29 March 2024 - 22:27 22:27

Ketua MIAP: Mengancam Hak Cipta dan Data Pribadi, Praktik Web Crawling dan Web Scraping Harus Diatur Melalui UU

WartaPenaNews, Jakarta –  Pemerintah didorong  untuk membentuk sebuah UU atau Peraturan Pemerintah yang secara khusus mengatur pengoperasian web crawling atau web scraping di Indonesia mengingat praktik tersebut dapat menimbulkan kerugan jika dikaitkan dengan Hak Cipta, Persaingan Ushaha, dan Kerahasiaan Data Pribadi.

Kegiatan web crawling ini adalah kegiatan melakukan pencarian atau scanning dengan menggunakan suatu program atau script otomatis yang relatif simpel, yang dengan metode tertentu melakukan scan atau pencarian ke semua halaman-halaman situs web internet untuk membuat index dari data yang dicarinya. Nama lain untuk web crawl adalah web spider, web robot, crawl dan automatic indexer.

Adanya kegiatan web crawling dan web scraping pada praktiknya telah menyebabkan situs jaringan sosial seperti Facebook dan LinkedIn menerapkan aturan tertentu terkait kegiatan pengumpulan data secara otomatis yang menggunakan tools tersebut. “Hal ini mengindikasikan adanya potensi pelanggaran hak-hak yang dimiliki oleh pengelola situs karena adanya tindakan crawling dan scraping, yang salah satunya dan paling relevan adalah terkait hak cipta,” ungkap Justisiari P. Kusumah, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dalam disertasi Program Doktoral Hukum dengan Tema “Aspek-Aspek Hukum Hak Cipta dalam Tindakan Web Crawling/Web Scraping Pada Kegiatan Ekonomi yang Berbasis Digital”, di Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang, Sabtu (30/11).

Justisiari memberikan beberapa catatan kesimpulan dalam disertasinya terkait praktik web crawling dan scraping tersebut. Pertama, perkembangan teknologi menyisakan ruang ketidakpastian dimana pengoperasian web crawling atau web scraping dalam praktiknya secara nyata berpotensi mengganggu dan menimbulkan permasalahan konflik hukum dan dampak ekonomi pemilik ciptaan.

“Untuk itu dibutuhkan aturan khusus yang dapat dipakai dan dijadikan acuan guna mengetahui apakah kegiatan pelanggaran yang timbul karena adanya kegiatan web crawling dan web scraping tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Hak Cipta yang belum ada dalam hukum positif di Indonesia, khususnya Undang-Undang Hak Cipta,” jelasnya.

Kedua, perbandingan dengan praktik di negara lain dimaksudkan untuk dapat memberi masukan dan pertimbangan terhadap permasalahan yang ada di Indonesia dengan mempertimbangkan sistem hukum yang dipakai apakah berbeda ataukah tidak.

“Setelah melakukan desk research dan memperhatikan putusan-putusan pengadilan dan instrumen hukum yang digunakan di negara lain, hingga saat ini belum terdapat pengaruh yang diberikan atas perlindungan hak cipta terhadap kegiatan web scraping dan web crawling di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa kegiatan web scraping dan web crawling ini masih merupakan isu hukum yang tergolong baru bahkan termasuk di negara-negara maju sekalipun,” papar Justisiari.

Dia mencontohkan, dari beberapa kasus yang terjadi di Amerika Serikat, beberapa potensi permasalahan hukum yang sering timbul terkait dengan pelaksanaan kegiatan web crawling dan web scraping  adalah Computer Fraud and Abuse Act (CFAA), Breach of Contract atau pelanggaran kontrak, Copyright Infringement, dan Trespass to Chattels.

Ketiga, belum terdapat model pengaturan hukum yang dapat diberlakukan untuk mengakomodasi kegiatan web crawling dan web scraping di Indonesia. Menurut Justisiari, selama ini, peraturan-peraturan yang dianggap mengakomodir permasalahan yang berkaitan dengan kegiatan penggunaan informasi, data, dan atau konten dalam kegiatan perekonomian berbasis digital dimana kegiatan tersebut diperoleh dari kegiatan web crawling dan web scraping baru diatur secara implisit dalam UU Hak Cipta, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Perlindungan Konsumen, dan UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan melalui beberapa Peraturan Menteri.
Dari beberapa poin catatan terkait adanya praktik web crawling dan web scraping yang saat ini telah terjadi di Indonesia, Justisiari pun mengungkapkan sejumlah saran bagi pemerintah atau para pihak pemangku kebijakan di Tanah Air.

Menurut Justisiari, Indonesia memerlukan adanya kebijakan perlindungan yang diberikan kepada pencipta dan atau pemegang hak cipta, sebagai pemilik konten, data dan atau informasi yang berada di situs-situs web. “Praktik web crawling dan web scraping yang menjadi concern dalam penelitian ini secara yuridis berpotensi untuk bertentangan dengan prinsip perlindungan hukum bagi ciptaan dalam arti luas. Untuk itu, perlu di rumuskan norma-norma yuridis sebagai perluasan norma-norma hak cipta konvensional agar dapat diterapkan dalam pengakuan dan perlindungan hak cipta secara digital,” katanya.

Kedua, lanjutnya, Indonesia membutuhkan satu payung hukum yang mengatur mengenai kegiatan penggunaan informasi, data, dan atau konten dalam kegiatan perekonomian berbasis digital melalui web crawling dan web scraping. Hal ini diperlukan untuk menjamin kepastian hukum. “Mungkin semangat dari Pemerintah Jilid II saat ini dengan konsep Omnibus Law bisa menjadi inisiasi yang bagus dimana melakukan harmonisasi sejumlah aturan yang ada untuk  secara khusus fokus mengatur praktik web crawling dan web scraping ini,” harapnya.

Dengan demikian, Indonesia memiliki dasar hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang terkait dengan kegiatan web crawling dan web scraping. Namun demikian, penerapan dan pelaksanaan hukum tersebut harus didasarkan pada kasus-kasus riil dengan pendekatan case by case basis.

Dan terakhir, Justisiari menyarankan pemerintah bisa melakukan perubahan dan penyesuaian atas UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang memfasilitasi pengaturan pemanfaatan data dalam kegiatan web crawling dan web scraping dalam kegiatan ekonomi berbasis digital.

Sebab, lanjutnya, di dalam UU Hak Cipta sendiri ada satu pasal yang mengatakan bahwa database merupakan satu ciptaan yang dilindungi karena merupakan obyek ciptaan baru yang muncul. Kendati dalam praktek database tersebut sejatinya dikumpulkan secara daring dari berbagai database yang mungkin merupakan hak cipta orang lain. “Di sini kegiatan mengumpulkan berdasarkan hak orang lain itu berpotensi melanggar UU ITE. Tapi hak cipta dalam UU Hak Cipta Pasal 40 huruf N itu memberikan perlindungan tersendiri bagi data base itu,” katanya.

Untuk itu, Justisiari menegaskan perlunya perubahan atas UU ITE tersebut sehingga diketahui batasan yang jelas mana saja praktik yang dibolehkan dalam web crawling dan web scraping. Dan sejalan dengan perubahan tersebut, perlu dilakukan dengan sosialisasi dan diseminasi intensif mengenai kegiatan ekonomi berbasis digital kepada para aparat penegak hukum, termasuk hakim, jaksa, advokat, serta infrastruktur-infrastruktur pendukung. (cim)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
29 March 2024 - 12:16
Antisipasi Pemudik dari Tol Cisumdawu, Tol Cipali Gelar Uji Coba Contraflow

WARTAPENANEWS.COM -  Tol Transjawa yang menghubungkan kota-kota di Pulau Jawa masih jadi pilihan utama bagi pemudik. Tol Cipali sebagai bagian dari Tol Transjawa, melakukan serangkaian persiapan jelang arus mudik. Salah

01
|
29 March 2024 - 11:14
Polisi Jaga Ketat Gereja di NTT

WARTAPENANEWS.COM -  Guna memberikan rasa aman jelang perayaan Misa Jumat Agung 2024, pasukan Gegana dari personel Brimobda NTT melakukan seterilisasi gereja. Salah satunya di Gereja Katederal Imakulata Atambua, Kabupaten Belu.

02
|
29 March 2024 - 10:12
Tarif Listrik April-Juni 2024 Tidak Naik

WARTAPENANEWS.COM - Pemerintah memutuskan tarif listrik subsidi dan nonsubsidi tidak naik di April-Juni 2024. Meski secara parameter, tarif listrik harusnya mengalami kenaikan. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,

03