29 March 2024 - 05:02 5:02

Sudah Sewajarnya Pemberian Remisi untuk Susrama Dibatalkan

WartaPenaNews, Jakarta – Ketegasan Presiden Joko Widodo benar-benar diuji. Belum tuntas soal Abu Bakar Ba’asyir, kini drama remisi perubahan pidana seumur hidup menjadi pidana penjara sementara untuk narapidana (napi) I Nyoman Susrama, terus mendapat kecaman.

Parahnya, presiden enggan menanggapi protes pegiat pers terkait remisi Susrama yang telah divonisi seumur hidup setelah jelas-jelas dengan keji melakukan tindakan pembunuhan Prabangsa (wartawan Radar Bali).

Pengamat Hukum Yusdianto Alam mengatakan, statmen yang dilontarkan Jokowi tentu memancing kemarahan. Ini yang akan terus menjadi catatan hitam dan menuai gelombang unjuk rasa di berbagai daerah.

“Yang saya tangkap, presiden tak tahu secara detail terkait kasus itu. Wajar jika ia menyatakan urusan remisi ranahnya lapas, dan tekhnisnya ditanyakan ke Menkumhan Yasonna H. Laoly,” terang Yusdianto, akhir pekan kemarin (27/1).

Dosen Ilmu Hukum dan Tata Negara, Universitas Lampung itu menambahkan, Yasonna seharusnya tampil, memberikan penjelasan secara detail. “Paparkan saja alasan-alasan itu. Publik sangat ingin tahu. Apa pertimbangan remisi tersebut. Bila itu bentuk kekeliruan sudah sewajarnya dibatalkannya,” tandasnya.

Menurut Yus-sapaan akrab Yusdianto, ada pihak yang terkait langsung melakukan upaya hukum melalui peradilan untuk membatalkan remisi tersebut. Dan kedepan harus ada regulasi khusus yang mengaturnya.

“Kalau dari sisi pelaku, sebagaimana hukum yang ada, remisi merupakan hak setiap narapidana. Kalau salaha ada dua yang tak boleh diberi remisi, pertama koruptor dan kedua teroris,” ringkasnya.

Dari berbagai sisi ini, sambung Yus, secara otomatis, wibawa dan ketegasan Presiden sangat diuji. “Kalau kasus Ba’asyir sudah menuai kontroversi, ini kembali terjadi, maka sudah sewajarnya Yosana jangan lari. Sampaikan ke publik,” tegasnya.

Sementara itu, aksi serentak mendukung pembatalan remisi Susrama kemarin digelar di sejumlah kota di tanah air. Khusus di Jakarta, aksi dilakukan di Taman Aspirasi Monas, seberang Istana Presiden. Massa terdiri dari berbagai aliansi dan lembaga.

Diantaranya, YLBHI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, LBH Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, AJI Jakarta, dan Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ).

Isnur menerangkan, kampanye penolakan itu merupakan upaya preventif untuk mendorong Jokowi membatalkan remisi Susrama yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29/2018 tentang Pemberian Remisi berupa Perubahan dari Pidana Seumur Hidup menjadi Pidana Penjara Sementara. Susrama berada di urutan 94 diantara 115 napi yang mendapat keringanan hukuman itu.

Bila presiden tidak menggubris desakan itu, Isnur bersama aktivis lain berencana mengambil upaya hukum. Langkah itu nantinya akan diawali dengan mengkaji sejauh mana prosedur dan substansi pemberian remisi tersebut. “Apakah pemberian remisi ini sudah memenuhi prosedur? Itu yang akan kami kaji dulu,” paparnya.

Menurut Isnur, ada celah untuk menilai bahwa remisi tersebut tidak memenuhi prosedur. Misal, dari aspek penelitian kemasyarakatan (litmas). Otoritas pemasyarakatan, khususnya badan pemasyarakatan (bapas) mestinya meminta tanggapan keluarga Prabangsa sebagai upaya litmas tersebut. “Korban (keluarga Prabangsa, Red) harus ditanya, apakah sudah memaafkan apa belum,” jelas Isnur.

Ke depan, Isnur dan kawan-kawan juga akan mendalami lebih jauh apa saja pertimbangan Menteri Hukum dan HAM menyetujui remisi untuk Susrama dan mengusulkannya ke presiden. “Dan saya pikir, penting juga menelusuri pendapat-pendapat korban yang lain terkait dengan Keppres ini, apakah mereka juga menerima pelaku pembunuhan keluarga mereka mendapat remisi?” ungkapnya.

Pendapat serupa disampaikan Ketua Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Erick Tanjung. Dia mengatakan remisi Susrama tidak sejalan dengan semangat keadilan yang ditunjukkan lembaga peradilan. Sebab, sebelumnya, upaya banding yang dilakukan pelaku juga ditolak pengadilan. “Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya terdakwa April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010,” ujarnya.

Selain mencabut remisi, negara perlu mendorong pengungkapan kasus-kasus pembunuhan jurnalis yang telah lama berlalu tanpa kejelasan. Berdasarkan data AJI, hingga saat ini masih ada delapan kasus lainnya yang belum tersentuh hukum.

Delapan kasus itu, di antaranya pembunuhan wartawan Harian Bernas Yogya Fuad M Syarifuddin (Udin) di tahun 1996, pembunuhan Herliyanto wartawan lepas harian Radar Surabaya pada 2006, kematian Ardiansyah Matrais wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV di 2010, serta kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya pada 2010. “Kami meminta Presiden Joko Widodo menuntaskan delapan kasus pembunuhan jurnalis lainnya, kata Erik.

AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas. “Ini membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menyatakan pihaknya tidak bisa mencampuri keputusan presiden memberi grasi atau remisi terhadap seorang terpidana. Termasuk yang diberikan terhadap terpidana pembunuhan wartawan seperti Susrama.

Meskipun demikian, menurut dia presiden tentu mendengarkan pertimbangan berbagai pihak. “Apakah pembunuh wartawan itu memang harus diberatkan dari koruptor yang juga mendapatkan remisi, misalnya,” ujar Stanley saat dikonfirmasi kemarin.

Hanya saja, sampai saat ini pihaknya belum mengetahui apa pertimbangan presiden dalam memberikan keringanan terhadap Susrama. “Dalam pemberian grasi (kepada Susrama) kami juga tidak pernah dimintai pertimbangan oleh pemberi grasi,” lanjutnya.

Padahal, dalam sejumlah kasus kekerasan terhadap wartawan, Dewan pers acapkali dilibatkan. Baik oleh kepolisian ataupun Lembaga peradilan. Bentuknya bukan pelibatan secara langsung. Biasanya, Dewan pers hanya dimintai keterangan sebagai ahli. Baik saat pemeriksaan di tingkat penyidikan ataupun saat persidangan.

Meskipun demikian, lanjutnya, Dewan Pers bukannya tidak berupaya. “Kami konsen jangan sampai para pembunuh wartawan ini mendapatkan kemudahan-kemudahan,” tutur pria 59 tahun itu. Dorongan tersebut dilakukan karena hukuman terhadap pembunuh wartawan diharapkan memiliki deterrent effect kepada semua pihak.

Kasus pembunuhan Prabangsa dan vonis seumur hidup terhadap Susrama harus menjadi pelajaran. Tidak boleh ada lagi ada pihak manapun yang melakukan kekerasan, apalagi sampai membunuh seorang wartawan. “Karena wartawan itu sebetulnya bekerja untuk kepentingan publik,” tambah mantan Wakil Ketua Komnas HAM itu. (dbs)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
28 March 2024 - 12:19
Libur Paskah 29 Maret, Dishub DKI Ganjil Genap Ditiadakan

WARTAPENANEWS.COM - Dinas Perhubungan [Dishub] DKI Jakarta meniadakan aturan ganjil genap saat libur Paskah pada Jumat, 29 Maret 2024. Hal ini disampaikan Dishub DKI melalui akun X yang dilihat  pada

01
|
28 March 2024 - 11:18
Massa Demo di Patung Kuda, Tuntut Prabowo-Gibran Didiskualifikasi

WARTAPENANEWS.COM - Sekelompok massa menggelar aksi unjuk rasa di Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2024). Mereka menuntut hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi pasangan calon (paslon) capres-cawapres 02, Prabowo Subianto-Gibran

02
|
28 March 2024 - 10:12
Lebaran 2024, Jumlah Pemudik Pesawat Diprediksi 7,9 Juta Orang

WARTAPENANEWS.COM -  PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney memprediksi peningkatan jumlah penumpang pesawat pada Angkutan Mudik Lebaran 2024. Diperkirakan mencapai 7,9 juta orang. Angka itu akumulasi dari penumpang yang

03