wartapenanews.com – Presiden Vladimir Putin menuding musuh-musuhnya, Ukraina dan Barat, ingin agar warga Rusia ‘saling membunuh’ saat pemberontakan tentara bayaran swasta Wagner Group pecah pada akhir pekan lalu.
Tudingan tersebut disampaikan Putin dalam pidato keduanya yang dirilis di situs web resmi Kremlin setelah para pemberontak menarik diri, pada Senin (26/6).
Putin mengatakan pemberontakan pada Jumat (23/6) yang dipimpin oleh bos Wagner Group sekaligus mantan juru masaknya, Yevgeny Prigozhin, adalah suatu tindakan pengkhianatan.
Adapun tujuan Prigozhin memimpin aksi tersebut sejak awal adalah untuk melengserkan kepemimpinan militer Rusia, yang dia pandang telah menyerang kamp-kamp unitnya di Ukraina dan membiarkan tentaranya ‘mati sia-sia’ di medan perang tanpa dukungan memadai.
Prigozhin menyerang Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu beserta Kepala Staf Umum Valery Gerasimov atas bergugurannya tentara Wagner selama bertempur dengan pasukan militer negara di Ukraina.
Pria berusia 62 tahun itu tidak memiliki niat untuk menyerang Putin secara langsung atau melengserkan pemerintahannya. Namun, Putin menilai Prigozhin telah ‘menikamnya dari belakang’ dan telah memicu perpecahan dalam negeri.
“Setelah mengkhianati negara dan rakyatnya, para pemimpin pemberontakan ini juga mengkhianati orang-orang yang mereka ajak untuk terlibat dalam kejahatan mereka,” kata Putin.
Selama pertempuran di Ukraina — khususnya saat merebut Bakhmut, Prigozhin memandang Shoigu dan Gerasimov membuat perencanaan buruk yang mengakibatkan kemunduran militer di medan perang.
Prigozhin juga berpendapat, Shoigu telah membohongi Putin dan publik terkait urgensi untuk meluncurkan operasi militer khusus yang dipicu oleh ekspansi NATO ke negara-negara tetangga Rusia.
Namun, di mata Putin justru Prigozhin yang berusaha mengelabui publik melalui pemberontakan itu. “Mereka membohongi rakyat, mendorong mereka menuju kematian, membuat mereka diserang, dan memaksa mereka untuk menembak rakyatnya,” kata Putin.
Pertikaian inilah, menurut Putin, yang merupakan bagian dari skenario Barat untuk menghancurkan Rusia dari dalam.
“Inilah hasil akhir yang diinginkan oleh musuh-musuh Rusia — para neo-Nazi di Kiev, para penyokong Barat mereka, dan pengkhianat-pengkhianat bangsa lainnya,” kecam Putin.
“Mereka ingin tentara Rusia saling membunuh satu sama lain; mereka ingin militer dan warga sipil mati; mereka ingin Rusia kalah pada akhirnya, dan masyarakat kita terpecah belah dan binasa dalam perseteruan berdarah,” imbuhnya.
Meski demikian, upaya ‘kudeta militer’ yang diluncurkan Prigozhin berlangsung sangat singkat. Pada Sabtu (24/6) sekutu dekat Putin, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, turun tangan dan menjadi penengah dalam konflik.
Dalam mediasi itu, kedua pihak sepakat untuk melepaskan tentara Wagner Group yang terlibat dalam pemberontakan dari jeratan pidana — asalkan mereka mengasingkan diri.
Putin menambahkan, para tentara Wagner juga dapat memilih untuk bergabung dengan tentara Rusia melalui penandatanganan kontrak atau pindah ke Belarusia, seperti yang dilakukan Prigozhin.
Bahkan, para tentara Wagner Group yang sebagian besar terdiri dari narapidana Rusia ini diberi pilihan untuk kembali ke rumahnya masing-masing.
“Hari ini Anda memiliki kemungkinan untuk terus melayani Rusia dengan menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan atau lembaga penegak hukum lainnya, atau kembali ke keluarga dan orang-orang terdekat Anda. Siapa pun yang ingin bisa pergi ke Belarus,” jelas Putin.
Gagalnya upaya kudeta militer ini dipuji oleh Putin, seraya menyanjung solidaritas kuat dari sesama rakyat sipil dan jajaran penegak keamanan yang tidak terpatahkan.
“Solidaritas warga sipil menunjukkan bahwa setiap pemerasan, setiap upaya untuk mengorganisir kekacauan internal, pasti akan gagal,” tegas Putin.(mus)