WARTAPENANEWS.COM – Enam nelayan kapal pencari tuna KM Sri Mariana ditemukan tewas di kapal oleh petugas Ditpolairud Polda Banten, tepatnya di Pulau Tempurung, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Banten, pada Minggu dini hari (4/8). Sembilan rekannya ditemukan dalam kondisi sakit.
Belum diketahui penyebab para nelayan itu tewas dan sakit. Tim Kementerian Kesehatan masih menelusuri kasus tersebut.
Menkes Budi Gunadi Sadikin menduga terkait dengan penyakit dari virus, bakteri atau fungus, mengingat petugas yang mengevakuasi para korban menggunakan pakaian berupa Alat Pelindung Diri atau hazmat.
Saedi, nelayan KM Sri Mariana yang selamat mengungkapkan detik-detik 6 orang rekannya tewas saat tengah berlayar mengarungi Samudera Hindia sebelum ditemukan oleh petugas.
Saat itu, kata Saedi, semua awak kapal merasa cemas dan takut. Apalagi mereka melihat satu per satu rekan mereka sakit dan meninggal dunia dalam rentang waktu yang berdekatan.
Awalnya, seorang nelayan bernama Rifki asal Parungpanjang, Bogor mengeluhkan sakit di bagian dada. Keluhan Rifki itu, kata Saedi, menjadi awal suasana di kapal yang biasanya ceria berubah menjadi mencekam.
Terlebih, menurut Saedi, korban pertama yang meninggal justru merupakan orang yang paling humoris di antara seluruh awak kapal KM Sri Mariana.
“Satu korban ini awalnya dia sakit, dan orang itu sering bercanda, dan saat itu kita dia bercanda, nggak menganggap dia sakit. Setelah dia sesak napas, dia bilang asma. Yang pertama ini almarhum Rifki itu meninggal saat kita bangun tidur, jadi kita bangun tidur dia udah meninggal, itu tanggal 14 Juli (2024),” kata Saedi ditemui di depan Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Kota Cilegon, Selasa (6/8).
Setelah Rifki meninggal, tiba-tiba seorang rekan lainnya bernama Agung asal Rangkasbitung mulai mengeluhkan sakit di bagian dada hingga akhirnya meninggal pada tanggal 19 Juli 2024.
“Itu kejadiannya dia sehat, terus badannya lesu, dua hari dia kena engap (sesak), sakit dada dan meninggal,” kata Saedi.
Kepanikan sempat dirasakan sejumlah nelayan di KM Sri Mariana saat korban ketiga bernama Rohmat asal Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, kembali sakit secara misterius.
Bahkan, menurutnya, saat itu korban sempat meminta untuk bersandar lantaran ingin berobat ke rumah sakit dikarenakan merasakan nyeri tak tertahan di bagian kaki dan dada.
Namun, permintaan korban untuk bersandar saat berada di Perairan Bengkulu tak digubris oleh pihak perusahaan. Sebab saat itu kapal KM Sri Mariana akan langsung berlayar ke Jakarta.
“Awalnya dia (Rohmat) sakit kaki, akhirnya nggak bisa jalan, mulai bengkak, buang air besar, buang air kecil itu saya yang ngurus, saya yang ngasih makan dan minum, hampir sebulan penyakitnya itu. Dia sempat minta untuk kapal disandarkan biar dia bisa berobat, karena sudah enggak kuat,” terangnya.
“Tapi dari perusahaan berkata disuruh pulang ke Jakarta aja karena tidak ada yang ngurus di Pulau Bengkulu, di Enggano. Terus dua hari berikutnya dia sesak napas dan meninggal di tanggal 27 Juli 2024,” imbuh Saedi.
Tak berhenti sampai di situ, tutur Saedi, hanya berselang dua hari berikutnya, penyakit misterius itu pun kembali memakan korban keempat bernama Irfan asal Nusa Tenggara Barat (NTB).
Setelah itu, lanjutnya, korban kelima dan korban keenam atas nama Abdul Mujaeni asal Jakarta dan Agung asal Magetan, Jawa Timur, mengalami hal serupa hingga akhirnya meninggal dunia.
“Jenazah keempat itu meninggal di tanggal 29 Juli 2024. Lalu korban yang kelima itu di tanggal 1 Agustus 2024, awalnya dia biasa cuma engap, dan kena serangan engap terus meninggal jam 4 subuh,” ucap Saedi.
“Dan di hari yang sama tanggal 1 Agustus di jam yang berbeda itu menyusul korban keenam, meninggal juga,” sambungnya. (mus)