WartaPenaNews, Jakarta  – Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Muhadjir Darwin, MPA, membedah buku karya mantan Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI), Tbk, Prof. Dr. Djokosantoso Moeljono.
“Prof. Djokosantoso adalah seorang praktisi yang sudah mengalami seluk beluk organisasi dari bawah ke atas,†ujar Muhadjir pada acara Bedah Buku bertajuk “The Climbers (Bisa-Punya-Jadi)†yang berlangsung di Aula Prof. Dr. Agus Dwiyanto, di lantai 2 Gedung Masri Singarimbun, Program Studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, UGM, Kamis (13/2/2020).
Menurut Muhadjir, The climbers merupakan konsep yang menjadi kata kunci dari judul buku tersebut dan diterbitkan dengan sejumlah revisi. Buku itu, kata dia, merupakan representasi dari sejarah hidup penulis sendiri yang memiliki capaian tertingginya sebagai Chief Executive Officer (CEO) BRI.
“Beliau pernah menjadi CEO dari suatu bank milik negara yang maju dan kuat. Benar-benar dimulai dari bawah. Intinya, penulis adalah pendaki gunung perusahaan, yang merangkak dari bawah,†jelas Muhadjir yang juga Ketua Program Studi Magister-Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan (MDKIK)-UGM.
Ia menambahkan, penulis melewati banyak tantangan dan badai di sepanjang pendakian hidupnya. Dan berhasil mencapai puncak gunungnya dengan selamat. “Bahkan penulis menjadi salah satu pelaku kunci dan reformasi perusahaan yang dia pimpin tersebut,†papar Muhadjir.
Buku itu, lanjut Muhadjir, bukan biografi tetapi gagasan dan konsep yang pengembangannya bersumber dari pengalaman pribadi penulis sebagai seorang pemimpin. “Jarang ada buku ilmiah yang proses ‘menjadi’nya seperti ini. Bukan hanya dari pengalamannya sendiri, tapi pengalaman dari orang-orang di sekitarnya. Artinya, buku ini tidak hanya mengedepankan rasionalitas berpikir tentang rasa, akan tetapi juga agama,†ungkap dia.
Baca Juga: Generasi Muda Aceh Tidak Tertarik Merayakan Valentine’s Day
Belajar dari Sejarah
Muhadjir menambahkan, teringat tentang Barbara Kellerman, penulis buku “The End of Leadershipâ€, menganggap bahwa pendidikan kepemimpinan itu hanya omong kosong. Tidak semua orang yang dididik dari hal tersebut itu berhasil. Kepemimpinan itu lahir dari apa yang didapat dari sehari-hari. Buku ini kritik terhadap sekolah kepemimpinan.
“Hal itu bukan berarti menganggap sekolah kepemimpinan itu tidak penting, tapi hendaknya kepemimpinan itu dapat masuk dan mengisi ruang-ruang yang ada,†kata Muhadjir lagi.
Sementara, Djokosantoso menjelaskan, pada awal terbit, buku itu membahas 8 langkah menuju capaian tertinggi hidup seseorang. Lalu pada 2013 menjadi 10 langkah, dan saat ini menjadi 15 langkah.
“Sebagai seorang inspiring leaders, harus benar-benar mengilhami leaders itu apa. Bahwa memimpin itu adalah kewajiban/amanah, bukan hak. Termasuk saat berhadapan dengan ilmu yang baru dan menggigigit, terkait dengan digital leadership,†terangnya.
Sementara itu, ia mengingatkan bahwa upaya mendaki target tinggi perlu mengingat bahwa manusia itu tidak hanya tergantung dari pikiran, tapi dari emosi dan kedewasaan pikiran.
“Dengan kita memperjuangkan antara pikiran, emosi, dan spiritual, maka kedewasaan pikiran harus tercapai,†tambah Djokosantoso.
Ia menyebutkan, ada 2 macam literatur yang menjelaskan tentang kepemimpinan, yaitu tentang what and why, and how to be a leader. Tulisan climbers ini terinspirasi oleh Stolz. Sementara itu, ada 3 jenis manusia dalam pendakian, yaitu tipe Quiters yang berarti orang yang mudah menyerah. berikutnya tipe Campers yaitu orang yang ingin mencoba banyak hal namun segera berhenti ketika menemukan kesulitan ataupun kenyamanan. Lalu tipe Climbers yang terus berupaya untuk mencapai impian tertinggi.
“Mungkin tidak semua orang ingin naik ke puncak, namun sebagian orang ingin kesitu. Jadi asumsinya adalah orang yang berhasil adalah tipe Climbers. Kalau orang itu tidak jadi pemimpin, apakah ia gagal? Tidak. Karena to be a climber is a choice. Climbers adalah leader. Lalu apakah leader itu berhasil, sedangkan follower itu gagal? Tidak semua orang ingin menjadi leader, tapi dengan tidak menjadi leader itu, bukan berarti gagal. So, lead your leader,†tandas Djokosantoso. (rob)