WartaPenaNews, Jogjakarta – Seorang dosen berinisial BA dari perguruan tinggi terkemuka di Jogjakarta bikin heboh jagat dunia maya. BAÂ diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah perempuan dengan membuat penelitian tentang hubungan seks bertukar pasangan atau yang populer disebut swinger.
Video pengakuan BA tentang cerita swinger itu sudah beredar di sejumlah media sosial. Dalam video yang diunggah akun @bamsbulaksumur pada Sabtu (1/8) lalu, BA menyatakan cerita swinger yang ia ceritakan pada korban sebenarnya adalah kebohongan yang ia buat berdasarkan film.
“Dan sekali lagi saya memohon maaf atas kesalahan saya ini dan saya meminta teman-teman yang pernah saya ajak diskusi memberikan maaf kepada saya. Terimakasih atas perhatiannya ya teman-teman dan saya mohon maaf semuanya ya atas kekhilafan saya ini” kata BA dalam video itu.
Video tersebut viral di media sosial. Namun, kini akun @bamsbulaksumur tak dapat diakses kembali.
Seorang korban pelecehan seksual BA juga mulai angkat suara. Melalui akun Facebooknya, seorang berinisial ID menceritakan memulai modusnya dengan mengaku sedang membuat penelitian perihal swinger: hubungan seks bertukar pasangan. Illian berujar saat itu dikontak langsung oleh BA.
“Suatu hari pak dosen yang kerja di kampus Islam yang juga influencer di twitter, tampak kalem dan alim ini japri aku. Awalnya nanya soal pengalaman-pengalamanku di ICW, kuliahku di luar negeri, tanya soal metodologi riset dan seputar akademis,” kata ID dalam status facebook-nya seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (3/8).
Saat itu, ID mengaku aneh. Pasalnya, ia tidak pernah berkomunikasi dengan BA sebelumnya. Namun, secara tiba-tiba pelaku mengontak dirinya untuk sebuah penelitian dengan menyinggung latar belakang ID yang sempat menempuh pendidikan di luar negeri.
“Sungguh pendekatan akademis meski ada yang aneh. Dia tanya gimana kuliahku di Selandia Baru. Dia bilang japri aku karena baca soal postinganku suka meneliti. Kujawab dia salah, aku kerjaan utama adalah ibu rumah tangga dan enggak pernah posting penelitian, tapi posting kecantikan,” ujar ID.
Sebelum melakukan komunikasi perihal penelitiannya, ID mengungkapkan bahwa pelaku memintanya untuk menjaga rahasia. Hal itu disetujui oleh ID berbekal prasangka baik untuk sebuah penelitian.
Untuk mendapatkan kepercayaan narasumber swinger dan mendalami riset, lanjut ID, pelaku memandang perlu melakukan hal tersebut. Terlebih, pelaku mengira bahwa swinger memiliki jaringan yang cukup luas.
“Cara mendekati aku dan target lain dengan modus riset itu dilakukan bertahap. Enggak langsung,” ucap ID.
Menurut penuturan ID, pelaku BA menyatakan sudah meminta istrinya untuk membantu riset. Namun mendapat penolakan dan kemarahan dari sang istri. “Kubilang wajar istri marah karena dia ngawur,” katanya.
ID berpendapat cara BA melakukan penelitian merupakan hal yang bodoh. “Mau meneliti soal pembunuh, ya, tak harus jadi pembunuh,” tandasnya.
Beberapa hari kemudian, ID bilang menerima pesan dari akun yang sama. Hanya saja, akun tersebut mengaku sebagai istri dosen ‘swinger’ yang membutuhkan bantuan. Berbekal niat baik, ID menyarankan agar istri dosen ‘swinger’ menggugat cerai. Namun, sang istri keberatan.
“Berikutnya makin aneh dan membuat aku yakin dosen itu juga yang japri, bukan istrinya. Rupanya mau modus pendekatan curhat sesama perempuan,” imbuhnya.
Selang beberapa hari, ID dikontak lagi oleh akun sama yang masih mengaku sebagai istri dosen ‘swinger’. Kata dia, sang istri mau menuruti keinginan suaminya karena dijanjikan hanya sekali saja.
“Beberapa hari lagi, masih berkedok istri japri lewat FB messenger suami yang enggak log out, pura-pura lagi sedih dan nangis,” jelas ID.
Minggu (2/8), ID bersama dua korban lainnya bertemu dengan BA di restoran sebuah hotel di Tangerang. Di sana, mereka mendengarkan penjelasan yang bersangkutan mengenai perbuatannya.
Pelaku, kata ID, berdalih perilaku tidak menyenangkannya tersebut dimaksudkan untuk sebuah penelitian, membuat jurnal atau buku. Namun, alasan itu dibantah oleh ID dan rekannya sesama korban.
Ada empat poin penting yang menjadi dasar bantahan. Yakni penelitian yang tak ada metodologinya dan tidak memiliki kejelasan responden karena hanya perempuan yang menjadi narasumber.
Poin berikutnya adalah ia mempertanyakan keaktifan peneliti (BA) saat bercerita teknis seksual dan penelitian yang tidak rampung sejak tahun 2014.
Dalam pertemuan itu, ID menyodorkan sekitar 50 nama korban beserta modus pendekatan pelaku seperti istrinya yang suka menyiksa, cerita krisis orangtuanya, pernikahan tak punya anak, hingga dalih konsultasi psikologi.
“Dia tak menyangka kami punya data. Akhirnya dia tak bisa mengelak dengan dalih penelitian,” katanya.
Dari pertemuan itu juga diketahui bahwa BA mengatakan kecanduan menonton film porno. “Kami pun sempat marah karena melihat dia menjadikan perempuan sebagai obyeknya,” ungkapnya.
Berdasarkan perbuatannya, ID dan dua rekannya meminta BA untuk membuat video berisi permohonan maaf terbuka. Dalam pertemuan itu juga dosen ‘swinger’ mengunggah video ke media sosial miliknya.
“Namun minggu malam, semalam sekitar pukul 22.00 WIB dia hapus akun facebook, instagram dan twitternya,” kata ID. (wsa/cnnindonesia)