9 May 2025 - 19:44 19:44
Search

Paripurna DPR Sahkan RUU Ciptaker jadi UU, Demokrat dan PKS Menolak

WartaPenaNews, Jakarta – Rapat Paripurna DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) menjadi UU.

“Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama maka sekali lagi saya memohon persetujuan di forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?” kata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam rapat paripurna di kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (5/10).

Sebelum mengambil keputusan, seluruh fraksi telah menyampaikan pandangannya terkait dengan RUU tersebut, yaitu enam fraksi menyatakan setuju, satu fraksi memberikan catatan (Fraksi PAN), dan dua fraksi yang menyatakan menolak persetujuan RUU Ciptaker menjadi UU (Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS).

Setelah itu, pemerintah memberikan pandangannya terkait dengan draf akhir RUU Ciptaker sebelum diambil keputusan.

Dalam penjelasannya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Baleg bersama Pemerintah dan DPD RI telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali terdiri atas 2 kali rapat kerja, 56 kali Rapat Panja, dan 6 kali Rapat Tim Perumus/Tim Penyusun (Timus/Timsin).

“RUU Ciptaker hasil pembahasan terdiri atas 15 bab dan 185 pasal yang berarti mengalami perubahan dari sebelumnya 15 bab dan 174 pasal,” ujarnya.

Hal-hal pokok yang mengemuka dan mendapatkan perhatian secara cermat dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan selanjutnya disepakati, antara lain pertama, terkait dengan dikeluarkannya tujuh UU dari RUU tentang Cipta Kerja, yaitu UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers; UU No. 20/2003 tentang Pendidikan Nasional; UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen; UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi; UU No. 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran; UU No. 4/2019 tentang Kebidanan; dan UU No. 20/2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

Kedua, lanjut dia, ditambahkannya 4 UU dalam RUU tentang Cipta Kerja, yaitu UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto UU No. 16/2009; UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU No. 36/2008; UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah jo. UU No. 42/2009; dan UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

“Ketiga, kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS (Online Single Submission), kemudahan dalam mendaftarkan hak kekayaan intelektual (HAKI); kemudahan dalam mendirikan perusahaan terbuka (PT) perseorangan, kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM,” katanya.

Keempat, sertifikasi halal, dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dan bagi UMK diberikan kemudahan dan biaya ditanggung pemerintah, serta memperluas Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat dilakukan oleh ormas Islam dan perguruan tinggi negeri.

Diwarnai Hujan Interupsi

Penetapan RUU Cipta Kerja oleh DPR dihujani interupsi dari Fraksi Partai Demokrat (FPD). Tak urung, suasana sidang menjadi cukup panas.

“Fraksi Partai Demokrat menolak pembahasan RUU Cipta Kerja ini, dan meminta agar ditunda pembahasan terkait pengambilan keputusan RUU Cipta Kerja. Pimpinan kenapa ini terburu-buru pimpinan, rakyat di luar bertanya-tanya, kawan-kawan semua di ruangan ini, jangan sampai di ruangan ini,” kata anggota FPD Irwan.

Kemudian, Wakil Ketua DPR selaku pimpinan sidang Azis Syamsuddin menanyakan apa substansi dari interupsinya.

Irwan menjawab bahwa RUU ini memperparah kerusakan lingkungan, menghilangkan hak-hak di daerah dan menghilangkan hak-hak rakyat kecil. “Kalau mau dihargai tolong hargai..,” kemudian mikrofon Irwan dimatikan.

Azis menjelaskan bahwa pembahasan di tingkat pertama telah dilakukan. Menurut dia, FPD juga ikut pembahasan dalam rapat kerja (Raker), Rapat Panja, Rapat Timus dan Timsin, dan pembicaraan di tingkat pertama telah dilakukan.

“Dan Fraksi Demokrat telah menyampaikan, apa yang menjadi sikap Partai Demokrat tidak hilang dalam rapat paripurna ini,” tegas politikus Partai Golkar itu.

Anggota FPD lainnya Didi Irawadi juga mengajukan interupsi. Didi mengajak pimpinan DPR dan perwakilan pemerintah untuk melihat langsung ke luar. Hari ini, banyak pekerja dan masyarakat yang menderita akibat Covid-19. Tidak bijaksana jika RUU kontroversial ini disahkan hari ini.

Kembali, Azis mempertanyakan apa substansinya. Didi mengatakan bahwa FPD meminta pengambilan keputusan RUU Ciptaker ini ditunda. Dan jika keputusan ini tidak bulat, dia menyarankan mekanisme voting.

“Jika keputusan ini menjadi keputusan yang tidak bulat, kami minta divoting saja. Ini bukan keputusan menang dan kalah. Bukan masalah,” kata Didi.

Namun, Azis meminta agar Didi tidak mengajarkan soal mekanisme pengambilan keputusan kepada pimpinan DPR. “Pak Didi tidak perlu mengajari kami,” pintanya.

Didi menegaskan bahwa pihaknya tidak mengajari pimpinan, tapi ini karena adanya aspirasi dari publik yang demikian luar biasa. Sebagai wakil rakyat yang haknya sama dengan pimpinan DPR, ia berhak menyampaikan apa yang menjadi aspirasi.

“Kalau tidak tercapai saya kira ada mekansime yang dilakukan yakni mekanisme ditunda atau voting,” tegas Didi.

Lalu, Azis pun membacakan 3 Pasal dalam Tatib DPR yakni, Pasal 164, 208 dan 312. Kemudian. Azis pun menanyakan apakah pembacaan sikap dari 9 fraksi yang disampaikan dalam rapat paripurna itu dapat disetujui menjadi sebuah keputusan.

“Setelah kita ketahui bersama, 6 menyetujui secara bulat, 1 menerima dengan catatan Fraksi PAN dan 2 menyatakan menolak (Demokrat dan PKS). Berdasarkan mekanisme Tatib Pasal 312 dan 313, mengacu pada Pasal 164 yang disampaikan tadi, maka pimpinan rapat mengambil berdasarkan pandangan-pandangan fraksi di dalam sidang paripurna. Dapat disepakati?” tanya Azis.

Dan mayoritas anggota yang hadir secara fisik maupun virtual menyetujui dan menyepakati RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Lalu, Azis mengesahkannya dengan mengetuk palu.

Diketahui bahwa Rapat Paripurna ini dihadiri oleh 318 anggota secara fisik maupun virtual, namun mayoritas anggota hadir secara virtual, karena rapat ini baru saja ditentukan pada siang hari ini, atau setengah jam saja sebelum waktu rapat paripurna. (wsa)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait