22 April 2025 - 14:50 14:50
Search

Nadiem Makarim Lakukan Terobosan Relevan di Dunia Pendidikan

WartaPenaNews, Jakarta – Belum genap tiga bulan semenjak didapuk jadi Menteri Pendidikan serta Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim lakukan terobosan relevan di dunia pendidikan nasional dengan dengan sah meniadakan ujian nasional.

Dalam Rapat Pengaturan Mendikbud dengan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia di Jakarta, Rabu (11/12/2019), Nadiem Makarim memperjelas tahun 2020 adalah akhir kali diadakan Ujian Nasional dengan format yang sampai kini berlaku.

Mulai tahun 2021 ujian nasional ditukar dengan proses penilaian kompetensi minimal serta survey ciri-ciri.

Nadiem menerangkan, penilaian kompetensi minimal tidak didasarkan pada mata pelajaran tetapi disederhanakan jadi dua hal yaitu literasi serta numerasi.

“Literasi yang disebut itu tidak cuma potensi membaca ya, Bapak serta Ibu. Tetapi potensi menganalisis suatu hal bacaan, potensi pahami atau mengerti ide dibalik tulisan itu.”

“Itu yang penting! serta numerasi yang disebut potensi menganalisa beberapa angka.” tegas Nadiem.

Berlainan dengan proses UN sampai kini yang sentralistik alias disiapkan oleh negara, penerapan penilaian alternatif UN ini diberikan seutuhnya pada sekolah.

“Di UU pendidikan kita jelas disebut pelajari penilaian siswa dikerjakan oleh guru serta asesmen untuk kelulusan dipastikan oleh sekolah.”

“Jadi beberapa hal seperti masalah ujian yang semula hadir dari Kemendikbud atau Pusat itu tidak ada desakan .” kata Mendikbud di Jakarta.

“Jadi sekolah seperti banyak sekolah sekarang punyai skema penilaian sendiri yang lebih holistik tidak cuma pilihan ganda saja, dapat melalui esay, projek, hasil karya.”

” Pikirkan berapakah pengembangan yang dapat dikerjakan sekolah serta guru penggerak.”

“Jadi semangatnya ialah kembalikan esensi UU kita untuk memberikan kemerdekaan sekolah dalam menginterperetasikan kompetensi fundamen kurikulum jadi penilaian mereka sendiri yang lebih pas untuk murid mereka, untuk wilayah mereka serta untuk keperluan evaluasi mereka.” kambahnya.

Persiapan bermacam

Penawaran ide pendidikan yang lebih memerdekakan sekolah serta guru ini disikapi bermacam.

Guru sekaligus juga Wakil Kepala Sekolah SMPN 30 Jakarta Utara, Irwan Mainur contohnya akui jadi pengajar dianya sudah terlatih dengan kebijaksanaan pendidikan yang seringkali sekali bergonta ubah.

Tetapi menurut dia faksi guru serta sekolah butuh lebih disediakan supaya bisa mengaplikasikan ide Pendidikan Belajar Merdeka yang ditargetkan Mendikbud Nadiem Makarim ini dengan benar.

“Walaupun pergantian itu tuturnya memudahkan serta memerdekakan guru dalam mengajar, tetapi pada praktiknya akan menyusahkan sebab guru dituntut untuk berkreatifitas tetapi di lain sisi terdapat beberapa pekerjaan administrasi yang perlu ditangani serta tidak ada habis-habis.” Katanya.

“Sekolah harus juga membuat penilaian sendiri, membuat masalah itu bukan masalah gampang. Itu tidak bisa asal-asalan, tidak bisa sebatas buat masalah, tetapi harus ada bagian psikologi, guru harus kreatif cari langkah yang dapat menggelitik logika siswa.”

“Khawatirnya kelak jika guru tidak siap, jadi ya tinggal mencarinya masalah saja untuk penilaian serta jatuhnya hanya jadi normalitas. Efek negatifnya dapat buka kesempatan permainan jual beli masalah .” tuturnya .

Untuk menghadapi ini, guru Bahasa Inggris ini memandang kemampuan serta wacana guru butuh dinaikkan.

“Guru butuh dikasih peluang untuk tingkatkan potensinya lewat training di Instansi professional. Dikasih peluang untuk cari rujukan macam cara belajar serta materi evaluasi yang kreatif dari Instansi pendidikan lain baik di atau luar negeri.” imbuhnya.

Sesaat pendidik lainnya akui senang dengan kebijaksanaan pendidikan yang baru dikeluarkan Mendikbud baru ini.

Yuli Pinasti, founder Sekolah Alam Kampung Sawah di Depok, Jawa Barat menyebutkan ujian nasional memang pas dihapus.

“Menurut aku ini kebijaksanaan yang benar-benar pas. Ujian Nasional yang diadakan sampai kini cuma mengukur potensi akademis saja, sesaat potensi lainnya tidak di hargai.”

“Walau sebenarnya tiap anak berpotensi unik semasing.” papar Yuli Pinasti pada ABC.

“Apabila merujuk ke UU No. 2 thn 2003 klausal 3, peranan pendidikan itu kan supaya tiap orang itu dapat meningkatkan kekuatan khasnya, bukan diseragamkan menjadi sama semua yang tercermin di skema UN sampai kini.” imbuhnya.

Yuli Pinasti akui ide evaluasi di sekolahnya telah mengambil kebijaksanaan baru ini Mendikbud Nadiem Makarim.

“Dengan format penilaian baru ini menurut aku sekolah harus open minded, harus berani move on untuk mengubah kurikulum old-nya jadi kurikulum modern. Sekolah harus berani ambil langkah serta harus ingin bekerja bersama dengan orang-tua dalam lakukan pemantauan ketertarikan anak supaya valid hasil observasinya.” Tuturnya.

Sadar dengan beragamnya tingkat persiapan ini, Nadiem Makarim mengatakan cara alternatif UN ini jadi pilihan. Sekolah yang merasakan belum dapat melakukannya memiliki hak untuk masih melakukan penilaian dengan cara UN yang lama.

“Ini seutuhnya hak sekolah, jika belum siap memiliki hak gunakan skema UN lama, tetapi buat sekolah yang telah siap, kesempatan kali ini jangan disia-siakan.” tegas Menteri berumur 35 tahun ini.

Tidak hanya meniadakan UN, kebijaksanaan Belajar Merdeka Mendikbud Nadiem Makarim meliputi ketentuan baru sekitar skema zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru serta dasar pengaturan Gagasan Penerapan Evaluasi (RPP) oleh guru serta sekolah.

UN tidak bermanfaat

Semenjak pertama-tama dikeluarkan tahun 2003 lalu, Ujian Nasional (UN) yang dipakai jadi cara untuk memastikan ketentuan kelulusan siswa pada tingkat SD, SMP serta SMA ini sudah lama memetik pro serta kontra.

Tidak hanya dipandang salah target, UN dilihat jadi proses yang benar-benar memberatkan siswa serta budget. Tahun 2019 ini saja, penerapan ujian nasional mengisap budget sampai Rp 210 Miliar. Sesaat menurut pengamat pendidikan, Budi Trikorayanto penerapan UN sampai kini tidak bermanfaat.

“Walau sebenarnya UN sekarang tidak bermanfaat, pemborosan juga. Untuk penerimaan di PT (Perguruan Tinggi) tidak digunakan (SNMPTN gunakan rapor, SBMPTN gunakan tes sendiri) yang disaksikan SKHUN (surat Info Hasil Ujian Nasional),” sambungnya.

Animo atas penghilangan UN ini dikatakan Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang dalam rilisnya mengatakan Ujian Nasional (UN) pas dihapus.

Mereka menjelaskan proses UN sampai kini menghalangi beberapa anak di Indonesia meningkatkan potensi daya logika mereka dan tidak menggerakkan anak didik meningkatkan ketertarikan serta bakatnya.

Sebaliknya tujuan belajar mereka cuma pada kelulusan.

“Tapi yang mereka kerjakan ialah lakukan semua jenis langkah untuk memperoleh nilai tinggi di ujian nasional. Hingga UN ikut berperan serta pada makin berkurangnya potensi beberapa anak. Jadi UN tidak membuat pendidikan kita lebih baik, sebab beberapa orang pada belajar cuma untuk bagaimana lulus ujian,” kata Ketua Biasa IGI Muhammad Ramli Rahim dalam info tertulisnya.

Selain itu beberapa pelajar menyongsong senang dihapuskannya Ujian Nasional.

‘Wah seneng sekali, soalnya UN itu kalau untuk SMA sebetulnya kan tidak punya pengaruh sekali bikin ke kampus.”

“Tetapi umumnya masih jadikan tolok ukur orang pinter apa tidak, aku tidak begitu sepakat dengan itu, soalnya ketertarikan orang kan berberlainan harusnya tidak disama ratakan,” kata Prameswari, 15 tahun, siswi kelas 11 SMA 3 Jakarta.

“Harusnya memang dihapus saja, agar tidak kebanyakan ujian, soalnya di kelas 12 kita dipush beberapa macam ujian, sebelum UTBK, ada ujian praktik, uas, belum juga nanti ujian mencari sekolah . Pusing serta stress sekali,” kata Aulia Damayanti, 16 tahun, siswi SMA di Jakarta yang lain.

Dengan dihapuskannya ujian nasional, skema pendidikan di Indonesia ikuti beberapa negara lain yang sudah menghapus ujian akhir seperti Singapura, Jepang, Jerman, Finlandia dan Australia. (mus)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait