21 April 2025 - 03:49 3:49
Search

Polisi RW Potret Kegagalan CoP (Community of Policing)

Bambang Rukminto, Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS). Foto: Bambang Rukminto (instagram).

Oleh: Bambang Rukminto, Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)

IPOL.ID – Wacana pengembangan program Polisi RW secara nasional yang dikampanyekan oleh Kabaharkam menunjukkan kegagalan program CoP (Community of Policing) atau pemolisian masyarakat yang merupakan pembangunan partisipasi masyarakat di bidang keamanan dalam sistem keamanan rakyat semesta.

Pembangunan partisipasi keamanan masyarakat dengan ujung tombaknya adalah Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Kamtibmas) belum juga berhasil malah direduksi dengan program polisi RW. Partisipasi masyarakat di bidang keamanan bisa dilihat dari peran aktif masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertibannya sendiri. Keberhasilan pengembangan partisipasi masyarakat juga ditunjukan dengan semakin mengecilnya keterlibatan aparat kepolisian dalam semua persoalan kamtibmas, bukan sebaliknya malah masuk ikut lebih dalam semua problem masyarakat, seperti masuk dalam grup-grup WA warga.

Secara teknis, sejauh ini keberadaan Bhabinkamtibmas masih menjangkai 46,4 persen desa/kelurahan di seluruh pelosok Indonesia. Saat ini ada 8.506 kelurahan; 74.961 desa di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah Bhabinkamtibmas 38.593 personel, atau baru menjangkau 46,4 persen dari total desa/kelurahan di Indonesia sebanyak 83.147.

Bila mengacu kebutuhan personel, dengan pengembangan program polisi RW secara nasional artinya akan ada peningkatan minimal 10x lipat jumlah personel kepolisian setingkat Bhabinkamtibmas.

Sementara jumlah anggota polisi yang ada di Indonesia tercatat sebanyak 412.818 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 21.624 polisi bertugas di markas besar Polri.

Sesuai pernyataan Kapolri, akan menempatkan personel dari semua satuan untuk menjadi polisi RW, yang berarti bila tak ada penambahan jumlah personel polisi yang signifikan, akan ada tambahan beban kerja dan tugas baru pada personel yang sudah punya beban berat di satuannya masing-masing. Penambahan beban tugas harusnya juga diiringi dengan peningkatan kesejahteraan yang berarti ada penambahan anggaran.

Makanya wacana pengembangan Polisi RW tersebut secara teknis sekedar bombastis dan tidak realistis.

Di sisi lain, meskipun secara konsep seolah baik untuk mendekatkan pelayanan pada masyarakat, secara teori kekuasaan, program ini juga berpotensi menjadi alat politik seperti dalam pendekatan Orwellian, dimana polisi menjadi alat kontrol dan memata-matai semua aktivitas masyarakat.

Apalagi ini sudah menjelang Pemilu. Kasus-kasus pengerahan aparat negara dalam pemenangan salah satu kandidat dalam Pemilu sudah sering terjadi harusnya menjadi pelajaran agar tak terulang lagi.(Yudha Krastawan)

 

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait