WartaPenaNews, Jakarta – Â Survei dari Standard Chartered mendapati bahwa pandemi COVID-
19 berpengaruh secara signifikan terhadap keuangan pribadi secara global. Sekitar 50% orang
Indonesia (dan 1/3 orang secara global) telah mengalami penurunan penghasilan. Lebih dari
setengahnya mengantisipasi bahwa pandemi ini akan berpengaruh terhadap penghasilan
dan/atau pekerjaan mereka secara lebih lanjut.
Namun demikian, Indonesia termasuk negara yang orang-orangnya cukup percaya diri (85%)
bahwa mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk berkembang di masa depan yang
semakin mengarah ke digital (dibandingkan angka global: 77%), sementara 83% orang Indonesia
(angka global: 68%) merasa memegang kendali atas keuangan pribadi mereka. Angka tersebut
merupakan yang tertinggi dibandingkan negara-negara lain yang disurvei. Kaum muda (usia 18-
34 tahun) dan mereka yang di negara berkembang adalah yang paling percaya diri akan
keterampilan mereka dan siap untuk bekerja paling keras untuk merealisasikan peluang di dunia
pasca-COVID-19.
Studi yang dilakukan Standard Chartered ini terhadap 12.000 responden dewasa berlangsung di
12 negara: Hongkong, Taiwan, RRT, Singapura, Indonesia, Malaysia, India, Uni Emirat Arab,
Kenya, Pakistan, Inggris dan AS. Studi ini menawarkan pandangan terhadap kesejahteraan
finansial mereka dan prospek pekerjaan di masa sulit ini dan bagaimana bank-bank berperan
dalam membantu mereka mengelola keuangan mereka.
Hasil survei ini mengungkapkan perbedaan yang mencolok antara realitas keadaan keuangan
yang dihadapi orang-orang dan kepercayaan diri mereka terhadap masa depan. Hal ini dapat
dijelaskan dengan kemauan – terutama kaum muda dan mereka yang berada di negara
berkembang – untuk bekerja lebih keras, mengambil langkah-langkah untuk menyesuaikan aliran
pendapatan dan bila memungkinkan belajar keterampilan untuk mendapatkan pendapatan yang
lebih banyak.
Pandangan pascawisuda: mencari pekerjaan atau memulai usaha baru?
Dengan banyaknya siswa yang lulus atau meninggalkan sekolah di tengah resesi global, generasi
muda lebih bersedia, atau mampu, untuk beradaptasi dengan keadaan saat ini. Secara global,
Millenial dan Generasi Z lebih mungkin merespons krisis dengan memulai bisnis baru.
PUBLIC
Bila dibandingkan rata-rata global (46%), orang Indonesia (80% di usia 18-44, dan 77% di usia
di atas 45 tahun), jauh lebih cenderung mempertimbangkan membuka usaha baru untuk
meningkatkan pendapatan. 87% orang Indonesia (angka global: 75%) di usia 25-34 tahun
berminat untuk punya pendapatan kedua, sementara 82% orang Indonesia (angka global 77%)
di usia 18-44 tahun berminat belajar keterampilan baru.
Ben Hung, CEO of Retail Banking, and Wealth Management and Regional CEO for Greater
China & North Asia, Standard Chartered, mengatakan: “Orang-orang muda di seluruh dunia
telah sangat terpukul oleh dampak ekonomi dari pandemi ini. Banyak dari mereka status
pekerjaannya tidak aman, atau baru lulus dan diperhadapkan pada kondisi pasar kerja yang sulit.
Namun kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, dan kesediaan mereka untuk bekerja keras,
terutama di negara-negara yang tumbuh cepat, memberikan harapan bagi pemulihan
pascapandemi.â€
Secara global, tingkat fleksibilitas, kemampuan beradaptasi, kepercayaan diri dan kewirausahaan
cenderung menurun seiring bertambahnya usia, meskipun juga – atau mungkin karena – generasi
yang lebih tua memang lebih mapan dalam karier mereka.
Kesenjangan antargenerasi ini bahkan lebih tajam ketika membandingkan negara maju dan
berkembang. Mereka yang berada di ekonomi global yang mapan tidak hanya kurang percaya
diri bahwa mereka memiliki keterampilan digital yang dibutuhkan untuk berkembang di tengah-
tengah kelesuan ekonomi, tetapi juga kurang bersedia untuk beradaptasi dan mengambil
langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Di Indonesia, 80% orang memilih untuk bekerja lebih keras untuk dapat lebih maju, dibandingkan
harus mengurangi waktu kerja dengan bayaran yang lebih sedikit. Persentasi tersebut sedikit di
bawah Kenya, Cina Daratan, India dan Pakistan. Sementara itu, AS (38%) dan Inggris (39%)
memiliki proporsi tertinggi orang-orang yang lebih menghargai waktu luang dibandingkan uang.
Peran digital dalam keuangan pribadi
Dalam hal pengelolaan keuangan pribadi, 83% orang Indonesia merasa memegang kendali atas
keuangan pribadi mereka, sementara 90% tetap merasa bahwa mereka ingin menjadi lebih baik
lagi dalam mengelola keuangan mereka. Letak geografis juga berpengaruh terhadap hasil survei.
Responden di Kenya (93%), Cina Daratan (85%), Malaysia (83%) dan India (82%) juga ingin
mengelola keuangan mereka dengan lebih baik, dibandingkan dengan para responden di Inggris
(48%) dan AS (63%).
Pandemi ini telah menjadi katalis pertumbuhan perbankan daring, dengan lebih dari setengah
responden di dunia kini lebih banyak menggunakan layanan-layanan daring, perubahan ini juga
terlihat lebih jelas di pasar dengan pertumbuhan cepat. Contohnya, peningkatan penggunaan
perangkat mudah bergerak (mobile) untuk jasa-jasa perbankan paling terlihat di India (79%), Uni
Emirat Arab (72%) dan Kenya (69%). Orang-orang di Pasar dengan pertumbuhan cepat seperti
Indonesia (84%), Kenya (91%) dan India (84%), lebih cenderung ingin bank membantu mereka
meningkatkan rasa percaya diri dalam mengelola uang secara digital.
Andrew Chia, CEO Standard Chartered Bank Indonesia, mengatakan: “Bank memiliki peran
untuk membantu orang mengelola uang mereka dan menyediakan alat yang membuat layanan
perbankan menjadi lebih mudah sehingga mereka dapat fokus melangkah menuju pemulihan.
Selama pandemi ini, kami melihat bahwa klien kami di Indonesia lebih banyak mengarah ke
layanan digital Standard Chartered yang sudah ada, seperti aplikasi SCMobile dan SC Online
Banking untuk klien ritel kami melakukan transfer dana bahkan transaski reksa dana melalui
aplikasi mobile atau desktop mereka, dan Straight2Bank untuk klien-klien korporasi kami.†(cim)