WartaPenaNews, Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, pemanfaatan fasilitas pemerintah bagi pendukung menerbitkan sertifikasi halal bisa dilakukan, jika ada persetujuan dari kementerian terkait atau Surat Keputusan Presiden yang menyatakan kantor wilayah Kementerian Agama bisa dijadikan perwakilan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Harus ada asesment baik itu peraturan menteri atau keputusan Presiden yang menyatakan Kanwil Kemenag seluruh Indonesia menjadi perwakilan BPJPH,” ujar Ikhsan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/10/2019).
Sebelumnya Kepala BPJPH Sukoso mengatakan, pihaknya akan memanfaatkan fasilitas pemerintah yang telah tersedia sebagai instrumen atau sarana pendukung untuk dapat menerbitkan sertifikasi halal.
Apa yang dimaksud dengan sarana pendukung di sini adalah dengan memanfaatkan Kanwil Kementerian Agama sebagai perwakilan BPJPH di seluruh wilayah Indonesia. Ini dipersiapkan guna menjalankan mandatori sertifikasi halal yang mulai berlaku tanggal 17 Oktober 2019.
Namun Ikhsan menilai peryataan Kepala BPJPH itu tak bisa dipertanggung jawabkan. Pasalnya, tidak seluruh Kanwil Kemenag bisa dijadikan kantor perwakilan BPJPH untuk menerbitkan sertifikasi halal. Apalagi hingga saat ini 240 auditor belum tersertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sesuai Pasal 13 UU JPH, Lembaga Pemeriksa Halal LPH wajib memiliki auditor halal minimal 3 orang yang sudah diakreditasi oleh BPJPH dan MUI.
Terkait pemakaian labotarium di sejumlah peeguruan tinggi di tingkat provinsi dan kabupaten, Ikhsan mengatakan selayaknya labotarium yang akan digunakan telah mempuyai akreditasi dari MUI.
Hal ini guna menjamin produk halal yang diuji di labotarium itu tidak terkontaminasi dengan produk lainnya yang tidak halal. “Tempat dan alat yang dipergunakannya pun harus terpisah tak bercampur dengan yang lainnnya,” pungkas Ikhsan. (rob)