11 May 2024 - 12:36 12:36

Menkominfo Sarankan Jangan Pakai Aplikasi VPN, Ini Resikonya

WartaPenaNews, Jakarta – Aplikasi virtual private network (VPN) kini jadi pilihan alternatif warga net di tanah air untuk bisa mengakses sosial media, pasca dibatasi oleh pemerintah pada 22 Mei 2019 lalu. Aplikasi ini, tersedia gratis di Playstore. Namun, VPN dianggap berbahaya bagi pengguna.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengimbau, agar tidak menggunakan VPN untuk mengakses media sosial. Sebab, menurutnya, VPN berbahaya bagi kebocoran data pribadi penggunanya.

“Kami sudah memperhitungkan salah satunya melalui VPN, selalu dikatakan bisa bypass lewat VPN, namun hindari VPN karena (menggunakan) VPN gratis bisa terdampak terbukanya data-data pribadi,” kata Rudiantara di salah satu televisi swasta, pada Kamis (23/5).

Menurut Rudiantara, penggunaan VPN bisa menjadi akses bagi masuknya malware ke smartphone. Malware atau Malicious Software sendiri, merupakan suatu program yang dirancang dengan tujuan untuk merusak dengan menyusup ke sistem komputer.

“Kalau gratis, hindari. Pokoknya hindari menggunakan aplikasi WhatsApp melalui VPN,” katanya.

Rudiantara mencontohkan penggunaan VPN yang marak dilakukan di Tiongkok karena akses terhadap aplikasi-aplikasi luar yang diblokir. “Di Tiongkok, WhatsApp tidak bisa, tetapi menggunakan VPN bisa, tetap berbahaya memakai VPN,” tegasnya.

Hal senada dikatakan pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya. Ia mengatakan, pengguna VPN harus waspada. Sebab ketika ponsel terhubung dengan server penyedia VPN, pemilik server sejatinya bisa melihat seluruh isi lalu lintas data pada ponsel yang terhubung.

Alfons menyebut penggunaan layanan VPN juga berpotensi terjadi pencurian data pengguna yang ada di ponsel. Terutama jika layanan VPN yang digunakan tidak terpercaya.

“Pada prinsipnya kerja (VPN) sama kayak proxy server. Apapun yang lewat proxy server bisa diliat oleh pemilik proxy,” jelasnya di Jakarta, Rabu (22/5).

Alfons menjelaskan proses membuat profil pengguna ini kasusnya mirip dengan Cambridge Analytica yang membuat profil pengguna dari data Facebook. Lewat profiling ini, menurut Alfons penjahat siber bisa membuat peta kebiasaan kita dan dimanfaatkan untuk mengarahkan opini si pengguna.

“Kalau (VPN) dipakai dalam jangka waktu lama profil kita bisa ketahuan. Misal ketahuan kita suka otomotif, pilihan politik seperti apa, bisa disalahgunakan kayak kasus Cambridge Analytica,” tandasnya.

Sementara itu, dilansir dari situs Restoreprivacy, disebutkan VPN berbahaya bagi pengguna karena mengandung Malware. Dari penelitian CSIRO, lebih dari 38 persen aplikasi gratis VPN mengandung malware alias program berbahaya.

Situs Restoreprivacy menyebutkan, Malware bisa datang dalam bentuk apa pun dan yang tersembunyi pada VPN bisa mencuri data juga bisa bisa membajak akun secara online.

VPN juga disebut bisa melacak untuk mengumpulkan data pribadi penggunanya. Studi CSIRO mencatat, 75 persen dari 283 VPN mengandung pelacakan pada kode sumber. Pengumpulan data ini bisa bernilai bagi iklan dan juga analitik.

Salah satu contohnya layanan VPN gratis berbasis Kanada, Betternet. Aplikasi itu dilihat CSIRO mengandung 14 tracking libraries yang berbeda, selain juga ditemukan keberadaan malware tingkat tinggi.

Selain itu, data pengguna dikumpulkan oleh VPN, akan dijual atau ditransfer pada pihak ketiga. Ini demi kepentingan keuntungan semata. Salah satu contohnya Opera Free VPN yang saat ini dimiliki konsorsium China.

VPN itu menawarkan layanan gratis tanpa batas lewat browser, ini merupakan cara mereka mengumpulkan serta berbagi data pengguna.

Disebutkan, sejumlah layanan VPN yang gratis dan berbahaya, ditemukan banyak yang membocorkan data pengguna. Kebocoran berasal dari IP address dan DNS, masalah yang kerap terjadi di VPN gratis.

Penelitian CSIRO menemukan 84 persenVPN gratis membuka IPv6 pengguna yang nyata dan unik secara global. Selain itu juga 60 persenVPN gratis membocorkan permintaan DNS, ini membuat history dan lokasi browser pengguna terbuka.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah membatasi akses sosial media berupa Facebook, Facebook Masengger, WhatsApp, dan Instagram. Pembatasan itu, hanya pada fitur pengiriman foto, video dan file.

Pemerintah mengklaim, langkah itu diambil sebagai antisipasi penyebaran berita hoaks saat terjadi kerusuhan antara massa dan kepolisian di sejumlah titik di Jakarta pada 22 Mei 2019 lalu. Hingga kini, pemerintah belum memastikan kapan dibukanya pembatasan akses itu. (*/dbs)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
11 May 2024 - 12:17
Ayah di Bekasi Pukul Anak Pakai Linggis hingga Tewas

WARTAPENANEWS.COM – Polres Metro Bekasi Kota menghentikan kasus seorang ayah berinisial N (61 tahun) yang memukul anak kandungnya sendiri berinisial C (35) hingga tewas menggunakan linggis. Kasatreskrim Polres Metro Bekasi

01
|
11 May 2024 - 11:16
1 Orang Tewas, 3 Rumah Rusak di Pasuruan akibat Bom Ikan Meledak

WARTAPENANEWS.COM – Bom ikan atau bondet meledak di sebuah gudang Jalan Hangtuah IX RT 006 RW 009 Kelurahan Ngemplakrejo, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Jumat (10/5) malam. Ledakan tersebut menewaskan satu

02
|
11 May 2024 - 10:13
Sopir Taksi di Bali Diringkus Usai Bawa Kabur Tas Berisi Uang Rp30 Juta

WARTAPENANEWS.COM – Oknum sopir taksi berinisial IKEP (40) diringkus di rumahnya di Jalan Imam Bonjol, Denpasar, karena membawa pulang tas milik penumpangnya yang tertinggal. Dalam tas milik WN Prancis berinisial

03