wartapenanews.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita tiga bidang tanah mantan Menkominfo Johnny G. Plate, tersangka dugaan korupsi BTS Bakti Kominfo.
Penyitaan dilakukan di Desa Warloka, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, kemarin Rabu (7/6).
“Tim Penyidik dan Tim Pelacakan Aset pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus melakukan penyitaan terhadap 3 bidang tanah seluas 11,7 HA milik Tersangka JGP [Johnny G Plate],” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/6).
“Kegiatan penyitaan terkait dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2022,” imbuh Sumedana.
Plate adalah salah satu tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukung Paket 1,2,3,4, dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020 sampai dengan 2022.
Adapun lima paket proyek yang ditangani BAKTI Kominfo itu berada di wilayah 3T, yakni terluar, tertinggal, dan terpencil, seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan NTT.
Proyek tersebut diinisiasi sejak akhir 2020 terbagi atas dua tahap dengan target menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T hingga 2023. Tahap pertama, BTS berdiri ditargetkan di 4.200 lokasi rampung pada tahun 2022 dan sisanya diselesaikan tahun 2023.
Setidaknya ada beberapa temuan yang menunjukkan kejanggalan pada mega proyek ini. Bahkan disebut korupsi sejak dini, sejak perencanaan dimulai.
Indikasi proyek BTS dikorupsi sejak dini, dari laporan itu disebut nampak dari fiktifnya studi kelayakan. Praktik korupsi itu kemudian berlanjut hingga pengondisian tender dan eksekusi di lapangan.
Diduga, terjadi manipulasi pertanggungjawaban progres proyek sehingga seolah-olah pencairan 100% dapat dilaksanakan terlebih dulu Proyek BTS mestinya dikerjakan selama 3 tahun, ternyata dirancang selesai hanya dalam satu tahun.
BPKP sudah menyerahkan laporan kerugian negara yang ditimbulkan korupsi ini kepada Kejaksaan Agung. Nilainya hingga Rp 8 triliun lebih.
Kerugian keuangan negara tersebut, terdiri dari tiga hal: biaya untuk kegiatan penyusunan kajian pendukung, mark-up harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun. (mus)