WartaPenaNews, Jakarta – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China tidak selamanya merugikan sejumlah negara, ada beberapa negara yang meraup keuntungan atas kondisi tersebut seperti Vietnam.
Lalu bagaimana dengan Indonesia, apakah sama dengan Vietnam bisa memanfaatkan perang dagang menjadi keuntungan bagi perekonomian Indonesia?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core), Piter Abdullah melihat Indonesia sulit untuk memanfaatkan peluang perang dagang tersebut. Sebab ekspor terus mengalami pelemahan.
“Indonesia sangat sulit memanfaatkan perang dagang. Tidak mudah, tidak mungkin bisa,†kata Piter, Senin (17/6).
Menurut Piter, satu peluang yang bisa dimanfaatkan Indonesia adalah mendorong volume ekspor. Juga yang dilakukan saat ini menggenjot produk-produk manufaktur yang pertumbuhannya terus menurun.
“Pertumbuhan manufaktur kita selama beberapa tahun terakhir di bawah 5 persen. Kontribusi manufaktur kita terus turun,†ujar Piter.
Namun, Piter meminta pemerintah untuk tidak mengandalkan produk manufaktur untuk mendongkrak perekonomian dari perang dagang tersebut. Sebab tidak mudah dalam waktu singkat akan menikmati hasil.
“Tidak bisa dalam waktu singkat (manufaktur) menjadi andalan kita. Ujug-ujug kita menjadi negara ekspor barang-barang manufaktur itu tidak mungkin terjadi,†tutur Piter.
Di samping, kata Piter, yang mesti diwaspadai adalah banjir produk-produk asing ke Indonesia. Pasalnya selama ini Indonesia pasar empuk barang impor.
“Kita ini menjadi sasaran empuk (barang impor) sekarang ini. Masalah ini harus kita pikirkan ke depan,†ucap Piter.
Sementara Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda menjelaskan kenapa sebagian negara mendapatkan dari perang dagang karena investor China atau AS akan mencari negara lain untuk kegiatan produksinya, salah satunya Vietnam sebagai salah negara tujuan investor.
“Selain itu ada Taiwan dan kemungkinan Malaysia. Pemerintah harusnya melihat peluang yang sama karena kita serumpun dengan Vietnam dan Malaysia. Secara kepasitas juga sebenarnya tidak kalah,†kata Huda.
Sayangnya, karena banyak kendala di Indonesia sehingga investor tidak mau ambil risiko berinvestasi di Indonesia.
“Namun nampaknya Indonesia bukan menjadi negara ‘pelarian’ utama karena faktor-faktor seperti birokrasi, SDM, teknologi kita masih jauh dibandingkan negara tetangga. Faktor upah juga berpengaruh, sedangkan di kita relatif lebih tinggi,†pungkas Huda.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia sudah merasakan dampak buruk dari perang dagang.
Pasalnya Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah menaikkan bea impor terhadap berbagai produk China senilai 200 miliar dolar AS menjadi 25 persen.
Nah aksi saling balas bea impor itu mengguncang perekonomian dunia dan mengganggu rantai pasokan global. Dampaknya sektor ekspor terus tergerus. (*/dbs)