wartapenanews.com – Kekhawatiran akan menyebarnya konflik di Ukraina kian meningkat. Kiev menuduh pada Selasa (26/4), Kremlin mencoba menciptakan kerusuhan di wilayah separatis Moldova pro-Rusia, Transnistria.
Pihak berwenang di Transnistria mengatakan, ledakan telah merusak dua tiang radio yang menyiarkan program berbahasa Rusia. Mereka juga melaporkan penyerangan terhadap salah satu unit militernya.
Hingga saat ini, masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas serangan pada Selasa (26/4) itu.
Otoritas lokal menyalahkan Ukraina. Sementara itu, Ukraina menyebut ledakan itu sebagai dalih Rusia untuk menyeret Transnistria dalam konflik mereka.
Gerbang Barat
Dalam beberapa dekade terakhir, Rusia telah menempatkan sejumlah pasukannya di Transnistria. Pada Selasa (26/4), militer Ukraina mengatakan, pasukan Rusia di sana telah ditempatkan dalam posisi siaga.
Rusia telah menginvasi Ukraina dari timur, selatan, dan utara. Ukraina lantas khawatir Rusia akan menambahkan pintu masuk baru di Transnistria. Sehingga, mereka dapat menyerang dari barat pula.
Transnistria memiliki populasi campuran penutur bahasa Rumania, Rusia, dan Ukraina. Wilayah itu telah menjadi masalah bagi pemerintah Moldova selama lebih dari tiga dekade.
Transnistria telah berada dibawah kendali otoritas separatis yang didukung Rusia. Perebutan itu terjadi sejak perang kelompok separatis melawan pemerintahan Moldova pada 1992.
“Transnistria dibuat secara artifisial untuk membuat Moldova terancam sepanjang waktu,” kata mantan wakil perdana menteri Moldova, Alexandru Flenchea, dikutip dari AFP, Rabu (27/4).
Pekan lalu, seorang pejabat militer Moskow melaporkan tindak penindasan terhadap penduduk penutur bahasa Rusia di Moldova. Presiden Rusia Vladimir Putin mengeklaim diskriminasi serupa di Ukraina untuk menjustifikasi operasi militernya.
Klaim ini pun memicu kewaspadaan bahwa Moldova akan menjadi target invasi selanjutnya setelah Ukraina.
“Rusia ingin mendestabilisasi wilayah Transnistria,” tuduh penasihat presiden Ukraina, Mykhaylo Podolyak.
“Bila Ukraina jatuh, besoknya pasukan Rusia akan tiba di gerbang Chisinau,” tambahnya, merujuk pada ibu kota Moldova.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, turut mengungkap kekhawatiran. Guterres lantas segera menyelidiki laporan dari Transnistria.
Kekhawatiran serupa digaungkan oleh Amerika Serikat (AS). Namun, pihaknya mengambil langkah berhati-hati. AS memilih untuk tidak mendukung tuduhan Ukraina terhadap Rusia.
“Kami sepenuhnya mendukung kedaulatan dan integritas teritorial Moldova,” papar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price.(mus)