IPOL.ID – Nyeri sendi lutut kini banyak diderita masyarakat. Gaya hidup tidak sehat, salah berolahraga, obesitas, faktor genetik dan usia, adalah sedikit dari penyebab sakit nyeri lutut. Banyak penderita penyakit ini yang khawatir dengan tindakan operasi untuk mengatasinya. Padahal operasi bukanlah jalan satu-satunya solusi masalah nyeri lutut.
Demikian hal tersebut mengemuka dalam media briefing bertema “Mengatasi Nyeri Lutut Tanpa Operasi” di Jakarta Selasa (24/12/23). Para dokter dari Klinik Flex Free Jakarta, mengatakan bahwa proses penyembuhan tanpa operasi ini merupakan alternatif pilihan terapi yang dapat mengembalikan kualitas hidup pasien.
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik Klinik Flex Free, Reggy Trialetta Injo mengatakan penyakit degneratif pada sendi disebut Osteoarthritis (OA), yang dikenal luas pada masyarakat dengan sebutan pengapuran sendi. “OA tidak dapat disembuhkan, namun keluhan OA dapat dikontrol sehingga penderita dapat beraktivitas dan melakukan kegiatan sehari-hari tanpa merasakan nyeri,” ujar Reggy.
Ia menyarankan penderita OA dapat diterapi untuk mengurangi nyeri dan peradangan dengan menggunakan berbagai modalitas fisik, mempercepat regenerasi jaringan dengan modalitas fisik dan terapi regeneratif seperti Prolotherapy, Platelet Rich Plasma, ataupun Secretom. “Tujuan dari terapi pada OA adalah untuk mengurangi nyeri dan mencegah perburukan penyakit agar pasien memiliki kualitas hidup yang baik,” kata Reggy.
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik di Klinik Flex Free, Ferius Soewito, mengatakan, cedera terkait lutut dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Pada saat olahraga, bekerja, saat melakukan hobi, misalnya menari, bahkan pada aktivitas sehari-hari seperti berjalan juga tetap ada risiko. Lutut merupakan bagian tubuh cukup berisiko terutama untuk kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan berdiri, berjalan, berlari dan melompat.
Olahraga lari misalnya, atau basket, badminton, tennis, merupakan olahraga yang sering dilakukan dan memiliki risiko yang cukup tinggi untuk terjadi cedera. Hobi yang berisiko cedera misalnya menari. Tari tradisional yang banyak melibatkan aktivitas setengah jongkok juga berisiko cedera. Banyak penari yang mengira bahwa aktivitas tersebut aman-aman saja, tapi sebenarnya berisiko tinggi untuk mengalami cedera.
Selain itu, hobi bercocok tanam dengan posisi jongkok dalam waktu lama juga memiliki risiko. Tidak jarang, cedera terjadi pada aktivitas berjalan, khususnya bila permukaan tanahnya tidak rata atau pada aktivitas naik turun tangga.
“Banyak metode memeriksa cedera pada lutut, salah satunya dengan USG yang memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan ruang khusus, tidak ada radiasi, dapat dilakukan pada saat pasien bertemu dengan dokter sehingga kondisi yang diperiksa real saat itu juga, serta dapat membantu mengarahkan dalam melakukan tindakan seperti injeksi,” kata Ferius.

OA sendiri merupakan suatu kondisi yang sangat sering ditemukan pada usia lanjut. OA merupakan tipe arthritis yang terbanyak, dengan angka kejadian kasus OA lutut sebesar 240 per 100 ribu orang tiap tahun.
Prevalensi osteoarthritis di Indonesia meningkat seiring dengan usia, yaitu sebesar 5 persen pada individu berusia lebih kecil dari 40 tahun, 30 persen pada usia 40 – 60 tahun, dan 65 persen pada usia lebih besar dari 61 tahun.
Prevalensi OA lutut sebesar 15,5 persen pada laki – laki dan 12,7 persen pada perempuan. Faktor risiko OA Di antaranya adalah usia, jenis kelamin, genetik, aktivitas fisik, obesitas, trauma. OA merupakan suatu penyakit yang sangat membebani kualitas hidup penderitanya, dan dapat menyebabkan disabilitas.
Ketua Komite Medis sekaligus CEO Klinik Flex Free. dr Arif Soemarjono, mengatakan bahwa kliniknya merupakan klinik rehabilitasi medik khusus di bidang muskuloskeletal yang mengembangkan teknik penyembuhan nyeri lutut tanpa operasi.
Klinik Flex Free menyediakan beberapa layanan untuk mengatasi nyeri sendi seperti; injeksi pelumas sendi dengan bantuan USG Muskuloskeletal, terapi regeneratif seperti Prolotherapy, Platelet Rich Plasma (PRP) Musculoskeletal, dan Secretom.
“Tentunya, pasien wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis rehabilitasi medik seperti yang disediakan oleh Klinik Flex Free, untuk menentukan tindakan dan obat yang sesuai dengan kebutuhan pasien,” ujarnya.
Ditambahkan Arif, Klinik Flex Free merupakan klinik praktik Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi yang sudah berpengalaman baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk pelayanan kesehatan khusus muskuskeletal (otot, tulang dan sendi) dan saraf kejepit. Dengan visi menjadikan klinik rehabilitasi muskuloskeletal yang pertama, serta sebagai pusat rujukan rehabiltasi medik regional, nasional maupun internasional dalam bidang rehabilitasi neuromuskuloskeletal. (timur)