26 April 2024 - 05:52 5:52

Komunitas Masyarakat Tionghoa Tolak dan Desak DPR Cabut RUU HIP

 WartaPenaNews Jakarta  – Komunitas Masyarakat Tionghoa menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Warga ketutunan Tionghoa ini mendersak DPR RI mencabut RUU itu dari agenda prolegnas.

Anggota Komunitas Masyarakat Tionghoa, Lieus Sungkharisma menyayangkan, sejumlah klausul yang tercantum dalam pasal-pasal di dalam RUU HIP telah mengundang kontroversi hingga menimbulkan gejolak di masyarakat.

“Kami mencatat, setidaknya ada tiga hal krusial yang berpotensi mendegradasi Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam RUU HIP itu,” kata Lieus dalam peryatannya di Jakarta, Jumat (3/7/2020) .

Dikatakan Lieus, Komunitas Masyarakat Tionghoa mencatatkan setidaknya ada tiga hal krusial yang berpotensi mendegradasi Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam RUU HIP itu yang banyak diperdebatkan publik.

Pertama, tentang adanya klausul Pancasila yang diperas menjadi Trisila dan akhirnya Ekasila (Gotong Royong). Kedua, kalimat dalam Pasal 7 ayat (2) yang menyebut “Ketuhanan yang Berkebudayaan” yang ditengarai akan menggantikan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, tidak dicantumkannya TAP MPRS XXV/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, serta larangan terhadap setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Atas adanya pasal-pasal kontroversial tersebut, dan demi tidak membesarnya gejolak yang timbul di masyarakat, dikatakan Lieus, Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta menyatakan enam sikap:

1. Berdasarkan pendapat para ahli hukum tata negara bahwa materi RUU HIP banyak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan sejumlah Undang-Undang lainnya, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta berpotensi pula menimbulkan gejolak di masyarakat hingga dapat memecahbelah persatuan bangsa, maka kami Komunitas Masyarakat Tionghoa di Jakarta meminta agar RUU HIP dicabut dari Prolegnas 2020 dan tidak dilanjutkan pembahasannya.

2. Kami meyakini bahwa secara hukum kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara sudah sangat kuat dan sudah final. Landasan Perundang-undangan tentang Pancasila telah diatur di dalam TAP MPRS nomor XX/1966 juncto TAP MPR nomor V/1973, TAP MPR nomor LX/1978, dan TAP MPR nomor III/2000 beserta beberapa undang-undang turunannya. Oleh karena itu tidak perlu lagi dibuat Undang-Undang Baru untuk menegaskan kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara telah disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12/2011; bahwa Pancasila adalah sumber segala sumber hukum. Sedangkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan (Pasal 3 ayat 1 UU No. 12/2011).

3. Memasukkan Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang Berkebudayaan ke dalam pasal RUU HIP dengan alasan historis bahwa itu merupakan pidato Soekarno pada 1 Juni 1945, tidak hanya mereduksi rumusan final Pancasila pada 18 Agustus 1945, tapi juga mengingkari perjuangan, usaha keras, jerih payah dan kesepakatan para founding fathers and mothers Republik Indonesia sebagai peserta sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Hendaklah dipahami bahwa, selama berlangsungnya sidang-sidang BPUPKI, para tokoh bangsa, di antaranya adalah lima tokoh dari Tionghoa yakni Yap Tjwan Bing, Mr. Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoei, Oey Tjong Hauw dan Liem Koen Hian, telah bersepakat untuk mendirikan negara Indonesia berdasarkan lima prinsip yang diusulkan Bung Karno dengan menyingkirkan berbagai sekat perbedaan yang ada. Lima prinsip inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila pada Sidang BPUPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan kemudian ditetapkan sebagai dasar negara.

4. Kami sependapat dengan pernyataan Yap Tjwan Bing dan Oei Tjong Hauw dalam pidatonya pada sidang kedua BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 yang menyatakan bahwa; jikalau ada seseorang yang berbuat salah, jangan bangsanya yang dipersalahkan. Kerakyatan daripada negara merdeka bukan satu barang yang ditawarkan pada orang apakah dia mau atau tidak. Satu negara merdeka harus menetapkan rakyatnya dalam undang-undang. Maka, jika ada yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seharusnya bukan Pancasilanya yang diutak-atik. Dirobah-robah. Diperas-peras. Tapi prilaku dan sikap para pemimpin dan warga bangsalah yang mestinya diintrospeksi. Terutama karena Pancasila adalah buah olah pikir, perjuangan, urun rembug dan kesepakatan para pendiri bangsa yang tidak lahir dari sekedipan mata.

5. Kami meyakini, dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang pluralis, sila-sila dalam Pancasila adalah sudah final dan mengikat. Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaran Perwakilan serta Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah keniscayaan yang seharusnya menjadi dasar negara dan tujuan bersama. Di dalam masyarakat yang ber-Pancasila itulah para elit bangsa seperti tokoh agama, politisi, pejabat pemerintahan, akademisi, seniman, budayawan, wartawan, hakim, jaksa, polisi, tentara, pengusaha dan lain-lain, seharusnya mengambil peran pentingnya masing-masing sebagai wujud pengabdian kepada bangsa dan negaranya.

6. Kami mendesak agar pemerintah dan DPR lebih sensitif dan bijaksana dalam menyikapi aspirasi rakyat atas munculnya berbagai penolakan terhadap RUU HIP ini. Tentunya dengan lebih mengedepankan kepentingan seluruh rakyat serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Itu artinya, pembahasan RUU HIP harus dihentikan dan dicabut dari agenda prolegnas. Dengan demikian kehidupan masyarakat Indonesia yang sedang berjuang menghadapi pandemic Covid-19, bisa kembali kondusif, tenang, tentram dan damai. (rob)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
25 April 2024 - 12:38
Ganjar Tolak Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

WARTAPENANEWS.COM – Usai gelaran Pilpres 2024 ini, Ganjar Pranowo kembali menegaskan dirinya berada di luar pemerintahan. Sikap ini, bukan berarti dia tak hormat pada pemenang pilpres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

01
|
25 April 2024 - 11:14
Pegawai Kementerian ESDM Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Timah

WARTAPENANEWS.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemeriksaan seorang pegawai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah

02
|
25 April 2024 - 10:17
Bocah Temukan Mayat Wanita Membusuk di Dalam Rumah

WARTAPENANEWS.COM – Warga Kecamatan Cihara, Provinsi Banten dihebohkan penemuan sesosok mayat wanita di Kampung Barung Cayut, Desa Pondok Panjang, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak. Mayat yang ditemukan bocah sekitar pukul 13.00

03