WartaPenaNews, Jakarta – Pembangunan bandar udara Kulon Progo, Yogyakarta atau lebih dikenal dengan nama New Yogyakarta International Airport (NYIA) terus menuai penolakan.
Sejumlah warga yang tergabung dalam Penolak Penggusuran-Kulon Progo (PWPP-KP) tegas menolak kelanjutan pembangunan bandara NYIA di Kulon Progo. Mereka menilai pembangunan itu telah merampas hak atas tanah, hak hidup, dan hak lingkungan yang terlindung dari bencana.
Warga asal Temon, Kulon Progo yang menjadi korban proyek pembangunan bandar udara NYIA yang diwakili oleh LBH Yogyakarta, PBHI Yogyakarta, dan Walhi Yogyakarta menggugat Presiden RI Joko Widodo melalui Mahkamah Agung, Jakarta. Gugatan itu sudah mereka layangkan pada Kamis, 28 Maret 2019.
Menurut Eksekutif Daerah Walhi Yogyakarta Halik Sandera, keberadaan bandara NYIA yang diperuntukan bagi kepentingan umum, justru sekarang mengancam nyawa lebih banyak orang. Ia beranggapan, pembangunan infrastruktur terkesan dipaksakan dengan tidak memperhatikan ancaman terhadap bencana alam.
Begitu juga dengan konsep NYIA yang akan mengembangkan Aerotropolis (kota bandara), ikut mengancam semakin meluasnya penggusuran dan perampasan ruang hidup warga. “Gerak pemerintah dalam menjalankan proyek-proyek infrastrukturnya telah mensengsarakan dan mengancam keselamatan masyarakat setempat,†kata Halik dalam keterangannya, Selasa (9/4/2019).
Berdasarkan Peta Bahaya Tsunami Wilayah Kulon Progo yang diterbitkan InaTEWS bekerjasama dengan DLR, Lapan, LIPI dan Bakosurtanal (2012), lokasi tapak bandara rawan bahaya tsunami yang dapat mencapai ketinggian 6 meter, dengan terjangan mencapai 2 Km dan hadir 33-40 menit setelah gempa.
Mekipun pihak pembangun, PT Angkasa Pura 1 mengklaim telah memiliki strategi mitigasi bencana, namun kata Halik, di saat yang sama pihak AP 1 terus mengabaikan peringatan dari ahli soal rancang bandara yang terlalu generik untuk tingkat resiko kerusakan tinggi.
“Aspek penting yang juga diabaikan adalah meningkatnya potensi kerugian akibat bencana alam bagi warga rentan yang harus menghadapi transformasi ekosistem alam dan kehidupan sosial di sekitar bandara,†terang Halik.
Rezim ini sangat leluasa merampas hak dan ruang hidup warga, termasuk di dalamnya proyek strategis nasional, pembangunan NYIA yang diaktifkan kembali sejak tahun 2017 lewat Perpres No. 98 tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandara di Kulon Progo.
“Demi mewujudkan mimpi infrastruktur pro-investor, aturan dan undang-undang yang semestinya menjadi rambu-rambu pengawasan justru telah dilanggar dan direkayasa,†ujar Halik.
Melalui gugatan inilah Paguyuban Warga Penolak Penggusuran – Kulon Progo akan terus berjuang untuk mempertahankan tanahnya yang digusur paksa demi percepatan ekonomi yang dijanjikan melalui pembangunan bandara. (rob)