WartaPenaNews, Jakarta – Beberapa pekan terakhir, tersiar kabar, pemerintah mengambil kebijakan akan mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) untuk beberapa proyek strategis nasional yang masih berlangsung. Sulawesi Tenggara merupakan satu daerah yang akan kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) dari China.
Anggota Gerakan Untuk Indonesia Adil dan Demokratis (GIAD) yang terdiri dari Ray Rangkuti, Kaka Suminta, Badiul Hadi, Arif Susanto, Jeirry Sumampow, Lucius Karus, Alwan Riantobi, Arif Nur Alam dan Yusfitriadi melakukan Pernyataan Bersama Untuk Menghentikan Impor Tenaga Kerja Asing.
Kebijakan ini dipandang sebagai kebijakan yang tidak tepat, terlebih saat ini masyarakat sedang dihadapkan pada situasi menghadapi pandemi Covid-19 yang memporak-porandakan kehidupan sosial dan ekonomi.
Investasi Yang Mencederai Hati Rakyat
Rencana mendatangkan lagi TKA dari China karena alasan investasi, hal yang sulit diterima. Selain berpotensi menambah kerumitan dalam pencegahan Covid-19, juga memberi sinyal bahwa seolah aturan yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah berlaku tidak konsisten. Di satu segi, pemerintah terus menerus meminta warga untuk patuh dan sigap dalam melaksanakan aturan PSBB, saat yang sama pemerintah terus membuat kebijakan yang mengundang protes publik dan juga keraguan pada kebijakan-kebijakan pemerintah.
Saat ini 56 persen angkatan kerja Indonesia berada di sektor informal yang rentan kehilangan pekerjaan sebagai dampak Covid-19. Serta berpotensi menambah jumlah pengangguran terbuka sebanyak 3,5 juta hingga 8,5 juta orang dalam tahun 2020.
Melihat kondisi diatas, sungguh tidak bijak jika pemerintah masih mengeluarkan izin mendatangkan tenaga kerja asing masuk Indonesia.
Tiga Rekomendasi GIAD
1. Pemerintah menghentikan izin rencana mendatangkan TKA, sejalan dengan kebijakan penutupan masuknya WNA ke Indonesia, sebagai wujud konsistensi dan komitmen pemerintah memotong rantai Covid-19. Serta memperioritaskan penanganan pengangguran dan kemiskinan dalam Negeri.
2. Pemerintah focus pada penanganan dampak Covid-19, baik dampak Kesehatan, Sosial, utamanya dampak Ekonomi.
3. Dalam kondisi di mana penanganan wabah ini belum berjalan optimal, baiknya pemerintah juga tidak membebani pikiran dan perasaan masyarakat ke arah yang negatif. Berbagai kebijakan yang dilakukan akhir-akhir ini justru berpotensi menambah beban pikiran masyarakat. Sebut saja tentang pembahasan RUU Omnibus Law, kebijakan pendanaan kursus pra kerja yang menghabiskan dana negara 6.5 triliun yg beraroma “rent seeking”, dan sekarang kebijakan memberi izin masuknya TKA dalam kondisi Covid-19.(bud)