IPOL.ID – Dengan memanfaatkan kemampuan satelit, Indonesia dipastikan dapat membuka isolasi masyarakat di daerah. Apalagi dengan akan diluncurkannya satelit komunikasi Indonesia Satria 1 (Satelit Republik Indonesia) pada Juni nanti. Maka hal itu akan berdampak pada ekonomi yang besar.
Hal itu disampaikan Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Robertus Heru Triharjanto dalam Webinar BRIN Bincang Penginderaan Jauh (BRINDER) Seri 17 yang bertajuk “Persiapan Konstelasi Satelit Nasional” pada akhir pekan lalu.
Dalam paparannya yang berjudul “Pengembangan Konstelasi Satelit Nasional sebagai Bagian dari Ekonomi Keantariksaan Indonesia” Robertus menyampaikan bahwa bulan Juni 2023 satelit komunikasi terbesar milik Indonesia yaitu Satria 1 diluncurkan. “Satelit dengan kapasitas 150 gbps ini dapat meningkatkan kemampuan penetrasi internet di daerah tertinggal yang ada di Indonesia. Dengan satelit ini dampaknya adalah kita membuka isolasi masyarakat di daerah, sehingga mempunyai akses ke pendidikan jarak jauh, layanan akses kesehatan jarak jauh dan akses ke e-commerce. Hal itu tentunya mempunyai dampak ekonomi yang sangat tinggi,” jelas Robertus.
Dikatakannya, data citra satelit penginderaan jauh sudah dimanfaatkan oleh berbagai kalangan di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Pemanfaatan data citra satelit penginderaan jauh dalam berbagai bidang di Indonesia antara lain dalam bidang aplikasi pemantauan daratan, misalnya pertanian, perkebunan, kehutanan, pengamatan cadangan air, urban planning, penegakan hukum, dan pertambangan.
Kemudian pemanfaatan dipesisir dan laut, misalnya pengamatan mangrove, terumbu karang, batimetri, penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), dan pengamatan perubahan garis pantai. Selain itu, pemanfaatan dalam kebencanaan misalnya pemantauan kebakaran hutan, pencemaran laut (oil spill), banjir, penurunan muka tanah (land subsidence), dampak dari gempa, letusan gunung berapi, dan tsunami.
Bahkan tutur Robertus, seiring dengan perkembangan teknologi terkini, data penginderaan jauh telah banyak digunakan oleh perusahaan rintisan (start-up) untuk mendukung layanan-layanan yang diberikan kepada pengguna akhir (endusers).
Melihat pentingnya kebutuhan data citra satelit penginderaan jauh dari ketergantungan para praktisi penginderaan jauh terhadap satelit-satelit asing, Indonesia memiliki rencana pengembangan dan kemandirian teknologi untuk dapat dalam dalam j
Kepala Pusat Riset Penginderaan Jauh Rahmat Arief dalam sambutannya menyampaikan bahwa Program Konstelasi Satelit Nasional sangat penting sekali dalam rangka untuk mendukung pembangunan nasional. Dengan topik yang sangat menarik ini ia berharap antusias para sobat brinder untuk mencari informasi sebanyak-banyak dari para narasumber yang berkompeten dibidangnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Teknologi Satelit Wahyudi Hasbi, dalam paparannya yang berjudul “Program Riset dalam Pengembangan Satelit Konstelasi Nasional”, menyampaikan konstelasi ini perlu disiapkan, karena kita sudah mempunyai semua perangkat dan regulasi untuk melakukan pengembangan satelit.
“Dengan dukungan seluruh stakeholder atau semua pihak yang berkepentingan, harapannya kita mampu mempercepat pengembangan satelit, yang endingnya adalah kita ingin menghasilkan space economy di dalam negeri,” terang Wahyudi.
Ia juga menjelaskan program konstelasi satelit pemantau bumi nusantara dari tahun 2023-2029, yang mana sudah dilakukan riset untuk mengembangkan beberapa satelit.
“Dalam waktu dekat akan diluncurkan satelit yang dinamakan satelit nusantara seri 1 (NEO-1) yang merupakan satelit yang dikembangkan di Ranca Bungur. Selain satelit NEO-1 yang dikembangkan, kita juga mengharapkan adanya kerja sama dengan pihak swasta melalui skema KPBU setidaknya kita bisa memiliki satelit seri ke 2 dan 3 guna menjawab tantangan untuk kebutuhan satelit, terutama untuk satelit resolusi sangat tinggi,” jelasnya.
Wahyudi berharap di tahun 2024 satelit NEO-1 sudah meluncur, dan NEO-2 dan 3 sudah memasuki masa critical design. Secara paralel untuk NEO 2 dan 3 akan dibentuk standar koreksi, pengelolaan dan pemanfaatan data, tentu hal ini akan butuh banyak kolaborasi secara internal di BRIN, dan untuk eksternal juga cukup banyak stakeholder yang terlibat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan untuk program tahun 2025 karena NEO-1 sudah meluncur maka akan dilakukan proses adopsi dan lisensi Kekayaan Intelektual (KI), terutama dari sisi pengembangan logaritma dan pengolahan data. Kemudian tahun 2026 diharapkan sudah ada launch Agreement dengan launch service provider untuk NEO-2.
Kemudian di tahun 2027, diharapkan NEO-2 sudah meluncur dan pada saat yang sama NEO-3 mulai dibangun. Sedangkan tahun 2028 diharapkan sudah ada launch Agreement untuk NEO-3, dan juga di tahun 2029 dirancang peluncuran NEO-3.
BRINDER ini juga menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Dr. Eng. Imam Machdi, MT merupakan Deputi Metodologi dan Informasi Statistik Badan Pusat Statistik, ia memaparkan “Pemanfaatan Citra Satelit dalam Mendukung Pembangunan Statistik,”. (tim)