28 March 2024 - 19:33 19:33

PT Elva Primandiri Ajukan Penetapan Eksekusi Pembayaran Pembangunan Mapolda Aceh ke Pengadilan

WartaPenaNews, Jakarta – PT Elva Primandiri mengajukan permohonan penetapan eksekusi agar pengadilan menganggarkan dalam DIPA tahun berjalan 2019 atau tahun anggaran berikutnya.

Permohonan itu akan diajuak oleh kuasa hukum PT Elva Primandiri, Raditya Yosodiningrat ke Pengadilan Negeri Jakarta Timut, Selasa (13/8).

Raditya mengatakan, permohonon ini diajukan dalam rangka memenuhi isi putusan PN Jakarta Timur register No. 582/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Tim, pada 26 Juli 2012.

Adapun isi putusan itu, pengadilan menghukum tergugat I (termohon eksekusi 1) dan tergugat 2 (termohon eksekusi 2) secara tanggung renteng membayar Rp32,76 miliar sebagai pengembalian uang milik penggugat (pemohon eksekusi) membangun gedung Mapolda NAD tahap II.

“Permohonan itu terpaksa kita layangkan ke pengadilan karena seperti tertuang dalam berita acara Aanmaning, hasil dari pertemuan tersebut, termohon eksekusi bersedia melaksanakan putusan,” ujar Raditya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Menurutnya, hingga sampai batas waktu telah ditentukan di atas, ternyata termohon eksekusi 1 dan 2 dan turut termohon eksekusi tidak melaksanakan isi putusan tersebut.

“Oleh karena para termohon eksekusi merupakan instansi pemerintah, maka berdasarkan ketentuan pasal 50 UU No. 1/2004 tentang Perbendahaan Negara, maka pelaksanaan eksekusi isi putusan membebankan pemenuhan putusan tersebut untuk dimasukan dalam anggaran DIPA,” terang Raditya.

PT Elva Primandiri, kontraktor yang membangun proyek Mapolda Aceh II hingga kini belum mendapatkan pembayaran dari hasil pengerjaan pembangunan yang telah selesai dilakukan pada 2007 lalu.

Padahal, Elva Waniza, Direktur Utama PT Elva Primandiri sudah berkali-kali melakukan upaya penagihan atas haknya tersebut. Termasuk berkali-kali mendatangi langsung kantor Kementerian Keuangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak hadir memenuhi panggilan PN Jaktim. Sedianya, Kamis (20/12/2018) lalu, Sri Mulyani diminta datang ke pengadilan untuk pertemuan Annmaning (teguran) terkait hak tagih pembayaran proyek pembangunan Mapolda Aceh. Panggilan terhadap Sri Mulyani sudah kali ketiga. Namun hingga kini Sri Mulyani atau pihak Kemenkeu tidak pernah hadir.

“Tagihan pembangunan Mapolda NAD II, hingga kini pihak Kementerian Keuangan belum juga membayar kewajibannya kepada pihak kontraktor. Padahal gedung yang berdiri megah, sudah selesai dibangun pada tahun 2007,” ujar Raditya.

Kementerian Keuangan melalui biro hukumnya selalu memberikan jawaban yang tidak beralasan, seperti meminta melakukan audit ulang. Padahal, audit yang dimaksud telah dibuktikan di depan persidangan dan akuntan publik independen telah dihadirkan sebagai saksi.

Dampak dari penundaan pembayaran itu, ujar Raditya, membuat para suplier, dan pihak perbankan yang ikut membiayai pembangunan Mapolda NAD terus menagih utangnya. Bahkan, kliennya sempat mendapat ancaman dan teror karena memiliki utang yang 10 tahun belum dibayarkan.

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Kementerian Keuangan, dahulu bernama Satuan Kerja Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias (tergugat I), dan Polri (tergugat II) secara tanggung renteng membayar kewajibannya kepada PT Elva Primandiri sebesar Rp 32.768.097.081.

Putusan ini kemudian diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. Tak sampai disitu, putusan itu juga kembali diperkuat dengan terbitnya putusan Kasasi Mahkamah Agung nomor 2483 K/PDT/2014. Selanjutnya, upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) yang diajukah oleh pihak tergugat kembali ditolak MA pada tanggal 19 Oktober 2017.

Namun putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) hingga saat ini belum juga dijalankan oleh Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukan Kementerian Keuangan telah melecehkan hukum atas putusan pengadilan tersebut.

Selain dianggap lalai terhadap putusan pengadilan, Raditya juga menilai Menteri Keuangan tak taat terhadap Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 80/PMK.01/2015 tentang Pelaksanaan Putusan Hukum.

Dalam Pasal 2 Permenkeu 80 Tahun 2015 yang mengatur, dalam rangka pelaksanaan putusan hukum yang ditujukan kepada Menteri Keuangan, penerima gak tagih dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk melaksanakan Putusan.

Sementara Pasal 3, putusan hukum yang dimaksud telah mempuyai kekuatan hukum tetap dan terdapat perintah untuk membayar sejumlah uang. (rob)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
28 March 2024 - 12:19
Libur Paskah 29 Maret, Dishub DKI Ganjil Genap Ditiadakan

WARTAPENANEWS.COM - Dinas Perhubungan [Dishub] DKI Jakarta meniadakan aturan ganjil genap saat libur Paskah pada Jumat, 29 Maret 2024. Hal ini disampaikan Dishub DKI melalui akun X yang dilihat  pada

01
|
28 March 2024 - 11:18
Massa Demo di Patung Kuda, Tuntut Prabowo-Gibran Didiskualifikasi

WARTAPENANEWS.COM - Sekelompok massa menggelar aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024). Mereka menuntut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) capres-cawapres 02, Prabowo Subianto-Gibran

02
|
28 March 2024 - 10:12
Lebaran 2024, Jumlah Pemudik Pesawat Diprediksi 7,9 Juta Orang

WARTAPENANEWS.COM -  PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney memprediksi peningkatan jumlah penumpang pesawat pada Angkutan Mudik Lebaran 2024. Diperkirakan mencapai 7,9 juta orang. Angka itu akumulasi dari penumpang yang

03