WARTAPENANEWS.COM – Ekspor komoditas kelapa sawit mengalami penurunan tahun ini jika dibandingkan 2023. Khususnya komoditas Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, mengungkapkan penurunan ekspor minyak sawit mentah terjadi karena kalah pamor dengan minyak bunga matahari. Harga penjualan CPO relatif mahal sementara, harga minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari relatif lebih murah.
Dia pun mencoba menggambarkan situasi itu dengan China, di mana tahun lalu mereka melakukan impor minyak sawit mentah dengan jumlah besar. Namun, tahun ini jumlah ekspor ke negara tersebut mengalami penurunan.
“Negara-negara yang impor sawit kita terbesar adalah China. Terakhir tahun lalu 7,7 juta ton. Kemudian India sekira 5,5 juta ton. Kemudian Uni Eropa sekira 4,3 juta ton. Kemudian Pakistan itu sekira 2,5 juta ton,” ucap Eddy dalam acara diskusi bersama media dengan tema ‘Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian’ di Belitung Timur, Bangka Belitung, ditulis Rabu (28/8/ 2024).
“Tapi yang perlu kita perhatikan adalah penurunan ekspor. Pada tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2023, ini ada sedikit penurunan. Kenapa demikian? Kemarin saya baru kembali dari China, itu ternyata minyak bunga matahari yang tidak disangka-sangka produktivitasnya jauh lebih rendah dari sawit, itu lebih murah dibanding sawit,” jelasnya.
Situasi ini membuat Eddy yang mewakili para pengusaha kelapa sawit Indonesia sempat merasa pesimis. Sebab jika penurunan terus terjadi ia khawatir penjualan ekspor ke China tidak akan mencapai 5 juta ton.
“Saya sampaikan ke mereka (China) bahwa kalau seperti ini terus mencapai 5 juta ton saja cukup berat. Jadi saya minta saran dari mereka apa yang harus kita lakukan,” tambah Eddy.
Dia mengatakan salah satu solusi yang bisa ditawarkan ke pemerintah adalah melakukan penurunan harga jual sementara waktu. Hal ini perlu dilakukan karena sawit bukanlah satu-satunya minyak nabati di dunia.
“Memang ada perlu kebijakan pemerintah. Paling tidak di sini memainkan instrumen fiskal. Artinya pada waktu harga kita tidak kompetitif kita turunkan sementara, kemudian setelah menjadi kompetitif kembali kita naikkan lagi. Misalnya seperti itu,” terang Eddy.
“Sawit ini bukan satu-satunya minyak nabati di dunia. Sawit ini pangsanya 33% di dunia. Artinya masih ada 67% minyak nabati lainnya. Seperti yang tadi saya sampaikan bunga matahari sangat dominan,” tutupnya. (mus)