WARTAPENANEWS.COM – Seleksi calon pimpinan (Capim) dan calon Dewas KPK telah memasuki tahapan profile assessment. Panitia seleksi (Pansel) akan memilih masing-masing 20 orang Capim dan Dewas KPK untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, yakni seleksi wawancara.
Ketua IM57+ Institute–wadah eks pegawai KPK–, Praswad Nugraha, menekankan bahwa tak ada alasan bagi Pansel untuk kembali meloloskan calon yang bermasalah.
Ia mendorong Pansel untuk mencoret nama-nama yang tersandung masalah etik dan integritas, termasuk calon petahana Nurul Ghufron.
“Pesan kami kepada Pansel adalah tidak adanya alasan bagi Pansel meluluskan calon bermasalah. 20 orang haruslah calon-calon yang tidak memiliki catatan hitam terkait integritas,” ujar Praswad kepada wartawan, Jumat (30/8).
“Sebagai contoh, Pimpinan KPK yang memiliki rekam jejak persoalan etik seperti Nurul Ghufron sudah seharusnya tidak lulus,” lanjut dia.
Saat ini, Nurul Ghufron sedang dalam pemeriksaan etik Dewas KPK. Adapun kasus etik Ghufron yang diusut Dewas KPK itu yakni terkait dirinya diduga melanggar etik karena penyalahgunaan wewenangnya untuk membantu mutasi pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan).
Akan tetapi, Ghufron berdalih yang dilakukannya bukan intervensi, melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi anak kerabatnya itu dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
Namun, hal ini dianggap oleh Dewas KPK sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh. Sebab, Ghufron melakukan itu dalam kapasitasnya menjabat sebagai pimpinan KPK.
Bahkan, saat itu Ghufron juga melawan dengan menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta. Alasannya, Dewas KPK mengusut dugaan pelanggaran etik yang sudah kedaluwarsa.
Terkait gugatan itu, PTUN mengeluarkan putusan sela yang membuat proses etik terhadap Ghufron dihentikan sementara. Padahal Dewas KPK hanya tinggal membacakan putusannya saja pada 21 Mei 2024 lalu. Hingga kini, kasusnya masih menggantung.
Praswad melanjutkan, 20 Capim KPK yang akan dipilih untuk ke tahap berikutnya merupakan pembuktian keberanian Pansel dalam mendorong upaya perbaikan kepada KPK.
“20 orang adalah pembuktian apakah Pansel berani untuk memilih pihak yang benar-benar mampu melakukan perbaikan secara radikal pada KPK,” tuturnya.
Oleh karenanya, Praswad meminta Pansel harus tetap mengedepankan independensi dan tak terpengaruh kepentingan politik.
“Pansel harus independen dan tidak terpengaruh oleh keharusan kuota dari instansi penegak hukum lain maupun perwakilan kepentingan politik,” ucap dia.
“Ini pertaruhan Pansel KPK karena pasca ini tidak ada seleksi substansial lagi,” pungkasnya.
Adapun Pansel KPK telah rampung menggelar seleksi Capim dan Dewas KPK untuk tahapan profil asesmen pada 28-29 Agustus 2024 lalu. Hasil tes tersebut akan diumumkan pada 11 September 2024 mendatang.
Wakil Ketua Pansel KPK, Arif Satria, mengungkapkan bahwa nantinya akan ditentukan masing-masing 20 orang Capim dan 20 orang Dewas KPK yang lanjut ke seleksi wawancara.
Wawancara itu juga dilakukan dengan Pansel dan beberapa panelis. Namun Arif belum merinci lebih lanjut soal teknis pelaksanaan tes wawancara ini. Ia hanya menyebut, tes akan digelar sekitar akhir September mendatang.
“Wawancara Panselnya akhir September ya. Nanti akan diinfokan kembali, tapi sekitar itu lah, akhir September,” kata dia di Pusat Pengembangan Kompetensi ASN Kemensetneg, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (29/8).
Tes wawancara merupakan tahapan terakhir dalam proses seleksi Capim dan Dewas KPK. Dari tes tersebut, akan ditentukan masing-masing 10 nama dari Capim dan Dewas KPK untuk diserahkan ke Presiden.
Kemudian 10 nama itu akan diserahkan ke DPR RI untuk mengikuti fit and proper test. DPR akan memilih masing-masing lima nama yang akan menjadi Pimpinan KPK dan Dewas KPK periode 2024–2029. (mus)