WartaPenaNews,Jakarta – Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) Muhammad Hafiz memberikan penilaian terhadap para menteri Kabinet Indonesia Maju khususnya yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo pada Rabu, 23 Oktober 2019.
Dalam penilaian yang disampaikan HRWG, ada menteri yang terindikasi terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu. “Dipilihnya terduga pelanggar HAM masa lalu sebagai menteri dikhawatirkan akan memunculkan pelanggaran-pelanggaran HAM baru,” kata Hafiz dalam siaran persnya yang diterima wartawan, Rabu (23/10/2019).
Setidaknya ada 5 kementerian yang mendapat sorotan dari lembaga nir-laba ini terkait sosok menteri yang memimpin lembaga kementerian tersebut.
Berikut ke-5 nama menteri itu;
1. Mahfud MD
Jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) yang pada periode sebelumnya ditempati mantan Panglima ABRI Wiranto, kini muncul sebuah terobosan baru dimana Presiden tak lagi mengisi jabatan itu dari kalangan militer. Posisi sipil dalam jabatan Menko Polhukam ini penting karena dapat berimplikasi pada berubahnya pendekatan-pendekatan militeristik yang represif selama ini seperti pada kasus Papua menjadi pendekatan yang lebih sipil. Hal ini diharapkan menjadi sinyal baik dalam penanganan sistem politik, hukum dan keamanan di Indonesia, terutama komitmen untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
2. Prabowo Subianto
Diangkatnya mantan Pangkostrad Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju sebagai sebuah kemunduran. Seperti halnya Wiranto, Prabowo juga adalah seorang politisi yang berlatarbelakang militer dengan indikasi kuat sebagai pelanggar HAM berat masa lalu. Dipilihnya terduga pelanggar HAM masa lalu sebagai menteri dikhawatirkan akan memunculkan pelanggaran-pelanggaran HAM baru, terlebih Indonesia sampai saat ini belum juga meratifikasi International Criminal Court (ICC) yang mengatur soal pendekatan atau penggunaan militer dalam konteks pelanggaran HAM. Selain itu, dipilihnya terduga pelanggar HAM sebagai menteri juga dikhawatirkan akan membuat semakin mandeknya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Kekhawatiran ini juga didasari pada pidato pelantikan Presiden pada 20 Oktober 2019 lalu yang sama-sekali tak menyinggung soal HAM di dalamnya.
3. Fachrul Razi
Fachrul Razi merupakan Perwira Tinggi TNI AD dengan jabatan terakhir Wakil Panglima TNI. Kebaruan ini menjadi catatan, di satu sisi potensial menyelesaikan permasalahan keberagamaan yang selama ini muncul dan melindungi kelompok minoritas secara tegas, namun di sisi yang lain dikhawatirkan akan banyak melakukan pendekatan militeristik dalam penanganan isu-isu beragama di Indonesia. Selama perspektif diskriminatif dan sektarian masih digunakan oleh pemerintah, maka posisi ini potensial mengancam kebebasan beragama atau berkeyakinan.
4. Luhut Binsar Panjaitan
Mantan Perwira Tinggi TNI AD sebagai menteri di kabinet baru Jokowi juga perlu diperhatikan. Apalagi, kementerian yang dipimpinnya merupakan kementerian baru yaitu Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Dengan nomenklatur baru, kementerian ini diubah untuk memiliki kewenangan di bidang penanganan investasi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintahan yang baru memberi perhatian dalam porsi besar terhadap investasi. Dikhawatirkan, alih-alih mewujudkan realisasi investasi yang mengacu pada nilai-nilai yang menjunjung HAM, hal ini justru akan potensial memilih pendekatan yang cenderung militeristik dalam memastikan realisasinya.
5. Tito Karnavian
Diangkatnya Kapolri sebagai Menteri Dalam Negeri juga perlu digarisbawahi. Di satu sisi, peran dan pengalaman Tito Karnavian dalam penanganan isu terorisme dan radikalisme seharusnya dapat dijadikan modalitas untuk lebih melindungi kelompok rentan dan marjinal dari minoritas agama atau keyakinan yang selama ini menjadi korban dari gerakan-gerakan radikal tersebut. Namun, di sisi lain, pengangkatan Tito Karnavian yang sebelumnya adalah Kapolri sebagai Mendagri menjadikannya potensial akan kemungkinan digunakannya pendekatan keamanan yang semakin menguat terutama dalam hal pengawasan kelompok-kelompok yang dianggap mengganggu stabilitas keamanan Negara dan sebagaunya. Terlebih, di masa jabatannya sebagai Kapolri, Tito masih memiliki pekerjaan rumah yang belum diselesaikan, yakni pengungkapan kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, serta kasus pelanggaran HAM terkait penanganan demonstrasi 21-22 Mei 2019 juga demonstrasi 24-30 September 2019. (rob)