IPOL.ID – Penggunaan internet beberapa tahun belakangan meningkat pesan. Pola kerja hybrid dimana seseorang bisa terhubung dari mana saja dan kapan saja, membuat koneksi melalui jaringan menjadi hal utama saat ini. Namun seiring itu, temuan survei SASE Asia-Pasifik Fortinet mneyatakan sebanyak 82 persen responden di Indonesia pernah mengalami sekurang-kurangnya dua kali insiden keamanan.
“Kami menyarankan agar kita semua harus meningkat level keamanan digital, salah satu caranya meningkatkan lapisan-lapisan keamanan, agar ransomware, serangan virus atau apapun itu mampu diantisipasi,” ujar Kelvin Chua, Direktur Sistem Rekayasa Asia Tenggara dan Hongkong untuk Fortinet, saat menjawab ipol.id, dalam media briefing di Jakarta Rabu (30/05/23).
Sebagai informasi, kasus teranyar, Bank Syariah Indonesia terkena serangan siber yakni ransomware. Selama beberapa hari layanan digital BSI mengalami gangguan. Dan hacker telah mengaku bertanggungjawab atas insiden tersebut dan mengancam 15 juta data nasabah bank pelat merah tersebut.

Menurut Kelvin, harus diakui bahwa pertumbuhan koneksi terkelola dan tidak terkelola menyebabkan lonjakan besar dalam jumlah insiden keamanan. Dengan 74 persen perusahaan yang disurvei di Indonesia melaporkan peningkatan pelanggaran keamanan lebih dari tiga kali lipat.
Masih berdasarkan hasil survei di atas, serangan keamanan yang paling banyak terjadi antara lain phishing, denial of service (DoS), pencurian data/identitas, ransomware, dan kehilangan data. Namun, hanya 49 persen perusahaan di seluruh Asia yang memiliki personel keamanan khusus, menjadikan mereka lebih rentan terhadap insiden dan pelanggaran keamanan.
Senada, Edwin Lim, Country Director, Fortinet Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia terus merangkul masa depan digital dan menjadi pemimpin dalam ekonomi digital. Seiring itu, semua pemangku kepentingan dan masyarakat harus semakin menyadari bertambahnya frekuensi dan kecanggihan serangan siber dan pelanggaran data. Kurangnya tenaga ahli dalam industri keamanan siber semakin mempersulit situasi ini.
“Di Fortinet, kami berkomitmen menjembatani kesenjangan keahlian serta memberikan pengetahuan dan kesadaran yang diperlukan tentang keamanan siber kepada seluruh karyawan perusahaan. Solusi SASE Vendor Tunggal kami bertujuan menyederhanakan pengelolaan kebijakan keamanan dan meningkatkan pengalaman pengguna bagi karyawan jarak jauh, guna membantu perusahaan Indonesia mengatasi tantangan keamanan akibat perubahan tenaga kerja,” ujarnya.
Vice President of Marketing and Communications, Asia & ANZ Fortimet. Rashish Pandey mengatakan, kini dunia bergeser ke model kerja hybrid. Perusahaan menghadapi tantangan dalam mengamankan lingkungan ‘branch-office-of-one’, tempat karyawan dan perangkat beroperasi di luar batas-batas kantor tradisional.
Hasil survei di atas menggarisbawahi betapa pentingnya strategi keamanan komprehensif bagi perusahaan, yang mampu mengatasi kompleksitas dan risiko yang muncul akibat pertumbuhan kerja jarak jauh. Ia menjelaskan bahwa SASE Vendor Tunggal, dengan kapabilitas jaringan dan keamanan yang terkonvergensi, terbukti menjadi dobrakan bagi perusahaan yang mencari postur keamanan yang sederhana namun konsisten bagi pengguna di dalam dan di luar jaringan. (timur)