WartaPenaNews, Jakarta – Kemauan setiap pelajar bela diri ialah untuk berlatih praktik seni bela diri yang ia dalami di negara asal. Berikut pengalaman pesilat Jerman yang berlatih di Yogyakarta. Oleh Juan Carlos Nicolas Gomez.
Sebelum saya mulai belajar seni bela diri Pencak Silat, saya sudah punyai rekan dari Indonesia dan sudah seringkali bertandang ke negara ini. Tapi saya harus menanti selama sembilan tahun, sampai mendapatkan peluang untuk menjawab pertanyaan: “Dimana orang berlatih Pencak Silat?” dan “bagaimana latihan Pencak Silat dilaksanakan disana?”
Yang langsung bisa saya katakan ialah, penuh rasa ngilu dan penuh semangat. Itu yang saya rasakan.
Memang saya sebelumnya sudah menduga jika berlatih pencak Silat di Indonesia tentu akan kuras tenaga, dan saya tahu saya akan diterima disana dengan hangat. Tetapi saya betul-betul tidak memperkirakan jika latihan Pencak Silat di Indonesia ternyata benar-benar keras, dan pada saat yang sama saya mendapatkan banyak sahabat.
Yang saya tujuan dengan “keras” di sini yaitu contohnya tenaga yang Anda butuhkan untuk melsayakan push up 100 kali.Serta kami berlatih di atas lantai yang keras, termasuk meloncat, bergulingan dan jatuh ke lantai. Badan lecet, kepala benjol dan ngilu di sekujur badan masih saya rasakan lebih seminggu setelahnya setelah sesi latihan itu. Penambahan kelembapan udara tinggi yang membuat semua semakin susah.
Ini sebenarnya hitungan matematis yang mudah saja: Di Indonesia saya sudah berkeringat jika cuma berjalan kaki selama dua menit di luar, seperti jika saya berlatih selama beberapa saat di Jerman. Lalu apa yang terjadi jika saya berlatih selama beberapa saat di Indonesia? Benar, saya dan pakaian latihan saya basah kuyup, seperti jika saya menceburkan diri dengan pakaian itu ke kolam penuh air. Tidak ada sejengkal juga sisi pakaian yang kering.
Indonesien | Pesilat – indonesische Kampfkünstler (Private)
Tapi, apa yang saya rasakan di halaman Masjid Agung dekat Kraton Yogyakarta saat melsayakan satu jurus Pencak Silat benar-benar susah dilukiskan, dan itu meniadakan semua rasa ngilu dan kecapekan. saya saat ini sudah membayangkan begitu senangnya untuk berlatih disana.
Fakta lain kenapa saya saat ini sudah kangen untuk berlatih disana ialah pertemuan dengan teman-teman pendekar. Semua demikian ramah, penuh perhatian dan penuh rasa ingin tahu tentang pengalaman saya. Mereka menjemput dan bawa saya ke tempat latihan, habiskan sangat banyak waktu untuk persiapan, supaya saya betul-betul dapat belajar sangat banyak dalam tempo demikian singkat.
saya diantar untuk melihat obyek-obyek wisata dan kami makan bersama dan menceritakan panjang lebar. Memang, saya sudah cukup lancar berbahasa Indonesia, tetapi kalaulah kita tidak dapat berbahasa Indonesia, pembicaraan tetap dapat diteruskan dengan berbagai cara. saya harus katakan, jarang saya bertemu dengan beberapa orang yang demikian ramah.
Jadi saat ini pertanyaan saya tentang tempat dan bagaimana orang berlatih Pencak Silat di Indonesia sudah terjawab. Tetapi saat ini ada pertanyaan baru: “Bagaimana saya dapat membalas keramahan dan kebaikan yang diperlihatkan rekan-rekan saya ini?” saya janji untuk sering-sering bertandang kesana, untuk menemukan jawabannya.
Yang tentu dapat saya katakan ialah, ada dua alasan buat saya untuk kembali pada Yogyakarta. Untuk berlatih Pencak Silat disana, termasuk mengalami semua rasa ngilu dan peluh, dan untuk bertemu dengan rekan-rekan saya, makan-makan dengan enjoy dan bercakap panjang tentang Pencak Silat dan kehidupan. (mus)