WartaPenaNews, Jakarta – Kerusuhan di Malmo, Swedia baru-baru ini menjadi perhatian publik karena menjadi babak baru Islamofobia di Eropa. Kelompok sayap kanan garis keras lagi-lagi berulah menentang kehadiran Muslim, kali ini dengan cara membakar Alquran.
Islam sebenarnya bukan agama baru di Swedia. Islam bukan baru-baru ini datang dari para imigran yang mengadu nasib pasca era 2000an. Islam juga buka diimpor dari para korban perang Timur Tengah yang mencari suaka di Swedia.
Dari kajian Dewan Peninggalan Bersejarah Nasional Swedia, ditemukan bahwa bangsa Viking yang merupakan nenek moyang bangsa Swedia sudah menjalin hubungan dengan Muslim sejak abad ke-7-10. Bangsa Viking pernah menjalin hubungan dagang dengan dunia Islam, dibuktikan koin Arab dari Timur Tengah di pemakaman bangsa Viking.
Dalam sejarah Swedia modern, kelompok Muslim Swedia sebagian berasal dari bangsa Tatar yang berimigrasi dari Finlandia dan Estonia pada 1940an. Gelombang imigran Muslim disusul dari bangsa Timur Tengah pada 1970an. Setelah itu, Muslim dari pecahan negara Yugoslavia dan Somalia ikut menambah populasi.
Buku Islam outside the Arab world karya Ingvar Svanberg menyebut Swedia terbuka untuk menyediakan tempat beribadah bagi komunitas Muslim. Masjid pertama di Swedia ialah Masjid Nasir yang dibangun pada 1976 di Gothenburg dan disusul Masjid Malmo pada 1984. Setelah tahun 2000an, lebih banyak Masjid dibangun di Swedia di antaranya Masjid Stockholm, Masjid Umea dan Masjid Fittja.
Jumlah Muslim di Swedia diperkirakan mencapai 810 ribu orang atau sekitar 8,1 persen dari total populasi pada 2016. Jumlah Muslim diprediksi melonjak sampai 1,1 juta orang atau 11,1 persen dari populasi pada 2050 dalam skenario minimal imigran.
Sedangkan dalam skenario maksimal imigran, jumlah Muslim diprediksi sebanyak 4,4 juta atau 30,6 persen total populasi. Data ini merupakan hasil kalkulasi lembaga riset Pew yang mengkaji pertumbuhan Muslim di Eropa. Sedangkan data resmi jumlah Muslim dari pemerintah Swedia justru tidak ada.
Mungkin tingginya prediksi jumlah Muslim inilah yang dianggap mengancam kelompok sayap kanan Swedia. Mereka khawatir Muslim “menguasai” Swedia. Alhasil mereka melakukan aksi-aksi terencana agar Muslim yang telah tinggal puluhan tahun di Swedia terusir. Termasuk yang dilakukan oleh politisi anti-Muslim Rasmus Paludan.
Sebenarnya tindakan Islamophobia sudah berlangsung secara terpisah-pisah di Swedia. Misalnya kota Skurup yang melarang penggunaan jilbab di institusi pendidikan pada Desember 2019. Keputusan ini diikuti kota Staffanstorp.
Tempat ibadah Muslim juga menjadi sasaran kebencian berdasarkan hasil penelitian ahli sejarah Swedia, Mattias Gardell dari Universitas Uppsala pada 2017.
Gardell melakukan survei pada 173 Masjid di Swedia dengan 106 responden. Hasilnya, 59 persen melaporkan pernah menjadi korban serangan fisik, psikis maupun vandalisme. Sebelumnya, Masjid Bellevue dan Masjid Brandbergen dianggap lokasi perekrutan teroris pada tahun 2000-an.(mus)