29 March 2024 - 16:57 16:57

Mewaspadai Kekerasan dalam Pemilu

WartaPenaNews, Jakarta – Masih banyaknya pekerjaan rumah mengenai perbaikan pemilu salah satunya yakni terkait dengan kekerasan pemilu yang masih jadi salah satu soal yang belum serius ditangani. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini di Jakarta, Rabu (13/3).

Titi menilai, secara umum, upaya sistemik penanganan kekerasan pemilu belum berjalan baik di penyelenggaraan pemilu negara berkembang. Pemantauan pemilu dan program pendidikan pemilih jarang dirancang semata-mata atau secara eksplisit untuk mengurangi kekerasan pemilu. Karena itu biasanya tidak dicatat.

“Klaim pemantauan pemilu secara umum berkonsekuensi pada berkurangnya kekerasan pemilu, sulit untuk dibuktikan. Kekerasan pemilu merupakan masalah prinsipil dan kompleks tapi lebih banyak diatasi dengan penyederhanaan,” tuturnya.

Lanjut Titi, kekerasan pemilu berarti tindakan yang menyebabkan cedera atau matinya seseorang atau rusaknya barang kepemilikan pribadi/publik atau ancaman/paksaan fisik/pembunuhan yang berkaitan dengan hak politik warga di konteks kepemiluan. Kekerasan ini terjadi bukan hanya dalam tahapan pemilu tapi juga pada tahap persiapan pemilu dan selesai tahapan pemilu.

“Berdasarkan konsep tersebut, kita bisa memberikan sejumlah bentuk kekerasan pemilu sebagai contoh. Bisa jadi, ada bentuk kekerasan pemilu yang belum masuk pidana pemilu atau malah belum masuk bagian pelanggaran pemilu. Dan bisa jadi, ada bentuk kekerasan pemilu yang malah hukumannya lebih ringan dari bentuk pelanggaran pemilu,” terang Titi.

Titi menerangkan, dalam bentuk peristiwa sejumlah bentuk kekerasan pemilu. Bentrok antarpendukung calon atau partai politik. Tewasnya peserta kampanye dalam tembakan pengamanan massa. Pembakaran kantor penyelenggara pemilu atau partai politik. Ancaman dari militer terhadap suatu pilihan politik pada tahapan pemilu atau tempat pemungutan suara. Pengrusakan alat peraga kampanye (baik kepemilikan KPU maupun pribadi) di tempat dan waktu yang legal.

Di beberapa praktik pemilu di Indonesia atau di luar negeri, praktik kekerasan bisa terjadi karena penghilangan hak untuk dipilih maupun hak untuk memilih. Itu diikuti oleh tindakan tindakan kekerasan.

“Kalau pemenuhan hak pilih tidak dilakukan dengan baik, lalu terbangun pandangan ketidakpuasan terhadap pemenuhan hak mereka, bukan tidak mungkin orang-orang yang memiliki afeksi atau fanatisme politik untuk mendukung salah satu peserta pemilu, mengekspresikan ketidakpuasannya dengan melakukan kekerasan baik fisik, non fisik, ancaman, perusakan fasilitas pemerintah atau properti pribadi,” tambahnya. (*/dbs)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
29 March 2024 - 12:16
Antisipasi Pemudik dari Tol Cisumdawu, Tol Cipali Gelar Uji Coba Contraflow

WARTAPENANEWS.COM -  Tol Transjawa yang menghubungkan kota-kota di Pulau Jawa masih jadi pilihan utama bagi pemudik. Tol Cipali sebagai bagian dari Tol Transjawa, melakukan serangkaian persiapan jelang arus mudik. Salah

01
|
29 March 2024 - 11:14
Polisi Jaga Ketat Gereja di NTT

WARTAPENANEWS.COM -  Guna memberikan rasa aman jelang perayaan Misa Jumat Agung 2024, pasukan Gegana dari personel Brimobda NTT melakukan seterilisasi gereja. Salah satunya di Gereja Katederal Imakulata Atambua, Kabupaten Belu.

02
|
29 March 2024 - 10:12
Tarif Listrik April-Juni 2024 Tidak Naik

WARTAPENANEWS.COM - Pemerintah memutuskan tarif listrik subsidi dan nonsubsidi tidak naik di April-Juni 2024. Meski secara parameter, tarif listrik harusnya mengalami kenaikan. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,

03