengurangi anggaran yang begitu besar. Salah satunya petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara yang menjadi korbang hingga meninggal.
“Betul (bisa dipakai, red) dan juga mengurangi keresahan masyarakat karena hasil langsung keluar,” terangnya Andrari, kemarin (25/4).
Ditambahkan, pemilu elektronik menjadi jawaban terhadap masalah penghitungan di tempat pemungutan suara yang tidak akurat, efisiensi proses rekapitulasi dan pemungutan suara.
Melalui pemilu elektronik, dilakukan juga verifikasi elektronik untuk memastikan keabsahan seorang pemilih. Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik dapat dibaca dengan alat KTP Reader dengan menempelkan KTP elektronik pada alat itu sehingga langsung dapat dilacak kebenaran KTP tersebut.
Nah, dari penerapan verifikasi elektronik pada pemilihan kepala desa 2018 di suatu daerah, ditemukan KTP warga yang tidak terbaca pada alat itu, yang dicurigai adanya pemalsuan identitas karena tidak ada data identitas yang terekam dari KTP tersebut.
“Lagi pula, dengan verifikasi elektronik tersebut, tidak perlu pencatatan manual, tapi cukup dengan mencocokkan sidik jari pada KTP elektronik,” imbuhnya.
Pada proses pemungutan suara, kata dia, hanya perlu menyentuh pada monitor alat untuk pemungutan suara untuk memilih calon pemimpin seperti calon presiden dan wakil presiden serta legislatif.
Hasil pemungutan suara tersebut langsung terekam secara digital sehingga memudahkan bagi pemilih dan penyelenggara pemilu untuk menyelenggarakan pemungutan suara.
Dengan demikian, penggunaan pemilu elektronik dapat memberikan efisiensi 50 persen dibandingkan dengan pemilu manual dengan syarat perangkat teknologi untuk pemilu elektronik digunakan minimal lima kali.
Terpisah, Pengamat Politik Maluri Hendra Utama mengatakan, metode apa pun yang dilakukan bisa dijalankan dengan baik. Dengan catatan, konsep yang dibangun dapat diawasi oleh lembaga independen yang benar-benar kridibel.
“Saya kawatir, e-Pemilu menjadi metode baru yang akan membuat persoalan baru. Pertama, jika sosialisasi tidak sampai, maka banyak yang tidak memahami. Kedua, metode ini harus dicoba. Minimal di pilkada, ataupun pilkades,” terangnya.
Menurut Maruli, semua persoalan karena regulasi, aturan dan tahapannya yang sejak awal memang meragukan.
“Di sini DPR ikut berperan. Yang disalahkan KPU. Pada bagian lain Bawaslu juga terdampak, karena ada yang menyebut masifnya kecurangan atau pelanggaran. Jadi jangan sibuk menghukum orang atau praktiknya, tapi dari hulunya juga di lihat,” tambahnya. (*/dbs)