6 May 2024 - 00:02 0:02

Bantar Gebang Overload, Klise Memuluskan Proyek Bakar-Bakar Sampah

WartaPenaNews, Jakarta – Bukan barang baru, diduga Bantar Gebang selalu jadi kambing hitam Pemprov DKI Jakarta untuk memuluskan rencananya membangun fasilitas (proyek) bakar-bakaran sampah.

“Pernyataan tentang kapasitas Bantar Gebang yang sudah atau hampir overload sering keluar dari pernyataan pemerintah beberapa tahun belakangan untuk merespon dinamika rencana pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah (PLTSa) dan insinerator,” kata Direktur Eksekutif WALHI DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi di Jakarta dikutip dari Indoposonline.id, Selasa (10/8/2021).

“Masih kita ingat dalam catatan kita pada tahun 2019 lalu Pemprov DKI mengeluarkan penyataan bahwa TPST Bantar Gebang overload. Statement ini seolah merespon situasi Perpres No.18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah yang dibatalkan MA kemudian lahir Perpres No. 97 Tahun 2017 Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, didalam Perpres ini terselip (lampiran II Perpres) Program PLTSa (pembangkit listrik berbasis sampah),” tambahnya.

Hingga kemudian muncul Perpres No. 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (PLTSa).

Dia menambahkan, di tengah situasi tata kelola persampahan Jakarta yang juga tidak kunjung ada kemajuan signifikan, kebijakan pusat seolah menjadi preseden bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. “Bahwa sampah kelak ujung-ujungya dibakar” dengan teknologi PLTSa dan atau insinerator (termal).

“Kebijakan pusat dan ketidakseriusan pemerintah DKI seperti permainan saling menangkap bola. Sama-sama tidak mampu mengelola sampah,” tandasnya.

Kemudian lanjutnya, kapasitas Bantar Gebang sudah tidak lagi memadai adalah sebuah fakta, namun apa penyebabnya? Penyebab utamanya adalah pemerintah yang seharusnya melakukan upaya untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah tidak dijalankan dengan maksimal.

“Inilah yang menjadi kunci dasar pengelolaan sampah, atau biasa kita sebut membatasi sampah ditingkatan sumber. Pemerintah pusat tidak ambisius mengejar pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas segala sampah dari produk dan turunannya,” ujar Tubagus.

Kumpul, angkut, buang terus dilakukan hingga saat ini yang membuat Bantar Gebang mengalami overload. Bahkan ini terus dilakukan bersamaan ketika Pemprov DKI mengumumkan Bantar Gebang overload.

Sementara, rencana Bangun Insinerator di Tebet, menurutnya, teknologi yang dipaksakan. Perlu diingat dalam Peraturan Daerah (Perda) No.03 Tahun 2013 tugas Pemprov DKI adalah memanfaatkan dan memfasilitasi penerapan teknologi pengolahan sampah yang berkembang pada masyarakat untuk mengurangi dan/atau menangani sampah.

Tubagus menjelaskan, insinerator bukanlah teknologi yang berkembang pada masyarakat. Artinya, dengan membangun insinerator pada skala kecamatan di Tebet keluar dari tugas Pemprov DKI. Bahkan data Dinas Lingkungan Hidup Jakarta pada tahun 2019 yang menyatakan bahwa TPS 3R masih jauh dari ideal dan berencana memperbanyaknya tidak disadari oleh instansinya sendiri.

Sedangkan insinerator yang akan dibangun di Tebet mengambil pilot atau contoh dengan yang ada di Soreang, Bandung juga sebuah kejanggalan. Sebab, saat uji coba cerobong mengeluarkan asap hitam. Bahkan saat ini beroperasinya pun tidak efektif, atau seringkali tidak beroperasi.

Berdasarkan pemantauan WALHI Jawa Barat, fasilitas di Soreang tersebut terdapat keluhan warga yang rumahnya tepat sekali berada di belakang fasilitas insinerator. Berupa gangguan polusi terbawa angin dan sering masuk hingga ke pemukiman. Tidak hanya di pemukiman, warga lain sering juga mengeluhkan berupa rasa bau yang mengganggu penciuman warga sekitar fasilitas.

Salah satu fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah edukasi. Sementara penggunaan teknologi bakar-bakaran sampah di dalam RTH (Taman Tebet) bukanlah edukasi yang baik. Apalagi untuk dipertontonkan kepada publik dalam model pengelolaan sampah.

Bahwa pengelolaan sampah ditingkatan sumber, berbasis 3R, berbasis pada teknologi yang berkembang pada masyarakat hanyalah sebatas teks dalam kebijakan. Kemudian pembangunan insinerator dan PLTSa menjadi seolah penting.

“Karena niat awalnya adalah dengan cara cepat yakni dibakar. Sementara penerima dampak terburuknya adalah generasi mendatang, tentu jauh dari pikiran pemerintah saat ini,” tutupnya. (ibl)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
4 May 2024 - 12:14
Mal Rabinza di Lebak Hangus Terbakar

WARTAPENANEWS.COM – Kebakaran hebat terjadi di Mal Rangkasbitung Indah Plaza (Rabinza), Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, pada Sabtu (4/5/2024) dini hari. Informasi diperoleh, peristiwa itu terjadi pukul 00.25 WIB.

01
|
4 May 2024 - 11:13
Mayat Pria Ditemukan Tanpa Busana di Perumahan Sukabumi

WARTAPENANEWS.COM – Warga di Perumahan Frinanda, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, digegerkan dengan penemuan mayat pria dalam kondisi telanjang. Kejadian tragis tersebut terjadi di rumah blok B1 Nomor 1

02
|
4 May 2024 - 10:06
Exit Tol Jagorawi Arah Puncak Macet, Contraflow Diberlakukan di KM 44

WARTAPENANEWS.COM – Kemacetan terjadi di exit Tol Jagorawi arah Puncak pagi ini, Sabtu (4/5). Ini disebabkan wisatawan yang akan berlibur ke kawasan Puncak pada weekend. Informasi dari Jasa Marga, kemacetan

03