WartaPenaNews, Jakarta – Penyidik nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, menegaskan kekecewaannya dengan keputusan pimpinan yang memecat dirinya dan puluhan rekannya yang menurutnya dilakukan secara sepihak.
Sebab, Novel beranggapan selama di KPK dirinya giat memberantas rasuah. Namun dengan keputusan pimpinan saat ini, kini malah dirinya yang diberantas.
“Kami berupaya memberantas korupsi yang sungguh-sungguh ternyata justru kami yang diberantas. Tentu ini kesedihan yang serius, saya kira ini juga dirasakan seluruh rakyat Indonesia,” kata Novel kepada awak media, Kamis 16 September 2021.
Novel menyebut, pimpinan KPK selama ini sengaja ingin menyingkirkan dirinya dan rekan-rekannya. Apalagi, kata Novel, upaya penyingkiran terhadap dirinya dan pegawai lainnya terdapat pelanggaran seperti yang ditemukan Komnas HAM dan Ombudsman RI.
“Kenapa kami tahu bahwa ada banyak permasalahan yang jelas, yang nyata, perbuatan melawan hukum, perbuatan manipulasi, perbuatan ilegal yang dilakukan dengan maksud menyingkirkan pegawai KPK tertentu. Itu jelas ditemukan, bukti-buktinya jelas,” jelas Novel.
Lebih jauh Novel mengatakan, KPK bukan hanya milik pimpinan saja, melainkan milik rakyat Indonesia. Saat KPK dipimpin orang yang berani melanggar dan menantang hukum, lanjut dia, bagaimana pemberantasan korupsi ke depannya.
“Bagaimana mungkin ada penegak hukum yang bisa kita harapkan, ketika yang bersangkutan adalah orang-orang yang berani melawan hukum, itu kesedihan yang luar biasa. Kami adalah orang-orang yang memilih jalan untuk berjuang di KPK, jalan untuk memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh, masalah korupsi, masalah yang serius, penting, dan sensitif,” jelasnya.
Diketahui, sebanyak 56 pegawai KPK yang gagal dalam TWK akan dipecat dengan hormat dalam waktu dekat. Mereka hanya bekerja sampai 30 September 2021. Salah satu yang dipecat yakni Penyidik senior Novel Baswedan.
KPK mengakui ada pegawai yang gagal dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang ditawarkan bekerja di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun KPK berdalih bahwa hal itu berdasarkan permintaan pegawai yang bersangkutan.(mus)