WartaPenaNews, Jakarta – Stres akibat masalah tertentu yag tidak kunjung terselesaikan atau karena faktor psikologis lainnya yang sepenuhnya tidak kita pahami bisa memunculkan perilaku merusak diri sendiri. Ada banyak jenis perilaku yang bisa merusak diri sendiri, misalnya merokok, menyakiti diri sendiri, mogok makan, “hobi†minum minuman keras, hingga memakai narkoba. Mungkin bukan Anda, tapi pasangan Anda yang mengalami hal ini. Kebiasaan yang ia lakukan ini bisa menggerogoti kesehatan fisik dan mentalnya secara perlahan. Lalu, bagaimana cara membantu pasangan untuk keluar dari lubang hitamnya?
Perilaku merusak diri sendiri adalah cerminan pertahanan diri yang buruk
Apa yang orang lain lihat dari luar sebenarnya merupakan bentuk mekanisme pertahanan dirinya untuk menghadapi situasi negatif. Semua orang memiliki mekanisme ini, namun bisa berbeda-beda wujudnya.
Saat Anda menghadapi situasi yang sulit atau tidak nyaman, pikiran Anda membutuhkan cara tertentu untuk melarikan diri dari masalah tersebut atau untuk membuat kejadian dan pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut jadi terasa lebih baik.
Ini karena secara naluriah manusia selalu menghindari perasaan yang negatif seperti sedih, marah, kecewa, malu, dan takut. Pikiran Anda akan mengaktifkan mekanisme pertahanan diri ini secara otomatis, yang berarti di luar kesadaran dan kendali Anda. Selain itu, Anda juga dituntut untuk tidak meluapkan emosi negatif dalam masyarakat dan lingkungan sosial.
Namun, emosi tersebut tidak benar-benar hilang dari benak Anda. Anda hanya bisa menekan atau mengesampingkannya saja. Misalnya, pasangan cenderung merokok atau minum bir saat mulai merasa stres. Stres tersebut tentu tidak benar-benar hilang dengan dibilas nikotin atau alkohol saja. Setelah ia usai melakukannya, stres tersebut masih ada menghantui.
Oleh sebab itu, mekanisme pertahanan diri bukanlah sebuah cara yang baik untuk menyelesaikan masalah, melainkan semata-mata hanya reaksi alami saat menghadapi masalah.
Perilaku merusak diri sendiri bisa jadi bumerang dalam hubungan Anda
Memiliki pasangan yang suka merusak diri sendiri bisa membuat Anda takut dan khawatir. Sebagai pasangan, Anda tentu tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada orang yang Anda cintai. Namun, mengubah pasangan untuk meninggalkan kebiasaan yang mungkin telah mendarah daging tidak semudah membalikkan telapak tangan. Anda harus paham bahwa Anda tidak memiliki kekuatan super yang bisa membuat pasangan meninggalkan perilaku yang mungkin tidak siap mereka lepaskan.
Upaya yang Anda lakukan juga biasanya diartikan negatif oleh pasangan. Lisa Ferentz, LCSW-C.,DAPA., seorang psikoterapis di Amerika menyatakan bahwa orang yang memiliki perilaku merusak akan melihat upaya “penyelamatan†Anda sebagai bentuk pengkhianatan atau ketidakmampuan Anda untuk memahami dirinya dan apa yang ia rasakan. Mereka bahkan bisa menuduh Anda menghakiminya.
Tak jarang, mereka justru berusaha untuk berusaha memengaruhi Anda untuk membenarkan perilaku yang mereka lakukan. Bahkan, ketika Anda memiliki bukti kuat mengenai apa yang mereka lakukan ialah hal yang salah, mereka akan melindungi tindakannya dengan membohongi Anda.
Berbagai hal yang perlu dilakukan untuk membantu pasangan agar tidak lagi merusak dirinya sendiri
Meski memang sulit, bukan berarti Anda mengacuhkan kondisi pasangan. Anda perlu lebih dulu menyiapkan fisik, mental, dan kesabaran ekstra dari dalam diri Anda sendiri untuk menghadapinya. Ingat bahwa setiap orang memiliki mekanisme pertahanan dirinya masing-masing. Jangan jadikan stres saat menghadapi pasangan malah berbalik menjadi senjata makan tuan bagi Anda, sehingga malah terbawa pada perilaku negatif pasangan yang Anda sedang coba ubah.
Untuk membantu pasangan, ada beberapa hal yang perlu dan bisa Anda lakukan seperti:
- Beritahukan pada pasangan bahwa Anda mencintai dan peduli padanya.
- Tunjukan pada pasangan Anda bahwa tidak ada kata terlambat untuk berubah dan Anda tidak boleh merasa ragu bahwa pasangan Anda dapat berubah.
- Tunjukkan kasih sayang Anda dengan memberi tahu bahwa Anda paham akan penderitaan yang sedang dirasakan.
- Katakan padanya bahwa ia berhak mendapatkan dukungan dan Anda akan jadi orang yang selalu berada di sisinya untuk mendengarkan segala keluh kesahnya.
- Ajak pasangan secara perlahan untuk berdiskusi bahwa ada cara lain mengatasi tekanan dan kemarahan yang dialami selain dengan merusak diri.
- Ajak pasangan untuk bertemu terapis ahli untuk mendapatkan bimbingan mengenai cara-cara yang perlu dilakukan tanpa mengatakan padanya bahwa ia sakit dan butuh pertolongan.
Setelah mencoba berbagai hal tersebut dan ternyata tidak menemukan titik terang, Anda perlu paham bahwa Anda tidak bisa mengubah orang yang tidak ingin diubah. Sebuah hubungan asmara layaknya sebuah kemitraan di mana kedua pihak sama-sama ada di posisi yang setara dan idealnya harus memiliki rasa saling bantu, dan menghormati serta menghargai satu sama lain.
Anda tidak bisa berjuang sendirian saat orang yang ingin Anda ubah justru merasa baik-baik saja dengan perilaku tersebut dan mencoba mempertahankan keadaannya. Sebesar apapun rasa cinta Anda pada pasangan tetapi Anda berhak mengakhiri hubungan jika perilaku pasangan justru tidak menunjukkan keinginan untuk sembuh.
Meninggalkan pasangan yang tidak ingin berubah bukan berarti tidak peduli, tetapi Anda justru menyelamatkan diri dari jeratan orang yang justru egois terhadap hubungan Anda berdua.
Dengan memilih bertahan, Anda sama saja membiarkan diri terus berada dalam kondisi di bawah tekanan melihat orang yang Anda kasihi melakukan serangkaian perilaku negatif yang memuaskan dirinya sendiri tanpa memikirkan perasaan Anda sebagai pasangannya. Setidaknya, Anda telah mencoba membantu pasangan untuk menjalani hidup yang lebih baik dan positif. (mus)
