WartaPenaNews, Jakarta – Ketahanan Pangan Indonesia diambang titik nadir. Kebutuhan beras yang tinggi belum mampu diakomodir oleh produksi dalam negeri. Impor pangan yang sangat tinggi, di tengah ancaman krisis ekonomi global menjadi tantangan serius buat pemerintah, steakholder serta masyarakat.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi, bagaimana cara mengatasinya serta beragam upaya yang sudah, sedang dan akan dilakukan pemerintah, yang didukung sepenuhnya oleh swasta serta partisipasi masyarakat dipaparkan di Focus Group Discussion “Tantangan dan Peluang Pangan Dalam Negeri”, yang diselenggarakan Indopos.co.id Peluang Pangan Dalam Negeri” – Senin (21/10/2019) di Swiss Belhotel, Pondok Indah – Jakarta Selatan.
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara hingga perseorangan, yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup. Baik dalam jumlah, maupun mutunya . Aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau. Agar masyarakat dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Beragam Upaya Harus Didukung Dengan Keputusan Politik Yang Kuat
Anggota DPR, Herman Khaeron menyampaikan, “Bagi Indonesia, pangan identik dengan beras, karena menjadi makanan pokok utama. Di beberapa daerah Indonesia Timur yang awalnya mengonsumsi sagu, atau jagung, kini beralih pula ke beras. Beras menjadi makanan pokok yang paling penting.
Industri beras menjadi sangat penting dalam bidang ekonomi diantaranya aspek sosial politik, sebagai perekat bangsa, mewujudkan ketertiban dan keamanan. Beras menjadi sumber utama pemenuhan gizi dari kalori, protein, lemak, dan vitamin.
“Namun, masa depan pertanian Indonesia terkendala oleh berbagai permasalahan diantaranya berkurangnya lahan persawahan karena alih fungsi, seperti dijadikan infrastruktur, industri dan perumahan. Hal ini menjadi krusial, karena untuk mencari lahan baru yang cocok untuk pertanian, seperti sawah, sangat tidak mudah.
Selain beragam permasalahan lainnya, yang hanya bisa diatasi dengan keputusan politik yang kuat. Diantaranya, lahan pertanian yang tidak boleh dirubah, agar lahan yang ada tidak menyusut, “katanya.
Menurutnya, diversifikasi pangan menjadi hal penting dan harus dilakukan sepenuh hati agar keberagaman pangan lokal sumber karbo seperti ubi kayu, kentang, jagung, dan sagu, dapat dioptimalkan penyajiannya. Selain upaya memaksimalkan hasil laut seperti rumput laut dan ikan, yang peruntukkannya bisa dialih fungsi sebagai makanan utama.
Seperti yang dilakukan masyarakat Jepang, mengonsumsi ikan dalam porsi besar dan nasi dengan porsi sedikit, ” ujar politisi partai demokrat ini.
Sosialisasi Ketahanan Pangan dan Gizi
Hadir, Kepala Bidang Ketersediaan Pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Rachmi Widiriani, mengatakan, “upaya memperkuat ketahanan pangan dan gizi terus dilakukan dengan beragam cara-cara kreatif. Ini sudah dilakukan sejak tahun 2012 hingga sekarang, “ujarnya.
Ada dua hal penting terkait ketahanan pangan dan gizi. Yang pertama, kecukupan pangan yang bermanfaat untuk kesehatan. Kedua, bagaimana kelanjutan pangan itu diproduksi, ujarnya.
“Seberapa kuat ketahanan pangan dan gizi kita? Pada tahun 2015-2018 ada 177 kabupaten/kota yang meningkat status ketahanan pangannya. Global food security indeks juga naik, dari 74 ke 65. “Selain itu, rata-rata pertumbuhan pangan strategis, terdapat peningkatan. Seperti produksi padi, jagung, cabai, dan sebagainya. Serta dari segi energi yang juga mengalami peningkatan, “katanya.
Alternatif Lahan Pertanian Baru Upaya Sejahterakan Petani
Guru Besar Ilmu Ekonomi IPB, Hermanto Siregar menyampaikan, “lahan pertanian serta sumber komoditi pangan, masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sekarang ini, luas sawah di Bandung berkurang hanya tinggal 100 hektar dan dan Cirebon sekitar 80 hektar. Bisa dibayangkan jika pulau Jawa rusak ekosistemnya. Seharusnya, pemerintah mulai melirik daerah Sumatera dan Kalimantan sebagai sentra pendukung area persawahan di pulau Jawa.
Perlunya perlindungan lahan pertanian karena ancaman konversi lahan dan fragmentasi lahan. Fragmentasi berkaitan dengan pembagian lahan pertanian sebagai warisan. Yang kemudian, peruntukannya bukan difungsikan sebagai lahan pertanian, tetapi dialih-fungsikan. Karenanya, perlu ada perlindungan terhadap lahan pertanian, serta diversifikasi pangan.
Pengamat Pertanian, Khudori mengatakan, “harus ada kebijakan stabilisasi harga pangan harus ada.Pemerintah harus cerdas, memilih serta memilah komoditas mana yang diprioritaskan. Ya harus beras, baru komoditas lainnya. Usulan terbaru berupa subsidi output. Selain menggenjot produksi, petani harus disejahterakan melalui mekanisme harga pasar yang bagus,” katanya.
(bud)