26 April 2024 - 22:37 22:37

Setelah Privatisasi Pertamina, Kebijakan BBM Satu Harga Akan Berubah

WartaPenaNews, Jakarta – Kebijakan Bahan Bakar Minyak satu harga yang ditetapkan Presiden Joko Widodo tahun 2016 lalu,
kemungkinan besar akan berubah jika Pertamina menjual sejumlah anak perusahaannya kepada
investor swasta. Kepemilikan investor swasta—baik domestik apalagi asing—atas anak perusahaan
Pertamina dipastikan akan mempengaruhi sejumlah kebijakan yang sebelumnya berorientasi
kesejahteraan sosial, menjadi berorientasi pada pencapaian laba sebesar-besarnya.

Anggota DPR RI Fraksi Nasdem Rico Sia, Rabu (29/7), mengatakan, tidak dapat dipungkiri bahwa
motivasi investor swasta membeli saham sebuah perusahaan adalah keuntungan sebesar-besarnya.
Motivasi itu bertentangan dengan semangat kebijakan BBM satu harga yang lebih berorientasi kepada
kesejahteraan sosial dan keadilan energi.

Menurut Rico, saat masa reses beberapa waktu lalu, ia banyak sekali menerima keluhan dan
kekhawatiran dari tokoh-tokoh masyarakat Papua Barat terkait rencana penjualan sejumlah anak
perusahaan Pertamina. Papua Barat adalah daerah pemilihan Rico saat Pemilu 2019 lalu.
“Mereka sangat cemas, Pertamina tidak lagi berpihak kepada kondisi masyarakat luas, melainkan
kepentingan investor swasta. Dan saya berjanji akan menyampaikan hal tersebut ke Komisi VII DPR RI
yang membidangi masalah energi,” kata Rico yang dikenal dekat dan banyak membantu masyarakat di
daerah pemilihannya.

Rico menambahkan, kebijakan BBM satu harga sangat meringankan beban ekonomi jutaan masyarakat
di wilayah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (3T), terutama Indonesia bagian Timur. Kebijakan itu juga
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi setempat.

Sebelum kebijakan BBM satu harga ditetapkan Presiden Joko Widodo, BBM jenis Premium dan Solar di
wilayah 3T Indonesia mencapai Rp 60.000-Rp 100.000 per liter, tergantung tingkat kesulitan geografi
penyaluran BBM. Harga tersebut sangat memberatkan masyarakat setempat, termasuk nelayan kecil
yang harus mengeluarkan biaya ratusan ribu hingga jutaan rupiah setiap hari agar dapat melaut.
Sejak 3-4 tahun lalu, masyarakat di wilayah 3T di Indonesia dapat menikmati BBM jenis Premium Rp
6.450 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter, sama dengan wilayah lain di Indonesia. Untuk itu, Pertamina
mengeluarkan subsidi biaya distribusi sekitar Rp 30.000-Rp 50.000 per liter. “Inilah wujud nyata dari
pemerataan dan keadilan energi serta pelaksanaan UUD 1945 Pasal 33. Hal seperti ini harus kita
pertahankan,” kata Rico.

Tetapi jika anak perusahaan Pertamina diprivatisasi, lanjut Rico, negara tidak lagi menjadi pengambil
keputusan tunggal. Sekalipun Pertamina (Persero) masih menjadi pemegang saham mayoritas, kebijakan
BBM satu harga sangat mungkin berubah karena desakan investor swasta yang tercatat sebagai
pemegang saham.

Rico memberi contoh, Perusahaan Gas Negara sebelum tahun 2003 memiliki tugas mulia menyalurkan
gas ke rumah-rumah penduduk di berbagai kota di Indonesia. Jutaan rakyat Indonesia sangat terbantu
dengan penggunaan gas yang harganya jauh lebih murah dibanding gas LPG Subsidi 3 Kg itu.
Namun sejak PGN diswastanisasi tahun 2003, lambut laun perluasan penyaluran gas ke rumah-rumah
penduduk tidak lagi diteruskan. PGN yang 57% sahamnya dipegang Pertamina (Persero) dan 43% ada
ditangan perusahaan swasta domestik dan asing, akhirnya lebih memilih menyalurkan gas ke industri
dan usaha komersil.

“Dalam konteks ini, kepentingan rakyat banyak sudah terpinggirkan,” ujar Rico.
Merujuk UUD 1945 Pasal 33 dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pertamina
adalah BUMN yang tidak dapat diprivatisasi. Hal itu karena Pertamina merupakan cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga harus dikuasai negara.
Pertamina juga mengekplorasi bumi dan air dan kekayaan alam Indonesia sehingga harus dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. UU BUMN Pasal 77 juga secara tegas mengatur BUMN
yang penting bagi negara tersebut tidak dapat diprivatisasi.

Pada awal Juni 2020 lalu, Menteri BUMN Erick Tohir kembali memilih Nicke Widyawati sebagai Direktur
Utama Pertamina. Erick Tohir lalu memberi target kepada Nicke untuk menswastanisasi anak
perusahaan Pertamina melalui penjualan saham perdana atau Initial Public Offering (IPO).
Nicke kemudian melakukan restrukturisasi dengan mengeluarkan enam lini bisnis utama (core business)
dari Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero). Keenam lini bisnis utama itulah yang kemudian
dibentuk menjadi Subholding (anak perusahaan) dan dalam waktu dekat akan dijual kepada investor
swasta domestik maupun asing.

Keenam Subholding tersebut adalah PT Pertamina Hulu Energi (Upstream Subholding), PT Perusahaan
Gas Negara (Gas Subholding), PT Kilang Pertamina Internasional (Refinery & Petrochemical Subholding),
PT Pertamina Power Indonesia (Power & NRE Subholding), dan PT Patra Niaga (Commercial & Trading
Subholding) dan PT Pertamina International Shipping (Shipping Subholding). (cim)

Follow Google News Wartapenanews.com

Jangan sampai kamu ketinggalan update berita menarik dari kami.

Berita Terkait

|
26 April 2024 - 18:53
Sharp Indonesia Umumkan Pemenang Program Sharp Lovers Day-Sharp Fiestapora

WARTAPENANEWS.COM –  Kampanye penjualan besutan Sharp Indonesia bertajuk Sharp Lovers Day – Fiestapora telah berakhir akhir Maret 2024 lalu. Sukses dilaksanakan sejak tujuh tahun silam, Sharp Lovers Day hadir guna

01
|
26 April 2024 - 12:10
Usai Dicekoki Ekstasi & Sabu, Remaja di Hotel Senopati Meregang Nyawa

WARTAPENANEWS.COM – Polisi menyebut remaja berusia 16 tahun yang tewas di salah satu hotel kawasan Senopati, Jakarta Selatan, sempat dicekoki beberapa jenis narkoba. "Baik korban yang meninggal atau pun hidup,

02
|
26 April 2024 - 11:12
Imbas Kebrutalan Israel, Begini Suasana Kota Hantu di Palestina

WARTAPENANEWS.COM – Belum ada tanda tanda kapan Israel akan menghentikan kekejaman yang mereka lakukan di tanah Palestina. Mereka tidak saja menghilangkan puluhan ribu nyawa, menghancurkan gedung, membatasi ibadah umat Islam

03