WartaPenaNews, Jakarta – Bali berusaha mengembalikan diri sebagai destinasi utama wisata di Indonesia dengan membuka diri di tengah pandemi COVID-19, namun sekarang tempat kremasi menjadi kewalahan menerima jenazah untuk dibakar.
Desa Bebalang adalah salah satu tempat yang menjadi lokasi pengambilan film “Eat, Pray, Love” yang dibintangi oleh artis terkenal Hollywood Julia Roberts.
Namun sekarang desa kecil di Bangli tersebut menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi mereka yang meninggal karena COVID-19.
Dengan meningkatnya penularan virus di pulau tersebut, mereka yang bekerja di Krematorium Bebalang mengatakan mereka kewalahan untuk melakukan upacara pembakaran mayat.
Krematorium tersebut merupakan satu dari sedikit tempat yang khusus diperuntukkan bagi mereka yang meninggal karena atau dicurigai mengidap COVID-19.
Angka resmi kematian karena corona di Bali sejauh ini adalah 241 orang.
People in full PPE stand watching a funeral pyre burn Upacara kremasi menurut kepercayaan Hindu masih dilakukan untuk mereka yang diduga meninggal karena COVID-19. (ABC News)
Sebelum pandemi, krematorium yang diberi nama Sagraha Mandra Kantha Santhi hanya melakukan kremasi satu jenazah dalam sehari.
“Belakangan ini kami menerima 8 sampai 10 jenazah dalam sehari, bahkan pernah menerima 18 jenazah,” kata kepala krematorium I Nyoman Karsana.
Inilah kenyataan sekarang di pulau Dewata tersebut yang beberapa bulan sebelumnya yang tampaknya berhasil menangani penyebaran corona di saat di bagian lain di Indonesia penyebaran tinggi.
A group of women and girls walking up a narrow street in the Balinese countryside Ribuan orang turis lokal tiba di Bali setiap harinya sejak dibuka kembali di akhir Juli. (AP: Firdia Lisnawati)
Risiko membuka diri untuk turis
Tingkat kematian karena corona di Bali termasuk yang paling cepat di Indonesia, sejak pulau tersebut membuka diri untuk kedatangan turis lokal 31 Juli lalu.
Sejak pariwisata dibuka kembali, jumlah kematian karena COVID-19 di Bali naik lima kali lipat dan tingkat penularan juga naik dua kali lipat.
Delapan dari sembilan kabupaten di Bali sekarang masuk dalam zona merah.
Menurut epidemiolog Dr I Gusti Ngurah Kade Mahardika, sedikitnya jumlah tes COVID-19 yang dilakukan membuat susah untuk mengetahui tingkat penularan sebenarnya.
“Jumlah tes harian rendah sekali,” katanya.
“Data yang saya miliki menunjukkan hanya sekitar 600-700 orang dites setiap hari, jadi kita tidak bisa mengetahui situasi sebenarnya.”
Sekitar empat ribu orang turis lokal tiba di Bali setiap hari sejak 31 Juli, yang menjadi penyebab menyebarnya virus di pulau tersebut, menurut Dr Mahardika.
“Pembukaan kembali Bali menimbulkan eforia bagi warga lokal. Mereka berpikiran Bali sekarang sudah dibuka, sehingga mereka bebas melakukan apa saja, dan mereka kemudian memenuhi tempat-tempat wisata,” katanya. (mus)