Oleh : Salamuddin Daeng*
Mari kita lihat perbandingan laporan keuangan alhir tahun 2020 dibandingkan dengan laporan keuangan akhir tahun 2019, pendapatan pertamina turun dari 54,7 miliar dolar menjadi 41,4 miliar dolar. Pendapatan pertamina tersebut turun sebesar 13,3 miliar dolar.
Penurunan yang sangat besar, belum pernah terjadi dalam sejarah hidup Pertamina. Penurunan pendapatan mencapi 25 %. Angka yang sangat besar mencapai Rp.193 triliun.
Kalau perusahaan ini bukan pertamina, kehilangan 25 persen pendapatan yang angkanya ratusan triliun sudah pasti akan membuat perusahaan manapun langsung gulung tikar.
Mengapa? Karena tidak semua penurunan pendapatan dapat diikuti dengan penurunan biaya atau beban secara otomatis, misalnya beban pemeliharaan, beban penyusutan, beban bunga, beban pajak, beban tenaga kerja tidak bisa menurun.

NAMUN, Pertamina memang hebat. Ternyata beban pokok penjualan dan beban lainnya turun dari 46,6 menjadi 34,5. Penurunan mencapai 12,1 miliar dolar. Kalau dirupiahkan penurunan beban mencapai 175,5 triliun.
Luar biasa kemampuan pertamina menurunkan beban. Jadi setiap satu satuan beban pertamina menurun 1 rupiah, beban perusahaan menurun 0,9 rupiah. Sangat significant.
Ternyata beban pertamina sebagian besar atau 90,9 persen datang dari penjualan segala macam BBM, mulai dari BBM yang memgandung profit, BBM penugasan dan BBM subsidi. Andaikan pertamina menurunkan penjualannya lagi 10 miliar dolar maka pertamina akan dapat mengurangi beban lagi senilai 9 miliar dolar lebih.
Bisa jadi dengan menurunkan penjualan lebih besar lagi, maka pertamina bisa jadi akan dapat meningkatkan keuantungannya atau paling tidak tetap untung. Indikasi paling menonjol adalah di triwulan awal Pertamina rugi, namun secara tahunan ternyata bisa untung. Ada pandemi kopid malah untung. Jadi tragedi membawa berkah.
Konsep manajemen keuangan pertamina ini perlu menjadi contoh. Terutama dalam mengelola BUMN yang lain dalam situasi pandemi copid. Ini manajemen keuangan perlu jadi model. Jadi tidak ada masalah dengan penurunan penjualan sebesar apapun, yang penting adalah kemampuan BUMN menurunkan beban biaya. Jangan pendapatan menurun tapi beban biaya tidak mau menurun. Itu namanya mau enak sendiri. []
*Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)