WartaPenaNews, Jakarta – Turki dan Rusia mengumumkan kesepakatan gencatan senjata di Suriah bagian timur laut yang mereka sebut “bersejarah”.
Dalam kesepakatan itu, milisi Kurdi di Suriah timur laut diberikan tenggang waktu selama 150 jam untuk menarik diri setidaknya 32 kilometer dari perbatasan Turki mulai Rabu (23/10/2019) ini.
Turki dan Rusia juga bersepakat menggelar patroli sejauh 10 kilometer dari garis perbatasan Suriah-Turki. Peran itu sebelumnya diemban militer Amerika Serikat, yang kini telah ditarik mundur.
Kesepakatan antara kedua negara tersebut ditempuh menjelang masa kedaluarsa gencatan senjata yang digagas AS guna memberi kesempatan kepada milisi Kurdi untuk menarik mundur.
Melalui kesepakatan yang baru ini, periode gencatan senjata praktis diperpanjang.
Pasukan Kurdi di bagian utara Suriah didominasi oleh milisi Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG), yang dianggap Turki sebagai ancaman pada perbatasannya dengan Suriah.
Setelah pasukan AS mundur, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melancarkan serangan lintas perbatasan pada 9 Oktober.
Rusia, yang bersekutu dengan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, menempatkan pasukan dekat perbatasan lantaran khawatir kawasan itu disusupi kekuatan asing.
Pengerahkan pasukan Rusia kemudian menciptakan kemungkinan bentrokan antara Rusia dan Turki, sesuatu yang ingin dihindari Presiden Erdogan dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Setelah berunding selama enam jam, baik Erdogan maupun Puti mencapai kata sepakat.
Rusia membolehkan operasi militer Turki sehingga kedua kubu terhindar dari potensi konflik.
Kawasan operasi militer Turki membentang sepanjang 120 kilometer antara Kota Ras al-Ain hingga ke Kota Tal Abyad.
Namun, Erdogan dilaporkan menginginkan seluruh bagian perbatasan yang mencakup kawasan sepanjang 440 kilometer dijadikan zona aman.
Pernyataan Turki dan Rusia menyebutkan milisi Kurdi “akan dipindahkan” dari Kota Manbij dan Tal Rifat–keduanya berada di luar area operasi.
Milisi Kurdi belum memberi indikasi apakah mereka setuju dengan seruan itu. (mus)