23 April 2025 - 23:03 23:03
Search

Indonesia Butuh Kebijakan yang Inovatif untuk Percepatan Penggelaran Infrastruktur Digital Nasional

WartaPenaNews, Jakarta – Pada Dialog Nasional Ekonomi Digital dengan tajuk Penguatan Industri Telekomunikasi sebagai Infrastruktur Digital Nasional dan Kedaulatan Ranah Siber untuk Mendukung Visi dan Misi Indonesia Maju, yang diselenggarakan dalam rangka HUT ke-26 MASTEL, Ketua Umum MASTEL Kristiono mengatakan bahwa industri telekomunikasi adalah infrastruktur ekonomi digital. Jaringan telekomunikasi nasional adalah dasar terbentuknya internet yang menjangkau dan melayani seluruh masyarakat Indonesia. Dengan internet ini, masyarakat melakukan aktivitas ekonomi. Maka sudah sepatutnya, Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah, memposisikan infrastruktur digital ini sebagai infrastruktur kritikal, yang sama pentingnya seperti jembatan, pelabuhan, jalan raya, dan listrik, bahkan dengan prioritas lebih tinggi, karena merupakan prasyarat dalam membangun ekonomi digital.

Satu diantara isu yang menjadi sorotan dalam Dialog Nasional MASTEL ini adalah percepatan penggelaran jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia. Sebagaimana diatur dalam aturan perundangan tentang telekomunikasi, untuk wilayah yang layak komersial, penggelaran jaringan dan akses komunikasi/internet diserahkan kepada swasta/BUMN. Sedangkan untuk wilayah pedesaan atau daerah terpencil, dilakukan dengan program USO. Maka, agar seluruh warga negara segera terjangkau layanan akses internet yang memadai, diperlukan harmonisasi antara penggelaran jaringan telko oleh para operator dengan penggelaran jaringan di wilayah USO agar tidak terjadi overlapping yang dapat merugikan.

Memang saat ini Pemerintah melalui BAKTI melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Namun apa yang dilakukan oleh BAKTI hanya sebagian kecil pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia. Dari 514 kabupaten kota di Indonesia, pembangunan yang dilakukan oleh BAKTI hanya 57 kabupaten kota saja.

“Selain itu dana yang dimiliki oleh BAKTI juga kecil. Mereka hanya mendapatkan sumbangan dari dana USO operator telekomunikasi. Memang Palapa Ring sudah jadi. Namun yang dibangun BAKTI tersebut baru backbone,” ungkap Kristiono.

Untuk memberikan layanan telekomunikasi yang bisa dinikmati oleh masyarakat selain backbone, Pemerintah juga harus menyediakan backhaul dan last mile. Agar operator mau membangun backhaul dan last mile di daerah USO, menurut Kristiono Pemerintah harus memberikan dukungan penuh. Pembangunan backhaul dan last mile di daerah USO sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah karena operator sudah menyetor dana USO.

“Jika operator harus ditugaskan kembali maka Pemerintah harus memberikan insentif. Seperti memberikan hak eksklusif kepada salah satu operator daerah tersebut. Sebab di daerah USO tidak ada kompetisi. Jika dikompetisikan tak ada operator yang mau,”ujar Kristiono.

Selain itu untuk daerah USO, Pemerintah dapat memberikan insentif berupa subsidi kepada masyarakat dengan menutupi biaya selisih antara biaya operasional operator dengan pendapatan di daerah tersebut. Sehingga yang disubsidi oleh Pemerintah itu adalah layanan telekomunikasi masyarakat di daerah USO, bukan operator penyedia backbone tertentu.

Selanjutnya agar tugas BAKTI efektif dan efesien, Kristiono meminta agar Pemerintah melakukan harmonisasi tugas antara BAKTI dan operator telekomunikasi. Saat ini harmonisasi antara BAKTI dan operator belum pernah terjadi. Ini dapat dilihat dari BAKTI yang memiliki satelit untuk backbone. Kristiono memandang BAKTI yang memiliki satelit “Pembelian satelit oleh BAKTI harusnya diharmonisasi dengan operator. Tujuannya agar BAKTI tidak berkompetisi dengan operator. BAKTI seharusnya menjadi Regulator bukan malah berkompetisi dengan operator telekomunikasi. BAKTI bukan penyelenggara layanan telekomunikasi dan mereka tak patut memiliki lisensi,”papar Kristiono. Logika ini harusnya dipahami karena memang tidak patut seorang konduktor orkestra turut menjadi pemain musik.

Agar pembangunan sarana dan prasarana telekomunikasi lebih cepat dan efisien, Kristiono meminta agar Pemerintah dapat melakukan harmonisasi dan menggembalikan aturan mengenai pembangunan daerah USO tidak hanya dengan menyetorkan dana sebesar 1.25% dari gross revenue kepada Pemerintah. Seharusnya pembangunan layanan telekomunikasi itu dilakukan oleh operator.

Dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi khususnya Pasal 16 sangat jelas disebutkan bahwa operator telekomunikasi harus membangun di daerah USO. Pembangunan sarana dan prasaran telekomunikasi di daerah USO merupakan kewajiban operator penyelenggara jaringan telekomunikasi. Operator telekomunikasi diberi kebebasan untuk memilih kontribusi dengan membangun serta menyediakan sarana dan prasarana atau kompensasi lainnya.

“Bukan malah saat ini operator ‘malas’ membangun dan hanya membayar 1,25% dari gross revenue saja. dengan merasa telah membayar operator tidak memiliki kewajiban membangun jaringan telekomunikasi. Hal itu tidak sejalan dengan semangat dari UU Telekomunikasi,”terang Kristiono. (cim)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait