WartaPenaNews, Jakarta – Bisnis narkoba menjadi skandal buruknya wajah lembaga pemasyarakatan kita.
Pekan lalu, kerusuhan membuat membuat Rutan Kelas IIB Siak Sri Indrapura, Riau hampir habis dilalap si jago merah, Sabtu (11/5) dini hari. Lebih dari 30 narapidana melarikan diri. Setelah ditelisik, lagi-lagi persoalan bisnis narkoba di dalam rutan tersebut.
Dari informasi yang dihimpun, penemuan narkoba jenis sabu dalam lipatan baju milik narapidana di blok wanita membuat tiga . Setelah diperiksa, ada tiga tahanan terbukti positif mengonsumsi narkoba atas nama IM, Z dan D. Selang setelah dilakukan pemeriksaan, pemberontakan narapidana dimulai.
Penjara Indonesia beroperasi seperti jaringan bisnis yang kompleks, ditopang korupsi, kepadatan penghuni, salah urus dan minimnya sumber daya. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyesalkan terjadinya kerusuhan dan kebakaran di Lapas tersebut.
Kepala Bagian Humas BNN Sulistyo Pudjo Hartono mengatakan, bahwa konsen BNN adalah masih ditemukannya sabu didalam lapas. Sesuai hasil dari pengamatan BNN bahwa sekitar 80 persen lebih pengedar narkoba di Indonesia dikendalikan di lapas.
“Kami BNN menyesalkan kerusuhan di lapas siak. Seharusnya mereka berakhir di lapas untuk rehabilitasi pertanggung jawabkan perbuatannya. Ini sesuai hasil dari pengamatan BNN bahwa sekitar 80 persen lebih pengedar narkoba di Indonesia dikendalikan di lapas,†terangnya, Senin (13/5).
Lebih jauh, Sulistyo berharap Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Dirjen Pemasyarakatan dapat mengantisipasi peredaran narkoba di Lapas. Salah satunya memastikan larangan penggunaan alat komunikasi bagi para Bandar narkoba yang sedang menjalani vonis hukuman di Lapas.
“Harus kita cermati bersama dari departemen kemenkumham juga harus memperkuat dirjen lapas agar lapas bisa jadi tempat yang bebas dari narkoba. Kemudian juga dilapas jangan sampai ada alat elektronik didalam HP terutama bandar yang masih menjalani hukuman,†pungkasnya. (*/dbs)