WartaPenaNews, Jakarta – Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto bekerja sama dengan lembaga penelitian dan laboratorium Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan produsen vaksin Bio Farma memulai penelitian untuk menguji coba plasma darah penyintas Covid-19 sebagai alternatif terapi pasien.
Meski demikian, peneliti mewanti-wanti bahwa, jika berhasil, terapi plasma darah tersebut bukanlah obat massal untuk Covid-19 dan kriteria donor plasma darah masih perlu diperjelas.
Profesor Amin Soebandrio, kepala LBM Eijkman, mengatakan bahwa pengobatan Covid-19 dengan memakai plasma darah penyintas tidak bisa dipakai untuk kalangan umum layaknya obat biasa.
“Perlu dicatat bahwa pengobatan ini sangat individual, tidak bisa dianggap sebagai mass treatment, seperti misalnya kita membuat obat `x` dan bisa dipakai semua orang, dengan dosis yang sama misalnya tiga kali sehari satu tablet misalnya, tidak demikian,” kata Amin.
“Donornya harus dipastikan aman, produknya harus aman dan penerimanya harus dipastikan ketika menerima itu dia tetap aman. Jadi betul-betul individual, tidak bisa dianggap sebagai obat yang dipakai ramai-ramai.”
Selain itu, kriteria pasien sembuh dari Covid-19, yang plasma darahnya dipakai dalam uji klinis ini, masih harus diteliti lagi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mengatakan bahwa belum bisa memastikan bahwa mereka yang sembuh dari virus corona akan kebal dari virus tersebut. Ada kemungkinan mereka bisa terjangkit kembali, kata WHO.
Ketika seseorang terjangkit Covid-19, sistem kekebalan tubuh mereka merespons dengan menciptakan antibodi, yang menyerang si virus. Lama-kelamaan antibodi ini terkumpul dan bisa ditemukan di plasma, komponen cairan darah.
Selama ini penderita Covid-19 dinyatakan sembuh jika hasil tes swab tenggorokannya negatif selama dua pengujian dengan reagen virus corona secara berturut-turut. Namun, pakar biologi molekuler Ahmad Rusjdan Utomo mengatakan hal tersebut tidak lagi relevan.
“Kita mulai baca laporan dari berbagai jurnal [ilmiah] itu ternyata tidak cukup kalau swab tenggorokan atau nasal, mungkin juga swab dari rektal atau anal. Karena virus ini kan clearance -nya atau salah satu jalur keluar dari tubuh adalah melalui rektum, jadi kalau dari rongga atas sudah bersih, pastikan rongga bawahnya sudah bersih apa belum,” kata Ahmad.
Otoritas kesehatan dan peneliti di seluruh dunia berlomba-lomba menemukan vaksin dan terapi yang paling efektif.
Ahmad mengatakan bahwa pasien Covid-19 yang sudah sembuh di China tidak langsung dilepas ke masyarakat dan mereka harus dikarantina lagi selama dua minggu. Mereka juga dimonitor secara berkala dengan tes.
“Kelemahan [uji klinis plasma darah] karena kriterianya masih moving target, apa kriteria sembuh? Lalu apa kriteria donor? Apakah cukup dengan PCR tes dua kali, dengan periksa tenggorok, dan jika itu bersih apakah itu cukup? Karena orang bisa kena [virus corona] lagi. Ketika ia sembuh belum tentu kebal. WHO juga sudah mengeluarkan datanya,” jelasnya.
`Butuh 45 menit`
Salah satu penyintas Covid-19 di Indonesia yang sudah menyumbangkan plasma darahnya untuk uji klinis tersebut adalah Ratri Anindyajati, atau pasien 03.
Ratri mengatakan bahwa awalnya ia tak langsung yakin akan berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
“Waktu awal di-approach sama Kemenkes melalui RSPAD [Gatot Soebroto] kan dibilangin, iya nih, ternyata ada penelitian bahwa plasma darah yang sudah sembuh bisa bantu yang sedang sakit. Tapi karena aku pribadi bukan orang medis sama sekali jadi begitu dikasih tahu bahwa itu nanti darah merahku diambil semuanya, terus masuk ke sebuah mesin, disaring plasma darahnya, itu takut saja sebenarnya. Itu bagaimana sih konsepnya? Mesinnya seperti apa?” kata Ratri.
Ia lalu memikirkan permintaan tersebut selama dua minggu, yang dipakainya untuk pelan-pelan membaca dokumen yang diberikan oleh pihak rumah sakit sebelum menandatangani pernyataan yang menunjukkan kesediaannya menjadi donor plasma darah.
Pihak rumah sakit, kata Ratri, sabar menanti sampai ia siap dan bersedia menjadi donor.
“Begitu [plasma darah] kita diambil, sakitnya itu seperti ada jarum masuk, jarumnya tebal banget sih, aku belum pernah lihat jarum pengambilan darah sebesar itu,” ujar Ratri. (mus)